Cinta yang Tak Tergerus Tren
Masih ada harapan bagi mereka yang tidak rela fixie mati. Empat orang ini mendapat pemasukan sambil tetap melampiaskan hobi yang sudah banyak ditinggal fansnya itu.
MENEROBOS teriknya matahari menjadi agenda sehari-hari Emil Fauzan, Moch. Laksmana Putra, Aditya Prakoso, dan Gatot Wicaksono. Empat pemuda itu berpencar menelusuri trotoar dan gang-gang sempit Surabaya dengan menggunakan sepeda fixie ( fixed-gear bicycle). Keringat yang membasahi wajah dengan sendirinya mengering oleh angin.
Di punggung mereka, paket-paket yang dikemas dengan kertas cokelat dilapisi plastik menumpuk. ’’ Ini (empat buah paket) harus saya antarkan ke gedung perkantoran di Jalan Darmo sebelum jam 12,’’ ucap Putra. Dia menepi sejenak di trotoar, mencari keteduhan pohon di Taman Bungkul
Lulusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Adi Buana itu menenggak air dari botol. Lalu, kembali mengayuh sepeda.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Putra membuat janji untuk makan siang dengan ketiga temannya di warung es teler yang tidak jauh dari Kebun Binatang Surabaya, Wonokromo. Empat pemuda tersebut merupakan rider (sebutan untuk kurir) Westbike Messenger Service (WMS) Su raba ya. WMS merupakan jasa pengantaran paket khusus dengan menggunakan sepeda fixie.
Dalam sehari, setiap rider bisa mengirim 70 paket. Dalam sekali keberangkatan, mereka mampu menggendong tas yang berisi 30 paket dengan bobot 5–10 kilogram. Bergantung kemauan dan kemampuan. Para rider memiliki latar belakang profesi yang berbeda. Mereka dipertemukan hobi bersepeda. Emil, misalnya. Ayah tiga anak tersebut sempat dua tahun bekerja sebagai
marketing di bank swasta. Hobi membawanya beralih pekerjaan. ’’ Resign,’’ ucapnya singkat.
Bagi dia, seseorang yang beruntung adalah yang bisa bekerja sesuai
passion. Sama seperti Emil, Putra juga memilih menjadi kurir yang mengandalkan sepeda fixie. Bekerja dengan menggunakan sepeda membuat guru privat bahasa Inggris tersebut menyandang dua profesi. ’’ Kalau pagi saya ngurir, sorenya
ngelesi,’’ tambahnya.
Keempatnya merupakan saksi kejayaan sepeda fixie yang sempat meramaikan jalan-jalan kota. Pada 2011 warna-warni sepeda itu berseliweran ditunggangi anak-anak muda ketika car free day. Sejalan dengan kesuksesannya, tumbuh beragam jenis usaha terkait sepeda. Salah satu pengu- saha yang sukses kala itu adalah Hendi Rachmat. Di Jakarta, dia mendirikan toko sepeda fixie plus beragam onderdilnya. Toko tersebut bernama Westbike.
Namun, kejayaan itu cepat berlalu. Tidak sampai dua tahun popularitas sepeda yang untuk mengerem harus memutar pedal ke arah belakang ( door trape) tersebut meredup. Satu per satu yang tumbuh bersama fixie tumbang. Sebagian anak muda lainnya terseret arus tren berikutnya. Mereka beralih ke yang lain.
Toko sepeda fixie Westbike yang sempat maju pun tutup. Hampir berbarengandengansejumlahtoko sepeda fixie lainnya. Namun, Hendi tidak patah arang. Pria kelahiran 6 Maret1977itumembangunharapan untukmerekayangbenar-benarcinta pada fixie. Dia lantas mendirikan WMS pada Oktober 2013. Berawal di Jakarta, WMS kini menyebar hingga Bandung, Bogor, dan terbaru Surabaya. WMS merangkul komunitas sepeda fixie di setiap kota tersebut.
Di Surabaya, mereka bergerak di bawah Indonesian Bike Messenger Association dan bekerja sama dengan jasa ekspedisi sebagai payung kontrak. Semua yang terlibat dalam bisnis sama-sama mencintai aktivitas bersepeda yang di negara asalnya, AS, kerap dikenal sebagai sepeda pengantar pos atau koran. Tidak peduli, meski orang melihatnya sudah ketinggalan tren.
Untuk mempertahankan kecintaan orang pada sepeda fixie, Hendi berharap ada kegiatan selain kumpulkumpul komunitas. Hingga akhirnya, tercipta ide bisnis kurir tersebut. Rider tetap menjalankan hobi sekaligus bisa menambah penghasilan. ’’ Selain efektivitas waktu karena kemacetan di kota, isu tentang lingkungan juga kami bawa,’’ tutur ayah satu putra itu.