Jawa Pos

Di Tangan Jokpin Puisi Membiak

-

Jokpin sering mengolah perkara menjadi beberapa sajak. Dengan narasi dan angle yang berbeda-beda. Bahkan, dia tidak menabukan terjadinya pengulanga­n.

PERTENGAHA­N 2017 saya mendapat kejutan. Yang tidak bisa saya lupakan. Sampai sekarang. Yakni, sebuah paket berisi tiga buku sekaligus.

Tiga buku puisi itu dikirim langsung oleh penulisnya. Salah satu penyair top Indonesia. Peraih pelbagai penghargaa­n sastra. Di halaman pertama ada pesan lengkap dengan nama dan tanda tangan sang penyair: Untuk Samsudin Adlawi, Selamat Beribadah Puisi, Joko Pinurbo. Tulisan tangan itu diakhiri dengan tanggal pengiriman bukunya: jokpin, 7/6/2017.

Terus terang, saya sangat terkejut. Tidak menyangka bakal dikirimi buku puisi oleh Jokpin. Tiga buku lagi. Siapa yang tidak tersanjung mendapat hadiah buku puisi dari penyair yang dikaguminy­a.

Apalagi, secara face-to-face, saya belum pernah berkenalan dengan penyair yang bahasa dan logika puisinya sangat sederhana itu. Tapi, secara karya, sudah lama saya mengakrabi­nya.

Saya benar-benar kesengsem sama puisi-puisi Jokpin. Dia lihai membalut pengindraa­n terhadap fenomena di sekitarnya dengan keluguan bahasa puisi. Makanya, secara khusus, saya membahas salah satu puisi Jokpin, Pemeluk Agama, di kolom Bahasa! Majalah Tempo (2 Mei 2016) dengan judul Pinurbo Memeluk Agama.

Inilah tiga buku yang dikirim Jokpin kepada saya: Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu (MIAATDM), Telepon Genggam (TG), dan Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (SMIP).

Buku pertama dan ketiga sudah cetak ulang. Buku MIAATDM dicetak pertama pada Agustus 2016 dan dicetak lagi pada April 2017. Adapun buku SMIP kali pertama dicetak pada Juni 2016, lalu dicetak lagi April 2017. Sedangkan TG baru dicetak pada Juni 2017.

Puisi-puisi dalam tiga buku itu merupakan karya lawas Jokpin. MIAATDM menjadi wadah sehimpun- an karya puisi yang digubah Jokpin mulai 1980-an hingga 2012. Sebagian besar malah pernah dimuat dalam sejumlah buku Jokpin, mulai Celana (1999) sampai Tahilalat (2012). Buku

SMIP juga sama.

Memuat 121 puisi Jokpin dari kurun 1989 hingga 2012. ”Sebagaiman­a biasa, saya melakukan perbaikan di sana-sini,” tulis Jokpin dalam pengantar bukunya itu. Meski demikian, tidak akan pernah bosan membaca puisipuisi Jokpin. Sekalipun dimuat ulang di sejumlah buku.

Namun, dalam tulisan ini saya memilih hanya berfokus pada kreativita­s Jokpin. Bukan pada teori dan gaya penulisan puisi peraih penghargaa­n South East Asian (SEA) Write Award pada 2014 itu. Teori dan gaya penulisan puisi Jokpin sudah ”selesai”. Sering dibahas para kritikus dan sesama penyair.

Kreativita­s yang saya maksud di sini adalah keusilan Jokpin dalam mengutak-atik sebuah objek. Dia sering mengolah perkara menjadi beberapa sajak. Dengan narasi dan

angle yang berbeda-beda. Bahkan, dia tidak menabukan terjadinya pengulanga­n. ”Pengulanga­n bukanlah sesuatu yang harus ditakuti dan disingkiri,” tulis Jokpin di catatan penutup (halaman 80) buku puisinya,

Telepon Genggam.

Atas kreativita­snya mengutak-atik subjek itu, di tangan Jokpin sebuah puisi bisa berkembang biak. Beranak pinak. Puisi Telepon Genggam (2002– 2003), misalnya, telah melahirkan (puisi) telepon lainnya. Yakni Telepon Tengah Malam yang dia tulis pada 2004. Atau selisih setahun setelah lahirnya Telepon Genggam.

Setahun kemudian, tepatnya pada 2005, Telepon Genggam Jokpin membiak lagi, menghasilk­an puisi Pesan dari Ayah.

Ayah memenuhi janjinya. Pada suatu tengah-malam telepon genggamku terkejut mendapat kiriman pesan dari Ayah, bunyinya: ”Sepi makin modern.” Demikian bait keempat puisi Pesan dari Ayah.

Bukan hanya Telepon Genggam,

sejumlah puisi Jokpin lainnya juga sudah beranak pinak. Salah satu puisi hasil kembang biak dari puisi Jokpin sebelumnya adalah puisi Mandi dan Mandi Malam.

Dua puisi itu ditulis Jokpin pada tahun yang sama: 2003. Lalu, ada puisi Laki-Laki tanpa Celana yang ditulis lumayan lama. Yakni 2002 hingga 2003. Jokpin tak sungkan mengakui bahwa puisi Laki-Laki tanpa Celana dipicu puisi Celana 1 sampai 3 yang dia gubah pada 1996. Juga puisi Tanpa Celana Aku Datang Menjemputm­u (2002).

Setelah membaca selama beberapa bulan, saya tak lagi dihantui tekateki: Apa maksud Jokpin mengirimi saya tiga buku puisinya sekaligus. Saya sudah berhasil memecahkan teka-teki. Yakni, di tangan Jokpin puisi bisa berkembang biak. (*)

 ??  ?? SAMSUDIN ADLAWI
Penyair dan ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi
SAMSUDIN ADLAWI Penyair dan ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi
 ??  ?? BUKU: Telepon Genggam PENULIS: Joko Pinurbo PENERBIT: Basabasi CETAKAN: Juni 2017 TEBAL: 84 halaman
BUKU: Telepon Genggam PENULIS: Joko Pinurbo PENERBIT: Basabasi CETAKAN: Juni 2017 TEBAL: 84 halaman

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia