Jawa Pos

Bangga Bisa Pakai Baju Slim Fit

Kesibukan Paulus Oliver Yoesoef sebagai notaris dan pengusaha tak menghalang­i aktivitasn­ya dalam berolahrag­a. Gara-gara lari, penampilan­nya berubah total. Bikin pangling rekan-rekannya. Berat badannya susut tajam hingga 17 kg.

-

EMPAT tahun lalu, berat badan Paulus Oliver Yoesoef 95 kg dengan tinggi 183 cm. Mungkin bisa lebih dan mendekati tiga digit. Saat itu tidak terbayang di benaknya bisa membuang perut buncit yang menghiasi tubuhnya. Termotivas­i teman-temannya, dia mulai ikut latihan.

Ketika mencoba olahraga lari, Paulus menemukan berbagai manfaat. Kini, bersama komunitas lari di Kota Malang, Pete Sport Community, dia kecanduan lari. Sejumlah race di dalam dan luar negeri dia kejar.

’’Dulu badanku gemuk. Jalan saja susah. Lihat orang lari kok bisa ya. Begitu mencoba ikut latihan sampai jadi sekarang ini, jadi suatu kebanggaan tersendiri,’’ ungkap Paulus.

Riwayat penyakit keluarga memicu Paulus untuk menjalani gaya hidup sehat. Ayahnya menjalani operasi bypass jantung di usia 37 tahun. Bukan hanya itu, ayahnya juga terkena tumor ginjal yang mengakibat­kan tekanan darah tinggi. Pada 1994, ayahnya meninggal dalam usia 42 tahun. Di sisi lain, ibunya mempunyai riwayat gula darah. Hal itu menjadi peringatan keras bagi Paulus agar lebih berhatihat­i dengan kondisi tubuhnya.

’’Selama empat tahun, turun dari 95 kg menjadi 78 kg. Dulu waktu usia 38 tahun, saat cek pakai alat usia tubuh saya 47. Sekarang usia 41 tahun, usia sel saya jadi 21,’’ kata ayah Anastasia Lousia Yoesoef dan Christophe­r Jason Yoesoef itu.

Setelah berhasil menurunkan 17 kg berat badannya, kondisi tubuhnya kini normal. Baik gula darah maupun kolesterol. Perubahan bentuk tubuhnya juga drastis. Jika dulu hanya muat dengan baju big size sisa ekspor, saat ini dia bisa mengenakan baju ukuran M slim fit. Ukuran celana yang dulu 36 sekarang menjadi 31.

’’Kuncinya itu konsisten. Makan nggak masalah. Asalkan tidak lebih dari jam 5 sore,’’ kata pria asli Malang itu.

Selain pola makan, Paulus rutin membentuk tubuh di pusat kebugaran. Bagi dia, proses diet lebih baik jika diikuti dengan pembentuka­n otot. ’’Kalau nurunin berat badan nggak latihan otot, jadinya malah kayak orang sakit. Kita harus bentuk badan juga biar kelihatan segar dan tidak pucat,’’ ujar pria kelahiran 20 Desember 1976 itu.

Setiap Senin, Rabu, dan Jumat, dia rutin berolahrag­a di pusat kebugaran. Kemudian, Selasa, Kamis, dan Sabtu, dia berlari bersama teman-temannya di komunitas Pete Sport Community. Paulus bukan tipe orang yang suka berolahrag­a sendiri. Bagi dia, olahraga terasa menyenangk­an jika dilakukan bersama-sama.

Selama 2017, Paulus sudah menyelesai­kan enam kali half-marathon dan sekali full-marathon. Itu belum termasuk

event lari lokal yang sering diikuti. ’’Pertama kali ikut half-marathon itu, duh kok nyesel. Lari kok soro men. Baru

mikir ngapain sih lari. Tapi, begitu finis, rasanya itu nggak bisa diungkapka­n dengan kata-kata,’’ ujarnya bangga.

Berhasil mengikuti half-marathon, perlahan alumnus Pendidikan Notariat Universita­s Airlangga itu merambah

full-marathon. Paulus membuktika­nnya di Singapore Marathon pada 3 Desember lalu. Meskipun sempat mengalami cedera lutut saat di Km 30, dia tetap mampu mencapai garis finis dalam waktu 6 jam 31 menit. Lumayan untuk virgin marathoner.

Kini dia bersiap mengikuti HM di Hongkong Marathon 2018. Seminggu setelahnya, full-marathon di Lombok Marathon 2018. (gil/c19/tom)

 ?? HANUNG HAMBARA/JAWA POS GRAFIS: RIZKY/JAWA POS ?? PAMER HASIL KERINGAT: Paulus Oliver Yoesoef (kanan) memajang medali finisher di ruang kerjanya.
HANUNG HAMBARA/JAWA POS GRAFIS: RIZKY/JAWA POS PAMER HASIL KERINGAT: Paulus Oliver Yoesoef (kanan) memajang medali finisher di ruang kerjanya.
 ?? PAULUS FOR JAWA POS ??
PAULUS FOR JAWA POS
 ?? HANUNG HAMBARA/JAWA POS ?? BEFORE AFTER: Paulus menunjukka­n foto dirinya empat tahun silam.
HANUNG HAMBARA/JAWA POS BEFORE AFTER: Paulus menunjukka­n foto dirinya empat tahun silam.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia