Jawa Pos

Diincar sejak Pulang dari Syria

-

Setelah penangkapa­n, tim Densus 88 mendatangi tempat tinggal pria yang oleh warga sekitar dipanggil Denis tersebut di Jalan Ampel Kembang. Dibantu anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak, mereka melakukan sterilisas­i di sekitar rumah yang ditinggali Denis bersama istri dan tiga anaknya itu.

Warga sekitar mengenal Denis sebagai orang yang ramah. Selalu menyapa setiap bertemu tetangga. Dia juga sering menjadi imam di masjid dekat rumah. Novel Salim, salah seorang warga, mengenal Denis kali pertama ketika diimami saat salat di masjid kampung.

”Dia itu orang campuran. Ibunya orang India-Pakistan, bapaknya Jawa,” ucapnya.

Denis juga dikenal supel dalam bergaul. Sering kali, saat malam, dia ikut bermain domino dengan warga sekitar. Dia juga sering bermain dengan anak-anak kecil. Saat itulah dia memberikan wejangan-wejangan. Tidak pernah sekali pun dia menunjukka­n gerak-gerik mencurigak­an. ”Ma- kanya saya heran, kenapa kok dia bisa ditangkap,” ujar pria 52 tahun tersebut.

Sehari-hari Denis bekerja sebagai pedagang obat herbal. Dia menjual barang daganganny­a dengan cara keliling. Denis juga tidak pernah terlihat menerima tamu. Apalagi mengadakan acara pengajian yang mencurigak­an.

Keluarga Denis pindah ke kawasan Ampel tiga tahun lalu. Ketika itu dia mengaku pindah dari kawasan Kalimas, tidak terlalu jauh dari Ampel. Kepada warga, dia hanya mengaku tidak betah di kawasan Kalimas.

Menurut polisi, Denis alias Muhidin tidak pernah tinggal di Kalimas. Pada 2013 dia berangkat ke Syria untuk bergabung dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Dia tercatat sebagai foreign terrorist fighter (FTF) dan sudah menjalani pelatihan militer.

”Dia kembali ke Surabaya dan langsung menetap di sini ( Jalan Ampel Kembang, Red),” kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Ronny Suseno.

Menurut Ronny, sikap gaul Denis merupakan sebuah taktik untuk menyamarka­n jati diri. Dia membentuk diri menjadi Denis yang disegani warga. Dengan begitu, tidak ada satu pun yang curiga bahwa sebenarnya dia masih terkait di jaringan terorisme. ”Kalau menutup diri itu sudah terlalu biasa. Makanya, dia menciptaka­n alias lain untuk menyamar,” jelasnya.

Denis disebut-sebut terkait jaringan Abu Jandal. Jaringan tersebut masih memiliki keterkaita­n dengan pelaku terorisme terakhir yang diamankan Mabes Polri. ”Masih ada kaitannya dengan yang ditangkap di Jakarta sebelumnya. Tapi, saya tidak bisa menjelaska­n jaringan apa itu,” tegas mantan Kapolres Poso tersebut.

Berdasar pantauan Jawa Pos, penggeleda­han rumah Denis berjalan alot. Selama lebih dari sejam, polisi berseragam hitamhitam itu masih tertahan di luar rumah. Istri Muhidin tidak memperbole­hkan mereka masuk. Karena itu, tim negosiator pun dipanggil. Dua polwan terlihat datang ke lokasi untuk memberikan bantuan. Penggeleda­han baru selesai pukul 17.30.

Polisi menyita beberapa barang yang akan dijadikan bukti. Barang- barang tersebut dimasukan ke kotak tool kit oranye. ”Ada beberapa atribut ISIS yang kami sita,” kata Ronny. Kelompok Muhidin alias Denis disebut-sebut bakal melakukan aksi.

Setelah ditangkap, Muhidin langsung dikeler ke Tanggulang­in, Sidoarjo. Dia diminta untuk menunjukka­n tempat rekannya berada. Karena itu, tak lama kemudian, polisi menangkap Paripung Dani Pasandi alias Ipung alias Sandi alias Abdullah, warga Perumahan Tanggulang­in Asri.

Sarwani, tetangga Ipung, mengaku tidak merasakan gelagat mencurigak­an dari tetanggany­a itu. Hanya, Ipung memang memiliki tiga panggilan nama berbeda. Yakni, Ipung, Sandi, dan Abdullah. Nah, nama terakhir adalah panggilan Ipung di kalangan jamaahnya. ” Nggak tahu jamaah apa, bukan orang sini. Biasanya bertamu, tapi tidak sering,” jelasnya.

Warga perumahan berdatanga­n ketika tahu banyak polisi. ”Istrinya sempat pingsan. Mungkin shock suaminya ditangkap,” ucapnya. Sarwani menuturkan, sejak pukul 08.00 dirinya melihat orang asing hilir mudik di sekitar tempat tinggal Ipung. Jumlahnya tiga orang. Mereka mengenakan pakaian sipil.

Dia merasa belum percaya selama ini tinggal berdekatan dengan buron polisi. Ipung mengontrak rumah itu dua tahun lalu. Dia memiliki tiga anak yang masih kecil-kecil. Usia si sulung baru delapan tahun. ”Istrinya hamil enam bulan. Diminta ikut sekalian oleh petugas,” ungkapnya.

Ketua RT 1, RW 6, Desa Kalitengah, Tanggulang­in, Afian Kasharyant­o menambahka­n, petugas mengajakny­a ketika melakukan penggeleda­han. Mereka tiba pada pukul 13.30. ”Bawa banyak barang dari dalam,” kata pria yang tinggal tidak jauh dari rumah Ipung itu.

Afian mengatakan, petugas mengamanka­n sebuah paspor yang masih berlaku hingga 2019. Juga buku tulis yang berisi tulisan tangan dalam huruf Latin. ”Isinya apa, kurang tahu,” ucapnya. Barang lain yang disita adalah tiga busur dan sejumlah anak panah.

Dari dalam rumah Ipung, petugas juga menemukan pedang katana. Benda itu ditemukan di ruang tengah. Yang membuatnya geleng-geleng, polisi juga menemukan tas berwarna oranye yang diduga berisi bahan peledak. Tas itu disembunyi­kan di atas plafon rumah. ”Informasi dari orang-orang, dia (Ipung, Red) belakangan sering pulang larut malam,” paparnya.

Ipung selama ini dikenal warga sebagai penjual roti. Dia membantu memasarkan dagangan temannya yang tinggal di Desa Kalidawir, Tanggulang­in. Farida, istrinya, bekerja sebagai penjahit. Dia juga berjualan busana secara online.

Ipung ditangkap polisi pada pukul 08.00. Motornya dicegat ketika melintas di depan SPBU Sumorame, Candi. Saat itu dia tengah berjualan. Ipung diamankan di Polsek Tanggulang­in sebelum akhirnya dibawa ke Surabaya.

Ipung sebenarnya merupakan warga Kapas Madya, Tambaksari, Surabaya. Dia disebut-sebut sebagai bagian dari jaringan Jamaah Ansharusy Syariah ( JAS) setelah Jamaah Ansharut Tauhid ( JAT) mengalami perpecahan. ”Dia pernah merencanak­an pengeboman kantor polisi di Surabaya pada 2014-2015,” kata seorang petugas kepolisian.

Ipung sadar menjadi incaran polisi. Dia akhirnya memilih untuk bersembuny­i di Sidoarjo dengan mengontrak rumah di Blok QQ Perumahan Tanggulang­in Asri. Selama bersembuny­i, Ipung tidak berhenti bersentuha­n dengan jaringan teroris. Dia berperan sebagai pemasok bahan kimia bagi kegiatan teroris di Poso, Sulawesi Tengah. Bahan kimia itu dibeli di Surabaya.

Di Malang, tim Densus 88 menangkap Kiki Rizky alias Rizky Al Batati alias Kiki alias Abu Ukasah. Dia diringkus di depan Mart, Jalan Yulius Usman, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen. Anggota Densus 88 sudah lebih dari setahun mengintai pria asal Sengkaling Indah, Mulyoagung, Dau, Malang, itu.

Jawa Pos Radar Malang melaporkan, Kiki ditangkap sekitar pukul 09.30 ketika akan menemui istrinya di rumah yang tak jauh dari lokasi penangkapa­n. Tidak ada orang yang tahu pasti proses penangkapa­n Kiki. Kiki langsung dibawa ke Mako Brimob Detasemen B Ampeldento untuk diamankan sementara sebelum akhirnya dibawa ke Mapolda Jatim.

Sumber koran ini menyebutka­n, Kiki merupakan terduga teroris kelompok jaringan Abu Jandal dan pernah bergabung dengan ISIS di Syria. Pria kelahiran Malang, 31 Oktober 1976, tersebut bekerja sebagai foreign terrorist fighter (FTF) dan sudah mengikuti tadrib askari atau latihan militer ISIS dan ribath atau berjaga-jaga dari serangan. Kiki berangkat ke Syria pada 2013.

Kiki diperkirak­an berangkat dari Malang bersama AH dengan naik pesawat menuju Jakarta. Lalu di Jakarta dia bertemu dengan Abu Jandal, pentolan ISIS asal Indonesia yang (saat itu) menjadi buron Polri. Awalnya Kiki tergoda berangkat ke Syria karena alasan sosial. Dia berangkat bersama kawanan lain ke Turki setelah singgah di Singapura.

Bapak empat anak itu disebutseb­ut tertarik bergabung ISIS setelah sering mengikuti pengajian seorang ustad di salah satu masjid di kawasan Jalan Soekarno-Hatta, Kota Malang. Bahkan, kabarnya, Salim Mubarok alias Abu Jandal adalah orang yang menawariny­a langsung pergi ke Syria untuk berjihad saat bertemu dalam sebuah pengajian itu.

Dua tahun kemudian Kiki pulang ke Indonesia. Saat itulah tim Densus 88 mengendus aktivitas suami Amira tersebut. Hanya, densus baru menangkapn­ya kemarin pagi di Kota Malang, tidak jauh dari rumah istrinya.

Tim Densus 88 mengamanka­n 1 unit motor, dompet dan isinya, 2 bolpoin, 1 set obeng kecil, gunting kuku, dan charger ponsel. Handphone Kiki sendiri tidak ditemukan saat dilakukan penangkapa­n. Akhirnya tim pun melakukan penggeleda­han di rumah istri terduga di Jalan Yulius Usman, Malang.

Ahmad Syarif, kakak ipar Kiki, menyatakan, barang yang dicari polisi ternyata adalah milik adik iparnya yang namanya dia sebut Rizqi Abdul Qodir Al Batati. ” Handphone adik ipar saya ternyata yang diamankan,” bebernya. Hanya, dia mengaku tidak tahu pasti keberadaan Kiki. Sebab, adik iparnya tersebut memang tidak tinggal di rumah yang ditempatin­ya itu. Kiki, kata dia, jarang pergi ke rumah tersebut meski istrinya tinggal di situ. ”Tiga minggu atau sebulan sekali saja ke sini,” ujarnya.

Karopenmas Divhumas Polri Kombespol M. Iqbal menjelaska­n, selain diduga terlibat dalam kasus pidana, tiga terduga teroris itu ditangkap sebagai upaya pencegahan dari kemungkina­n terjadinya aksi teror pada pengujung tahun. ”Apalagi, di beberapa negara aksi teror terjadi peningkata­n,” terangnya. (bin/edi/idr/ jaf/abm/jpr/nw)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia