Jawa Pos

Ini Dia, Calon Penguasa Jawa-Bali

Setelah Jakarta rampung menggelar pilgub DKI, kini Jabar, Jateng, Jatim, dan Bali berancang-ancang memilih pasangan terbaik untuk menjadi gubernur dan wakilnya.

- DIBANDING

Jawa Barat dan Jawa Tengah, pilgub Jawa Timur boleh dibilang paling jelas rivalitasn­ya. Sejak sebulan lalu pasangan calon (paslon) Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas dan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak sudah terasa berhadap-hadapan. Gus Ipul -Anas adalah pasangan yang diusung PDIP-PKB, sedangkan Khofifah-Emil menjadi andalan koalisi Partai Demokrat, Golkar, PPP, Nasdem, dan Hanura.

Di Jawa Barat baru koalisi Partai Ge- rindra, PKS, dan PAN yang sudah resmi mengusung Mayor Jenderal TNI (purnawiraw­an) Sudrajat dan Ahmad Syaikhu sebagai bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub-cawagub)

Beberapa tokoh yang diprediksi bakal maju antara lain Dedi Mulyadi, Deddy Mizwar, Ridwan Kamil, dan Anton Charliyan. Ada pula nama-nama lain seperti Uu Ruzhanul Ulum, Syaiful Huda, dan Iwa Karniwa. Hingga pergantian tahun 2017, belum ada paslon lain yang sudah dideklaras­ikan secara resmi.

Kondisi serupa terjadi di Jateng. Hanya koalisi Partai Gerindra, PAN, dan PKS yang sudah mendeklara­sikan pencalonan Sudirman Said sebagai bakal cagub. Tapi, wakilnya pun masih belum pasti. Bagaimana PDIP yang menjadi pemenang pemilu? Partai banteng itu dikabarkan bakal mengusung sang incumbent Ganjar Pranowo. Memang ada beberapa nama lain yang muncul. Antara lain Sri Puryono, Hadi Prabowo, Gatot Nurmantyo, Pramono Edhie Wibowo, Wisnu Suhardono, dan Yusuf Chudlori. Namun, seperti halnya Jabar, nama-nama tersebut belum mengantong­i tiket resmi dari parpol.

Lain lagi pilgub Bali. Di sana peta pertarunga­n sepertinya sudah tergambar. Ada dua paslon yang bakal bertarung. Yakni I Wayan KosterTjok­orda Oka Artha Ardana Sukawati alias Koster-Cok Ace dan IB Rai Dharmawija­ya Mantra-Ketut Sudikerta alias Dharma-Kerta.

Parpol bakal habis-habisan untuk memenangka­n jagonya di Jawa dan Bali. Khususnya di Jatim, Jateng, dan Jabar. Sebab, tiga wilayah itu bisa menjadi lumbung suara dalam Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019. Ya, pilgub memang terkait erat dengan pileg dan pilpres. Karena itu, penyusunan strategi pilgub selalu dikaitkan dengan pileg maupun pilpres.

Pengamat politik Siti Zuhro menyatakan, pilkada di Jatim, Jabar, dan Jateng menjadi incaran banyak partai. ”Sangat seksi,” ucapnya saat dihubungi Jawa Pos Sabtu lalu (30/12). Kemenangan di wilayah Jawa bisa menjadi indikator untuk mengukur elektabili­tas partai dalam Pemilu 2019. Sebab, setiap partai memerlukan pijakan untuk menentukan strategi politik. ”Nah, pilkada merupakan salah satu pijakannya,” imbuh dia.

Siti menganalis­is, ada tiga tokoh besar yang akan bermain dalam pilkada serentak kali ini. Yakni Megawati Soekarnopu­tri (ketua umum PDIP), Prabowo Subianto (Gerindra), dan Susilo Bambang Yudhoyono (Demokrat). ”Sudah bisa ditebak dari awal,” ujarnya.

Menurut Siti, pertarunga­n itu juga tampak dalam pilkada DKI Jakarta dan Banten sebelumnya. Koalisi Partai Gerindra dan PKS berhasil memenangi pilgub. Namun, kata dia, pertanyaan­nya: apakah kemenangan di pilkada DKI bisa diperoleh juga di daerah lain? ”Itu menjadi pertanyaan besar,” tuturnya. Sebab, setiap daerah punya ciri khas masing-masing. Parpol tentu sudah memetakan kekuatan politik di setiap daerah.

Peneliti senior LIPI tersebut menjelaska­n, kondisi di Jabar sangat dinamis. Baru saja terjadi cuaca politik ekstrem, yaitu ketika PKS dan PAN mencabut dukungan kepada Deddy Mizwar alias Demiz yang didukung Partai Demokrat. PKS dan PAN kemudian bergabung dengan Gerindra.

Pilgub Jateng juga masih sangat dinamis. Gerindra, PKS, dan PAN bersama-sama mengusung Sudirman Said. Malah, kata Siti, PDIP yang belum menentukan sikap. Padahal, Jateng termasuk salah satu ”kandang banteng”. Mengenai pilgub Jatim, dia mengakui bahwa langkah politik di sana lebih tangkas. ”Itu tidak lepas dari proaktifny­a PKB,” ujarnya. Sekarang tinggal menunggu keputusan politik Gerindra, PKS, dan PAN.

Terkait dengan koalisi, akademisi yang meraih gelar PhD ilmu politik dari Curtin University, Perth, Australia, itu mengatakan, Gerindra, PKS, dan PAN sedang berupaya membangun koalisi untuk menghadapi pemilu. Apakah koalisi tersebut bertahan sampai pemilu? Menurut Siti, dalam politik tidak ada yang absolut. Jadi, tetap terbuka berbagai kemungkina­n. ”Kalau sudah sampai detik terakhir baru absolut,” tutur perempuan kelahiran Blitar itu.

Sebelum paslon resmi terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), semua kemungkina­n memang masih bisa terjadi. Karena itu, hingga kini masih banyak parpol yang belum bersikap. Pengamat politik sekaligus Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W. Oetomo berpendapa­t, gejala paslon yang belum jelas terjadi karena peta politik nasional yang terbelah menjadi tiga. ”Pergulatan tiga pendulum ini, yakni Jokowi, Prabowo, dan Partai Demokrat, sangat berpengaru­h pada peta politik nasional serta daerah,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin (31/12).

Dalam beberapa aspek, ujar Mochtar, tiaptiap kubu atau partai mengingink­an suara linier sampai ke daerah. Faktanya, suara daerah tidak bisa serta-merta disamakan dengan nasional. Itulah yang membuat rekomendas­i paslon di banyak daerah tersendat.

Mochtar menerangka­n, parpol dihadapkan pada banyak pilihan. Tidak terfokus pada sosok-sosok yang pernah bertarung. Bahkan, soal koalisi pun masih sangat cair. Di Jatim pun sebenarnya masih tersisa teka-teki, yakni poros ketiga. Menurut Mochtar, meskipun waktunya semakin mepet, kemungkina­n munculnya poros ketiga masih tinggi.

”Kalau melihat situasi di provinsi lain, Jabar, PKS akhirnya bergabung dengan Gerindra walaupun tadinya bersama Demokrat,” urainya. Hal yang sama mungkin terjadi di Jatim. Mochtar optimistis karena Gerindra-PAN-PKS menunjukka­n kecenderun­gan yang sama di banyak daerah. Malah, dari sisi koalisi partai, Mochtar menilai Gerindra, PAN, dan PKS lebih pasti daripada poros PDIP.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia