Tak Pernah Dipukul, Bisa Baca-Tulis dan Ngaji
Akhir ”Penyekapan” Belasan Tahun Dua Gadis di Gresik Kakak-adik di Gresik dilarang sekolah dan berinteraksi dengan tetangga oleh ibu mereka selama belasan tahun. Diduga dipicu pengalaman pahit si anak kedua.
SAAT mobil yang membawa Nasiyah berangkat ke Surabaya, dua gadis itu tak kuasa membendung air mata. Sebab, untuk satu sampai dua bulan mendatang, mereka tak akan bisa bertemu dengan sang ibunda.
Nasiyah harus menjalani perawatan di RSJ (Rumah Sakit Jiwa) Menur, Surabaya. Perempuan 50 tahun tersebut mengalami gangguan jiwa akut.
”Evakuasi ini harus kami lakukan juga demi menyelamatkan masa depan kedua anak gadis Bu Nasiyah,” kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Gresik Sentot Supriyohadi kemarin (18/1).
Selama belasan tahun, dua gadis itu, Mawar dan Melati (bukan nama sebenarnya), memang telah jadi korban ”penyekapan” sang ibu
Di rumah mereka di Desa/Kecamatan Kedamean, Gresik, Jawa Timur.
Penyekapan harus diberi tanda kutip karena tujuan Nasiyah sebenarnya untuk memproteksi kedua buah hatinya. Ibu empat anak itu juga sama sekali tak pernah melakukan kekerasan fisik kepada Mawar, 18, dan Melati, 14.
Namun, saking protektifnya, jangankan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sekolah pun keduanya tak pernah. Liadi, suami Nasiyah dan bapak dua gadis malang itu, juga tak kuasa menghalangi kehendak keras sang istri.
Kerasnya sikap Nasiyah tersebut juga dirasakan langsung oleh Alfi Ariyanto, staf rehabilitasi sosial di Dinsos Gresik. Nasiyah memarahinya habis-habisan saat berusaha berkomunikasi dengan Mawar dan Melati.
Rabu lalu (17/1) itu Alfi memang mengunjungi kediaman Liadi-Nasiyah. Dalam perbincangan singkat, Mawar dan Melati berharap ibunya bisa sembuh. ”Opo ibuku iso waras. Suwe nggak opo-opo, Pak,” kata Alfi menirukan keinginan Mawar dan Melati.
Derita dua gadis itu memang baru terungkap pada Selasa (16/1). Partono, adik Nasiyah, curhat kepada Jumali Sapta Agung, pekerja sosial dan perlindungan anak dari Kementerian Sosial (Kemensos), serta Alfi.
Kepada Alfi, Partono mengaku sedih dan miris akan masa depan dua keponakannya tersebut. Kedua gadis berkulit putih dengan rambut hitam sepunggung itu tidak pernah berinteraksi dengan tetangga.
Yang dialami dua gadis tersebut mirip dengan yang dialami tiga bocah perempuan di Bululawang, Malang. Selama setahun mereka juga disekap sang ibu yang depresi sejak bercerai.
Si ibu akhirnya berhasil dievakuasi ke RSJ Lawang, Malang, pada 3 Januari. Sedangkan ketiga bocah malang, KN, 13; ZS, 11; dan DNZ, 6; diasuh sang ayah.
Seperti juga Mawar dan Melati, KN, ZS, dan DNZ menangis saat melihat sang ibu dievakuasi. Dalam psikologi, itu dikenal sebagai sindrom Stockholm. Yakni, saat korban penyekapan atau penyanderaan menunjukkan tanda-tanda kesetiaan kepada sang penyekap atau penyandera.
Mengapa Nasiyah begitu protektif terhadap Mawar dan Melati? Masih cerita Alfi, diduga itu disebabkan pengalaman pahit Nasiyah dengan anak keduanya yang juga perempuan. Pengalaman pahit yang membuatnya masuk RSJ untuk kali pertama.
Dari empat anaknya bersama Liadi yang sehari-hari bekerja sebagai petani, hanya si sulung yang laki-laki. Nah, saat si anak nomor dua beranjak remaja, banyak lelaki yang meminang. Tapi, pernikahan selalu gagal. ”Meski, si anak kedua akhirnya berkeluarga dan memiliki anak,” ujar Alfi.
Pengalaman pahit itu ditengarai menjadi penyebab Nasiyah trauma sehingga mengalami gangguan jiwa. Nasiyah lalu dibawa ke rumah sakit jiwa dan sembuh.
Kehidupan rumah tangga Liadi dan Nasiyah pun kembali harmonis hingga memiliki dua anak lagi, Mawar dan Melati. Mawar lahir pada 7 Januari 2000. Kemudian, Melati lahir pada 28 September 2004.
Nasiyah pun lantas memproteksi dua anak perempuannya itu dari dunia luar. Interaksi dengan tetangga pun dilarang. Begitu pula dengan sekolah.
Dalam kartu keluarga tertulis keduanya belum tamat sekolah dasar atau sederajat. Meski tidak pernah mengenyam sekolah, Mawar dan Melati sudah bisa membaca dan menulis.
”Bahkan, ngaji juga bisa,” ujar Sentot. Keduanya mendapatkan ”les privat” dari kerabat. ”Belajarnya sembunyi-sembunyi,” lanjut Sentot.
Evakuasi kemarin terpaksa dilakukan karena Nasiyah menolak ketika dibujuk untuk berobat. Penjemputannya melibatkan petugas dinsos, polisi, TNI, dan perangkat kecamatan.
Sedangkan Mawar dan Melati dibawa ke lembaga kesejahteraan sosial dan anak (LKSA) di Desa Wederoanom, Kecamatan Driyorejo, Gresik. Di sana keduanya diharapkan bisa mendapat pendidikan.
”Mereka kami bawa setelah kami memberikan assessment,” ujar Sentot.