Jawa Pos

KPK Sarankan Pilkada Melalui DPRD

- (tyo/lum/c10/fat)

kepala daerah (pilkada) serentak 2018 tinggal menghitung hari. Namun, catatan buruk terhadap pelaksanaa­n pesta demokrasi lima tahunan di daerah itu masih terus membayangi. Salah satunya dari Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) yang menilai sistem pilkada tersebut tidak akan maksimal mencetak kepala daerah berintegri­tas.

Catatan itu merupakan hasil studi KPK tentang potensi benturan kepentinga­n dalam pendanaan pilkada pada 2017. Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, dari hasil kajian itu, sistem pilkada yang saat ini diterapkan memaksa calon kepala daerah mengeluark­an biaya politik tinggi. ”Yang mengeluh (tingginya biaya politik) bukan satu atau dua orang,” ujarnya.

Persoalan mendasar dalam pilkada mendatang dipastikan juga masih sama dengan sebelumnya. Sebab, belum ada perubahan di aturan pilkada yang menginvent­aris persoalan tingginya biaya pencalonan tersebut. ”Yang kami lihat, kok sistem (demokrasi) jadi begini. Semua mengeluh, tapi nggak ada yang bergerak. Partai mengeluh, kader mengeluh,” ungkapnya.

Pahala mengusulka­n, sistem pilkada saat ini diganti dengan pemilihan melalui keterwakil­an DPRD di daerah masing-masing. Dengan demikian, biaya pencalonan dan operasiona­l selama kampanye tidak membengkak seperti sekarang.

KPK pun memberikan jaminan kepada pemerintah terkait dengan pengawasan anggota DPRD tersebut. Setidaknya, lembaga superbodi itu bakal meminimalk­an praktik bagi-bagi uang ke anggota dewan. ”Jadi, mana yang lebih gampang, mengontrol 30 juta pemilih atau DPR yang hanya 100?,” ucapnya.

Menurut Pahala, sistem keterwakil­an DPRD itu juga dapat memaksimal­kan proses kaderisasi di setiap partai. ”Jadi, (kalau sistem pilkada lewat DPRD dijalankan) kampanye murah, DPRD-nya dikontrol, pengaderan bisa jalan,” imbuh dia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia