Masih Duduk di Bangku SMK, Kejar Lisensi C1
Wulan Widya Wati, Perempuan yang Jadi Wasit Futsal Berlisensi PSSI Di wilayah eks Karesidenan Madiun, Wulan Widya Wati terbilang sosok langka. Pada usianya yang belum genap 18 tahun, gadis itu sudah kerap dipercaya memimpin pertandingan resmi futsal.
SUDAH tiga pekan Wulan Widya Wati tidak melihat para pemain beradu tangkas menggocek bola di arena futsal. Selama itu pula dia belum pernah lagi meniup peluit penanda pertandingan berakhir atau terjadinya pelanggaran.
”Lagi sepi kompetisi. Terakhir jadi wasit saat turnamen futsal Jawa Pos Radar Madiun seri II Magetan pertengahan Desember tahun lalu,” kata Wulan.
Dua kaki gadis asal Desa Milangasri, Panekan, Magetan, itu juga sudah cukup lama tidak bersentuhan dengan si kulit bundar. Teman-temannya dari Magetan Putri Futsal Club (MPFC) kini jarang berlatih. Kondisi tersebut memaksanya hanya menghabiskan waktu sehari-hari untuk sekolah dan beraktivitas di rumah.
Ya, Wulan merupakan satu di antara sedikit perempuan yang hobi bermain futsal. Bahkan, tidak jarang gadis yang pada 3 Juni mendatang genap berusia 19 tahun itu merangkap sebagai wasit ketika rekan-rekan di klubnya berlatih.
Kepercayaan mengemban tugas sebagai pengadil lapangan –yang umumnya dilakukan laki-laki– tersebut tidak datang begitu saja. Setidaknya dia harus mengikuti kursus untuk mendapatkan sertifikat C3 berlisensi PSSI dengan standardisasi ketat.
”Awalnya berlatih menjadi wasit selama sebulan saat teman-teman klub latihan. Dilanjutkan kursus empat hari di Malang November tahun lalu,” bebernya.
Selama empat hari kursus, siswi kelas XII SMK itu diminta praktik memimpin pertandingan futsal antar pelajar SMP. Selama itu pula kemampuannya memimpin pertandingan dinilai. Termasuk aspek ketegasan dan ketepatan dalam mengambil keputusan. ”Juga ada seleksi tentang pemahaman pasal pertandingan dan tes kebugaran fisik,” ungkapnya.
Bungsu dua bersaudara tersebut merasa paling sulit memahami pasal pertandingan. Terutama pasal 12 dari 18 peraturan yang ada. Pasal bertaraf internasional itu membahas pelanggaran dan kelakuan tidak sopan pemain. Kesalahan dalam keputusan bisa membuat pemain tidak terima. ”Khawatirnya tentu bisa marah dan berani melawan. Tapi alhamdulillah, belum pernah mengalami seperti itu,” ucapnya.
Wulan tidak puas dengan sertifikat wasit C3 yang merupakan tingkat paling rendah skala daerah. Dia berniat mendapatkan sertifikat C1 agar bisa memimpin pertandingan nasional. Namun, sebelum mencapai ke sana, Wulan harus mendapatkan sertifikat C2. Memperolehnya pun tidak mudah karena harus melalui tingkat dan pelatihan selama dua tahun. ”Harus C2 dulu, baru bisa ke C1. Tahapan itu juga ada pelatihan selama dua tahun,” terang dia.