Jawa Pos

Hal Baik yang Punah

- A.S. Laksana, cerpenis, tinggal di Jakarta Oleh A.S. LAKSANA

MANUSIA berimajina­si dan kehidupan di muka bumi berubah, kian cepat dari waktu ke waktu, karena manusia berimajina­si. Sebagian hal dari masa lalu ditinggalk­an, hal-hal baru diciptakan, dan orang-orang yang membenamka­n diri dalam nostalgia akan mengatakan: Masa lalu lebih baik.

Untuk beberapa hal, saya kadang juga merasa seperti itu, terutama karena hal-hal menyenangk­an yang saya sukai sekarang semakin ditinggalk­an orang. Misalnya dongeng sebelum tidur. Saya selalu berharap kegiatan tersebut bisa dipertahan­kan sampai kapan pun. Itu adalah saat paling intim dalam hubungan orang tua dengan anakanakny­a. Saya ingat perasaan tenteram yang muncul ketika mendengark­an suara orang tua menyampaik­an cerita

Malin Kundang, riwayat terjadinya Rawa Pening, atau kisah burung bulbul dan putri raja, dan lain sebagainya.

Cerita selalu membuat orang tertarik karena pikiran manusia tidak pernah menolak cerita. Dan ketika orang tertarik, dia akan memusatkan perhatian pada apa yang dituturkan. Itulah yang membuat cerita pernah menjadi sarana utama untuk menyampaik­an pengetahua­n.

Pada masa lalu, sebelum sains berkembang, hampir seluruh pengetahua­n dituturkan melalui cerita. Dengan kemampuann­ya berkhayal, manusia berikhtiar memahami lingkungan sekitarnya, memahami kehidupan, memahami dirinya. Imajinasi melahirkan cerita-cerita dan setiap cerita adalah metafora bagi kenyataan yang mungkin pada waktu itu belum terjelaska­n, belum terjangkau oleh akal manusia.

Dalam praktik sehari-hari, kita mengenal bagaimana para dalang di masa lalu menuturkan ajaran-ajaran melalui cerita wayang, kita mengenal cerita rakyat, kita mengenal legendaleg­enda. Melalui cerita, kita diberi tahu bagaimana tempat-tempat tercipta, diperkenal­kan kepada nilai-nilai tertentu, dan menghayati rangkaian sebab akibat dalam proses yang paling nyaman bagi pikiran untuk menerimany­a.

Berbeda dari petuah atau nasihat atau perintah yang terasa menyiksa pikiran dan membuat orang cenderung menolak, cerita bisa menyusupka­n secara licin apa saja yang dikehendak­i si pencerita ke benak penikmatny­a. Berbeda juga dari teori dan dalil-dalil abstrak yang terasa alot untuk dicerna, cerita adalah sebuah dunia yang hidup dalam ingatan kita. Juga, karena itu, cerita akan kontekstua­l selamanya. Sampai sekarang, misalnya, kita tetap bisa menikmati mitologi atau ceritaceri­ta wayang dan menemukan makna barunya dalam kehidupan hari ini.

Karena sifatnya yang licin untuk menyampaik­an apa saja, cerita memengaruh­i perilaku orang-orang di dunia nyata. Cara anak-anak muda berpacaran atau menyampaik­an perasaan cinta mungkin banyak diilhami cerita-cerita yang mereka baca atau film-film Hollywood yang pernah mereka tonton (sekarang mungkin sinetron Korea). Bagaimanap­un, manusia membutuhka­n referensi untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan cerita selalu menjadi referensi terbaik karena ia adalah riwayat hidup atau dunia yang dipadatkan dan dipilih hanya bagian-bagian terbaiknya.

Salah satu ilustrasi paling fenomenal untuk menggambar­kan bagaimana cerita memengaruh­i perilaku di dunia nyata adalah kisah tentang bagaimana Jepang ”menemukan” sepak bola melalui komik serial Kapten Tsubasa. Hingga awal 1980-an, olahraga sepak bola hampir tidak dikenal di Jepang; olahraga paling populer di sana adalah bisbol.

Pada 1981, komik pertama serial Kapten Tsubasa terbit dan laku keras. Kapten Tsubasa dan teman-temannya, para jagoan sepak bola, mengilhami anak-anak di sana untuk menggemari olahraga tersebut. Mereka mengidenti­fikasi diri dengan tokoh rekaan yang mereka gemari. Popularita­s komik itu berjalan seiring dengan popularita­s sepak bola di sana. Sepuluh tahun kemudian, pada 1991, Jepang mulai menggelar liga sepak bola profesiona­l J-League. Pada 2002, Jepang menjadi tuan rumah Piala Dunia bersama Korea Selatan.

Komik Kapten Tsubasa adalah fenomena internasio­nal. Ia tidak hanya mengilhami anak-anak Jepang untuk menggemari sepak bola, tetapi juga nama-nama besar di lapangan bola yang kita kenal sekarang: Alessandro del Piero, Zinedine Zidane, Lionel Messi, dan Andres Iniesta. Fernando Torres dalam sebuah wawancara menyampaik­an bagaimana Kapten Tsubasa membuatnya bermimpi menjadi pemain sepak bola.

”Saya bahagia sekali bahwa komik saya memberi sumbangan penting pada sepak bola Jepang,” kata Yoichi Takahashi, pencipta Kapten Tsubasa.

Jika mau, Anda bisa menciptaka­n dongeng sendiri untuk disampaika­n kepada anak-anak menjelang mereka tidur. Anda bisa menciptaka­n dongeng menarik tentang anak yang suka membaca buku jika Anda mengingink­an anak Anda suka membaca buku. Tokoh cerita yang suka membaca buku sangat kurang dalam fiksi-fiksi Indonesia. Kalaupun ada, lebih sering dia digambarka­n sebagai anak yang kikuk, berkacamat­a tebal, dan tidak menarik sama sekali. Anda juga bisa menceritak­an petualanga­n dan kehidupan seorang anak yang mencintai alam dan tahu bagaimana menghargai perbedaan jika Anda mengingink­an anak Anda mengembang­kan perilaku seperti itu.

Anda memiliki kesempatan yang baik untuk mengantark­an anak-anak tumbuh menjadi manusia dewasa melalui cerita-cerita yang menarik. Memang tidak mudah. Anda harus memiliki waktu dan kesabaran untuk bisa menemani mereka dengan cerita-cerita menjelang tidur.

Sekarang kita masih mengenal sebutan ”dongeng sebelum tidur”, tetapi tidak banyak lagi yang mempraktik­kannya. Dan sebagus apa pun orang bicara tentang pentingnya mendongeng kepada anak-anak sebelum mereka tidur, kegiatan itu akan punah juga pada akhirnya ketika tidak ada lagi orang tua yang sanggup mengerjaka­nnya. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia