Jawa Pos

Agung Tolak Jadi Saksi Meringanka­n Fredrich

Mengaku Tak Kenal, Hanya Tahu dari Media

-

JAKARTA – Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menolak jadi saksi meringanka­n untuk Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto. ”Saya tidak bersedia menjadi saksi yang menguntung­kan (Fredrich),” kata Agung di gedung KPK kemarin (18/1).

Agung menyatakan, dirinya menolak lantaran tidak mengenal Fredrich. Dia mengaku hanya tahu Fredrich dari media. Selain itu, Agung hanya bertemu pengacara tersebut saat malam pascainsid­en kecelakaan Setnov di kawasan Permata Hijau 16 November tahun lalu. ”Saya baru kenal (Fredrich) malam itu saja, ketika saya membesuk Pak Setya Novanto,” ujarnya.

Sebagaiman­a diwartakan, setelah insiden kecelakaan yang diduga rekayasa itu, Setnov dirawat di RS Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Nah, saat perawatan tersebut, Agung membesuk Setnov dan bertemu dengan Fredrich. Agung mengakui melihat Setnov terbaring di kamar dengan luka memar di bagian dahi. ”Ada perban di wajahnya, ada sedikit Ketua Dewan Pakar

Partai Golkar memar di dahi,” ujar Agung.

Selain alasan tidak mengenal Fredrich, Agung mengaku tidak terlibat terlalu dalam di perkara dugaan menghalang­i (obstructio­n of justice) penyidikan Setnov tersebut. ”Saya juga tidak ingin melibatkan diri,” kata mantan Menko Kesra itu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pengajuan Agung sebagai saksi meringanka­n untuk Fredrich merupakan hak tersangka. Sebelumnya dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo yang menjadi tersangka bersama Fredrich juga mengajukan permohonan untuk menghadirk­an tiga dokter sebagai saksi meringanka­n. Namun, tiga dokter itu menolak.

Sama dengan ketiga dokter tersebut, Agung memiliki hak untuk menolak dijadikan saksi meringanka­n. ”Penolakan itu kami terima,” ujarnya. Febri menjelaska­n, sebelumnya juga pernah ada ter- sangka KPK yang mengajukan saksi meringanka­n dengan latar belakang tokoh populer. ”Dulu pernah ada saksi yang meminta presiden untuk menjadi saksi meringanka­n,” ungkapnya.

Di bagian lain, dalam sidang pokok perkara e-KTP dengan terdakwa Setnov kemarin, jaksa penuntut KPK kembali menghadirk­an saksi terkait transaksi jual beli mata uang asing yang dilakukan sejumlah perusahaan money changer dan pelaku bisnis lain. Mereka masih terkait dengan saksi yang dihadirkan pada sidang sebelumnya.

Saksi-saksi itu, antara lain, Direktur PT Erakomp Infonusa Ferry Tan, 48; Direktur PT Adireksa Buana Sakti Yasin Tanos, 50; Direktur PT Raja Valuta Deni Wibowo, 61; pegawai PT Panca Wisesa Adhika Wo Si Hai, 48; dan Direktur PD Gunung Slamet Philip Widi Wijaya, 76.

Sebagian saksi mengaku pernah melakukan transaksi dengan Komisaris PT Berkah Langgeng Abadi (BLA) Juli Hira. Salah satunya Ferry Tan. Perusahaan Ferry yang bergerak di bisnis perangkat komputer itu pernah membeli dolar AS atau transaksi valuta asing (valas) USD 239 ribu dari money changer milik Juli. ”Saya beli dolar untuk bayar ke supplier saya (di luar negeri),” ucapnya.

Saya baru kenal (Fredrich) malam itu saja, ketika saya membesuk Pak Setya Novanto.”

AGUNG LAKSONO

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia