Perempuan Pertama Finlandia yang Tuntaskan World Marathon Majors
Buku berjudul Juoksijan Sielu melengkapi koleksi buku tentang lari yang beredar di dunia. Penulisnya, Tarja Virolainen, adalah perempuan Finlandia yang sudah keliling dunia untuk berlari. Sayangnya, buku yang akan di- launching 4 Januari 2018 tersebut bar
Jumat, 22 Desember 2017, Tarja Virolainen, direktur keuangan sebuah perusahaan agency yang tinggal di Helsinki, Finlandia, berbagi foto di grup WhatsApp eks peserta Kenya Experience #8. Grup WhatsApp tersebut beranggota para pelari dari berbagai negara yang mengikuti training camp lari di High Altitude Training Center (HATC) di Iten, Kenya, 24 Juli hingga 6 Agustus 2017. Wartawan Jawa Pos Tomy C. Gutomo merupakan salah seorang yang ada di grup tersebut.
Posting- an Tarja kali ini menjadi kejutan bagi anggota grup tersebut. Dia berfoto dengan sebuah buku berjudul Juoksijan Sielu, karyanya. Dia menyampaikan bahwa buku yang ditulisnya sudah selesai. Ada 309 halaman, ditambah delapan halaman merupakan foto-foto. ’’Akan resmi saya publikasikan 4 Januari 2018,’’ kata Tarja.
Juoksijan Sielu berarti jiwa seorang pelari ( the soul of the runner). Dalam buku tersebut, perempuan 44 tahun itu menceritakan kisahnya sebagai pelari sejak mengikuti race marathon (42,195 km) pertamanya hingga maraton kesepuluh pada November lalu di Athena Marathon.
Terutama terkait prestasinya menyelesaikan enam race paling favorit dunia yang masuk The Abbott World Marathon Majors, yakni Tokyo Marathon, London Marathon, Berlin Marathon, Chicago Marathon, New York Marathon, dan Boston Marathon. Dia meraih personal best di London Marathon pada 2015. Catatan waktunya, 3 jam 15 menit. ’’Saya adalah perempuan pertama Finlandia yang menyelesaikan world marathon majors dan mendapat enam mendali finsher,’’’ kata Tarja.
Menurut Tarja, di bukunya itu dirinya mencoba mencari tahu rahasia di balik lari. Selain mendeskripsikan perkembangan dirinya, Tarja mewawancarai 23 profesional dari berbagai bidang. Mulai dokter olahraga, psikolog evolusioner, ahli gizi, atlet, hingga pelatih. Apakah akan diterbitkan dalam bahasa Inggris? ’’Saya sangat berharap begitu! Saat ini hanya dalam bahasa Finlandia. Mudah-mudahan juga akan diminati negara lain,’’ katanya.
Gagasan menulis buku kali pertama muncul pada awal 2016. Kemudian, dia mulai menulis pada musim semi tahun itu. Dengan demikian, kalau ditotal, Tarja membutuhkan 1,5 tahun untuk menyelesaikan bukunya tersebut.
Kisah tentang perjalanannya mengikuti kamp di Kenya juga diceritakan cukup banyak di buku itu. Baginya, pengalaman selama dua pekan di Kenya adalah salah satu yang terbaik seumur hidupnya. Cukup detail, Tarja menulis tentang program-program latihan yang dijalaninya di Kenya. ’’Dan tentu saja tentang bukit Fluorspar. Kamu pasti juga tidak akan lupa soal bukit itu,’’ katanya. Di Fuorspar Hill, Tarja dan peserta kamp yang lain harus berlari di tanjakan 4–5 persen sejauh 21 km. Tanpa turunan sama sekali.
Bagi Tarja, Kenya mengingatkan dirinya akan hal-hal mendasar tentang berlari. Pada akhirnya, yang paling penting dalam berlari adalah ritme dan kenikmatan pribadi. Bukan tentang kecepatan atau jarak. ’’Seperti yang dikatakan Brother Colm O’Connell, Kenya adalah menghirup udara segar dalam berlari. Saya setuju,’’ ujarnya. Colm O’Connell adalah seorang guru asal Irlandia yang banyak mengorbitkan juara dunia lari di Kenya. Saking banyaknya atlet yang diorbitkan, dia dijuluki the godfather- nya pelari Kenya.
Obsesi Tarja selanjutnya adalah ingin merasakan maraton di tujuh benua pada 2023. Pada tahun itu, usianya 50 tahun. Hingga saat ini, dia sudah merasakan maraton di Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Pada 2018, dia ingin berlari maraton di Australia atau Amerika Selatan. ’’Saya akan putuskan Januari ini,’’ kata perempuan yang lahir pada 1973 itu.