Bekal Rp 500 Ribu, Paling Berkesan di Denpasar
Divonis HIV sejak 2011, Wijianto merasakan pahit dan getirnya stigma dari masyarakat. Dia lantas bertekad memberikan dukungan kepada sesama ODHA dengan berjalan kaki keliling Indonesia.
TANGGAL 7 November memiliki arti khusus bagi Wijianto. Bukan hanya karena tanggal itu merupakan ulang tahunnya, tapi pada 7 November 2015, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tersebut memulai sebuah langkah besar.
Dia berjalan kaki keliling Indonesia dengan misi mulia. Memberikan dukungan kepada sesama ODHA agar tetap bersemangat melanjutkan hidup setelah terinfeksi penyakit yang menyerang kekebalan tubuh itu. ’’Saya start dari Jakarta Selatan,’’ kata pria asal Desa Ngadirejo, Kecamatan Tanjunganom, yang sekarang lebih banyak berada di Jakarta tersebut.
Berbekal uang Rp 500 ribu dan surat pengantar dari Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Nasional (KPAN) serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli HIV/AIDS, dia menyusuri Pulau Jawa sebelum melanjutkan perjalanan ke seluruh wilayah Indonesia. Membawa bendera dengan panjang 0,5 meter dan lebar 30 sentimeter, pria yang akrab disapa Gareng itu benar-benar berjalan kaki untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Di tiap daerah yang dikunjungi, pemilik tinggi badan 165 sentimeter dan berat badan 54 kilogram tersebut langsung menemui organisasi ODHA dan relawan HIV/AIDS.
Tak jarang, Gareng yang membuka statusnya sebagai ODHA menjadi narasumber seminar HIV/AIDS di kampus dan SMA setempat. ’’Total, ada 68 kampus dan sekolah yang saya kunjungi selama keliling Indonesia,’’ kenangnya.
Sedikitnya ada 6.538 mahasiswa dan pelajar yang pernah diajak diskusi tentang HIV/AIDS. Setiap bertemu mereka, Gareng berusaha memberikan pemahaman bahwa ODHA bisa hidup normal layaknya penderita penyakit lainnya.
Dari berbagai diskusi yang diikutinya, tak jarang pria kelahiran 7 November 1982 tersebut mendapatkan honor. Uang itulah yang jadi bekal untuk terus berkeliling Indonesia.
Untuk menghemat ongkos, pria bertubuh kurus tersebut selalu menginap di rumah sesama ODHA atau anggota KPAD setempat. Menuntaskan ekspedisi pada 10 November lalu, tak terhitung pengalaman yang didapat setelah melewati 30 provinsi dan 116 kabupaten/kota.
’’Mayoritas berkesan. Terutama saat di luar Jawa. Saya ingat terus sampai sekarang,’’ urainya.
Gareng bersyukur selama dua tahun berkeliling Indonesia untuk mendukung sesama ODHA dirinya banyak mendapatkan pertolongan. Baik dari polisi, tentara, maupun warga sipil.
Mereka, ujar Gareng, tidak takut meski dia selalu membuka statusnya sebagai penderita HIV. Dari ratusan daerah yang dikunjungi, Gareng tak bisa melupakan sambutan dari relawan HIV/AIDS di Denpasar, Bali.
Di sana, pria yang pernah bekerja sebagai sekuriti itu disambut bak pahlawan. Saat tiba, dia langsung diberi kalungan bunga. Begitu pula setelah Gareng meninggalkan Denpasar. Sekitar seratus relawan mengantarnya dengan ikut berjalan kaki hingga ke luar Denpasar.
Untuk mengabadikan pengalamannya selama ekspedisi, Gareng berniat membuat buku. Sayang, pria yang selama dua tahun terakhir tidak bekerja tersebut kesulitan uang.
’’Saya ingin secepatnya membuat buku agar tidak lupa kisahkisah saya selama ekspedisi,’’ tutur pria yang sempat mengunjungi Papua Nugini saat berada di Papua itu.