Temukan Permen Rasa Manis Gatal
Bambang masih saja menebaknebak benda apa yang mengambang itu. Tebakannya, kalau bukan lemari, ya kandang ayam. Dua benda tersebut biasa ditemukan di pintu air. Mungkin, hampir setiap hari ada. Entah pemiliknya sengaja membuangnya. Atau, secara tidak sengaja terbawa arus. Setelah diangkat, barulah diketahui bahwa benda itu hanya kandang ayam.
Sampah-sampah lain terus berdatangan. Kali ini gelondongan batang pisang yang paling dibenci para petugas. Ibarat tinju, batang tersebut adalah sampah kelas berat. Tenaga lima orang saja belum cukup untuk menandinginya. Butuh delapan orang untuk menariknya. ’’ Ji, ro, lu (satu, dua, tiga, Red) tarik,” teriak salah seorang petugas menyemangati.
Ada lebih banyak batang pisang yang harus diangkut. Tampaknya batang itu bekas dekorasi acara pernikahan. Sang empunya sengaja membuang batang tersebut ke sungai. Tanpa pintu penyaring dan para petugas, batang pisang itu bisa saja merusak pompa bernilai miliaran rupiah.
Di belakang para petugas tersebut sudah banyak tumpukan sampah. Mereka mengumpulkannya selama lima jam. Mulai pukul 16.00. Bukan hanya batang pisang yang telah diangkat. Ada juga sampah kelas berat lainnya. Yakni, batang pohon keres, bantal, guling, kasur, dan karpet. Terkadang dipan dan lemari kayu ikut terbawa arus hingga ke muara. Seolah ada yang membuang seisi kamar ke sungai.
Setelah satu jam, seluruh sampah telah diangkat. Para petugas beristirahat sejenak. Beberapa orang mandi untuk menunaikan salat Isya. Cukup 20 menit istirahat, sampahsampah terkumpul lagi.
Para petugas berkumpul di ujung barat pintu air. Tampaknya, Sabar, salah seorang petugas, menemukan harta karun. Dia baru saja mengangkat tas koper Polo berwarna merah hati. Masih bagus, tanpa cacat. ’’ Sik ya, tak nang bandara. Budhal umrah (Sebentar ya, aku ke bandara. Berangkat umrah, Red),” kelakar Sabar sambil menyeret koper itu.
Petugas lainnya, Muhammad Nasir, penasaran. Dia mengocokkocok tas itu. Ada isinya, tapi tas tersebut terkunci. Ada tiga kode angka yang harus dipecahkan. Kode pertama yang dicoba 000 tapi gagal. Lantas 123, gagal juga. Kode apa pun dijajal. Tetap gagal. Ada seribu kemungkinan, mulai 000 hingga 999. Jika dicoba satu per satu, waktu mereka bisa tersita hanya untuk mengurusi koper itu.
” Jukukno cutter, disuwek ae (Ambilkan cutter, disobek saja, Red),” ujar Bambang yang ikut berkerumun. Namun, Nasir menolaknya karena koper itu masih bisa dipakai. Lebih baik memotong ritsleting yang tersambung ke kunci koper. Tapi, saat itu tidak ada alat pemotong. Jadi, tas disingkirkan dahulu, lalu kerja dilanjutkan.
Para petugas berkumpul lagi. Kali ini mereka menemukan kaleng permen Fox rasa buahbuahan. Masih tersegel dan utuh. Kedap udara, kedap air. Pompa air Balong II jauh dari pertokoan dan permukiman. Jadi, permen itu jadi camilan yang lumayan memanjakan lidah mereka.
Sabar mencoba permen berwarna merah. Tapi, dia masih agak ragu-ragu memasukkan seluruh permen ke mulut. Dia hanya menyentuh permen itu dengan ujung lidahnya. Rekan- rekannya mempertanyakan apakah permen tersebut tidak kedaluwarsa?
Setelah dibolak-balik, diketahui bahwa ada kode kedaluwarsa di dasar kaleng. Tertulis bahwa tanggal kedaluwarsa itu sudah lewat dua tahun. ’’ Rasane sik legi tapi rodok gatel (Rasanya masih manis tapi agak gatal, Red), ” seloroh Sabar, lalu membuang kaleng permen tersebut ke tumpukan sampah.
Di sungai, sampah apa pun ada. Para petugas pernah menemukan tas berisi uang tunai dan bajubaju baru. Ada juga anting-anting emas tapi hanya sebelah. Jika begitu, hasilnya dibagi rata untuk membeli kopi.
Tapi, mereka juga pernah sial. Menemukan bangkai-bangkai hewan hingga mayat bocah yang terbawa arus saat bermain di sungai. Tentu mereka tidak mengharapkan temuan seperti itu.
Pukul 21.00 air laut mulai meninggi. Eko Mulyono, operator pompa, menutup pintu air agar air yang dipompa tidak kembali lagi. Ketinggian air sungai saat itu mencapai 120 sentimeter.
Air sungai harus terus dikuras karena mendung menutupi seluruh angkasa. Bulan dan bintang tidak terlihat satu pun.
Ketinggian air harus terus dijaga agar tidak terjadi genangan di daerah di selatan Kali Balong. Kali tersebut dialiri air dari Balongsari, Margomulyo, Kupang Indah, Darmo Indah, Banyu Urip, hingga Manukan. Itu adalah daerah rawan genangan. Karena itu, keberadaan rumah pompa Balong II sangat dibutuhkan.
Rumah pompa tersebut bisa mengalirkan air hingga 18 meter kubik per detik. Hanya dalam 2 menit 18 detik, pompa-pompa itu bisa memindahkan air sungai ke kolam renang ukuran Olimpiade dengan volume 2.500 meter kubik.
Setelah dua jam dipompa, air sungai kian surut. Pompa-pompa tersebut kekurangan air. Pada saat itulah satu per satu pompa mati secara otomatis karena hanya memompa udara. Eko harus menuju ruangan kontrol untuk menyalakan kembali pompa-pompa itu. Tekanan air tidak boleh mengendur.
Dia lantas mengecek bagian belakang pompa untuk memastikan bahwa air mengalir dengan deras melalui pipa raksasa berdiameter 1 meter. Pipa tersebut mengeluarkan air berbuih. Itu tandanya, air sungai tercemar limbah detergen.
Dua hari sebelumnya, hujan turun lebih deras. Debit air kiriman dari selatan lebih banyak. Genangan mengubah Jalan Osowilangun hingga Kalianak menjadi sungai berair cokelat. Kondisi itu diperparah oleh air laut yang sedang pasang.
Malam itu, bulan sedang purnama. Sempurna. Pompa bekerja sepanjang hari tanpa henti.
Pada saat itu, rumah pompa tidak boleh mati sehingga ada genset yang siap siaga. Tangki berisi solar 6.000 liter disiapkan untuk memastikan bahwa aliran sungai tetap lancar. Operator pompa seperti dirinya juga harus disiagakan. ”Jam kerja kami dua hari penuh, setelah itu gantian dengan operator lain. Jadi harus menginap di sini,” ujar Eko yang tinggal di daerah Simo.
Setelah berkeliling rumah pompa, para petugas beristirahat lagi. Mereka masih penasaran dengan isi tas itu. Beberapa kombinasi kode kunci dicoba. Namun, tetap saja gagal. Sehari setelahnya, Bambang mengabarkan melalui pesan WhatsApp bahwa tas tersebut sudah berhasil dibuka dengan cara dicongkel kuncinya. Isinya hanya air. (*/c7/dos)