Myanmar Siapkan Dua Kamp Rohingya
Hanya Urus Pemulangan 150 Orang Per Hari
DHAKA – Jadwal repatriasi alias pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar tinggal hitungan hari. Namun, masalah yang belum terselesaikan masih banyak. Mulai kerelaan warga untuk dipulangkan, proses verifikasi yang rumit, hingga ketakutan akan kebengisan militer Myanmar yang bakal terulang.
Hari ini (15/1) tim gabungan Myanmar-Bangladesh bertemu di Naypyitaw untuk membahasnya. Tim tersebut terdiri atas para perwakilan pegawai pemerintah yang ditunjuk dua negara. Itu kali pertama mereka akan bertemu. Dua pejabat senior Bangladesh yang terlibat dalam pertemuan tersebut mengakui, masih banyak hal yang harus diselesaikan. Sejauh ini, mereka belum mengetahui kapan repratiasi gelombang pertama direalisasikan.
Salah satu masalah terbesar adalah proses verifikasi. Banyak pengungsi Rohingya yang tidak memiliki dokumenm karena rumah-rumah mereka dibakar. Mereka tiba di Bangladesh tanpa membawa apa pun. Mereka kemungkinan akan diberi kelonggaran. Mereka yang tidak mengantongi berkas apa pun akan diwawancarai petugas. Diminta menyebutkan nama jalan serta tempat-tempat di desa yang mereka tinggali dulu.
Tapi, pemerintah Myanmar tetap boleh menolak siapa pun yang dianggap tidak layak verifikasi. ”Pemulangan ini akan kacau dan kompleks,” ujar Shahidul Haque, pejabat Kementerian Luar Negeri Bangladesh yang memimpin delegasi ke Myanmar, seperti dilansir Reuters.
Ada daftar 100 ribu pengungsi Rohingya yang akan diserahkan ke otoritas di Myanmar. Mereka dipilih secara acak. Pemerintah Myanmar akan memeriksa namanama mereka dan mencocokkan dengan data penduduk sebelum terjadi eksodus besar-besaran akhir Agustus tahun lalu. Mereka yang disetujui akan ditanya apakah mau dipulangkan atau tidak.
Pemerintah Myanmar telah menyiapkan dua kamp repatriasi untuk menampung sementara penduduk Rohingya yang pulang. Pejabat senior di Kementerian Tenaga Kerja, Imigrasi, dan Kependudukan Myanmar Myint Kyaing mengungkapkan, pihaknya siap memproses kepulangan 150 orang pengungsi per hari. ”Nanti petugas juga mengecek apakah pengungsi yang pulang itu masuk daftar teroris atau tidak,” katanya.
Sementara itu, Zaw Htay, juru bicara pemerintah Myanmar, mengungkapkan bahwa pengungsi yang pulang bisa mengajukan pendaftaran untuk menjadi penduduk. ”Pemulangan pertama sangat penting. Kami bisa belajar dari pengalaman itu, baik atau buruk,” ucap Htay.
Selama ini warga Rohingya dianggap sebagai penduduk Bangladesh yang masuk secara ilegal ke Myanmar. Selama puluhan tahun mereka tidak pernah diakui sebagai penduduk oleh Myanmar. Pergerakannya dibatasi. Mereka juga tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Optimisme repatriasi tersebut belum dirasakan sebagian besar pengungsi. Banyak yang menolak pulang karena masih merasa terancam. Bukan hanya kali ini konflik di Rakhine terjadi. Setiap konflik pecah, kebrutalan merajalela. ”Saya akan pulang jika hakhak dan keselamatan kami dijamin selamanya,” tegas Hamid Hussain, salah seorang pengungsi Rohingya di Bangladesh.