Desain Sampul Merepresentasikan Isi
SURABAYA – Jangan menilai buku dari sampulnya. Kalimat itu terdengar klise. Meski demikian, tak sedikit orang yang tertarik dengan buku dari melihat sampulnya. Jadi, sampul buku juga punya peran lho. Tak boleh dibuat sembarangan. Bincang-bincang mengenai sampul buku bersama Puku Genta Shimaoka dan Sekar Wulandari menjadi agenda seru bagi para pencinta buku kemarin (23/12).
Acara yang dihelat Goodreads Indonesia regional Surabaya tersebut dihadiri sekitar 15 orang. Dalam presentasi sederhana, Ndari memaparkan gambaran dasar tentang mendesain sebuah sampul buku.
Genta dan Ndari merupakan desainer sampul buku. Mereka tergabung dalam brand desain Suku Tangan. Genta dan Ndari telah menggarap setidaknya 50 proyek sampul dari deretan nama novelis Indonesia. Sebut saja, Madina Malahayati Chumaera dan Linda Christanty. Juga, Leo Tolstoy dan Jose Saramago.
Kerja sama sepasang kekasih itu diwujudkan dalam proyek kreatif. Cover memiliki peran mengomunikasikan pesan penulis. Ndari memiliki background psikolog. Dia juga pencinta buku. Hobi membaca dan ilmu psikologinya diaplikasikan untuk memecahkan teks atau sinopsis novel dari penulis.
”Apa sih yang sebenarnya mau dia sampaikan? Komponen apa sih yang harus ada? Siapa target pembacanya? Harus saya pecahkan,” terangnya saat ditemui di Tanak Melayu.
Sementara itu, Genta bekerja dari balik laptopnya. Yakni, membuat ilustrasi digital. Dia merupakan lulusan Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Pada 15 Desember Suku Tangan meraih bronze pada Pinasthika Creative Festival kategori book cover design dari novel berjudul Teka-Teki Terakhir Fermat yang ditulis Annisa Ihsani.
Selain merepresentasikan isi buku, perancang sampul buku harus membuat pembaca penasaran. ”Jangan sampai cerita bisa tertebak hanya dari melihat sampul,” tambah Genta.
Komponen yang tak kalah penting adalah teknik warna dan pemilihan font. ” Font harus presisi, sesuai genre, dan mudah dibaca,” tegas laki-laki 24 tahun itu. (esa/c10/nda)