Khawatir Bebani APBD, Sanitary Landfill dan PLTSa Jadi Polemik
SIDOARJO – Rencana pengoperasian sanitary landfill
dan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) menghadapi jalan terjal. Upaya pemkab untuk mengolah sampah dengan dua sistem sekaligus itu dikritisi DPRD Sidoarjo.
Ketua Fraksi PDIP Tarkit Erdianto mengkritik kombinasi dua pengolahan sampah tersebut. Menurut dia, pemkab harus memilih salah satu program. ’’Tidak mungkin berjalan bersama. Sebab, pemkab bakal dirugikan,’’ katanya.
Salah satu kerugian bisa dilihat dari sektor keuangan. Dua sistem itu dinilai membutuhkan banyak anggaran operasional. Beban APBD Kota Delta bakal tambah berat. ’’Kegiatan pelayanan yang membutuhkan anggaran akan terganggu,’’ ujarnya.
Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo tersebut mencontohkan sistem PLTSa. Setelah sistem itu diterapkan, pemkab harus membayar tipping fee
kepada pengelola PLTSa. Nominalnya didasarkan pada jumlah sampah yang dibakar dengan hitungan ton.
Hal senada diungkapkan Mulyono, anggota komisi B. Menurut dia, pemkab harus menghitung lebih dulu kapasitas sampah per hari. Sampah harus selalu tersedia. Kalau sampahnya kurang, PLTSa tidak akan bekerja. ’’Sia-sia pemkab menghabiskan anggaran Rp 1,2 triliun untuk pembangunan,’’ ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) M. Bahrul Amig menuturkan, dua sistem itu bisa berjalan bersama dan saling melengkapi. Misalnya, sampah dari pembakaran akan ditumpuk di sanitary landfill.