Jawa Pos

Kekayaan Pasangan Djarot Tertinggi

Pelaporan LHKPN Bakal Calon Kepala Daerah Ditutup

-

JAKARTA – Pelaporan laporan harta kekayaan penyelengg­ara negara (LHKPN) peserta pilkada serentak 2018 ditutup tadi malam pukul 00.00 WIB. Bila melewati deadline laporan tidak diserahkan kepada Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK), pencalonan akan gugur. Sampai pukul 22.00, masih ada 27 bakal calon di antara total 1.150 yang belum melaporkan LHKPN

Dalam rekapitula­si yang dilakukan KPK, bakal calon wakil gubernur Sumatera Utara (Sumut) Sihar Sitorus memiliki kekayaan tertinggi. Dalam laporannya, kekayaan Sihar mencapai Rp 350,887 miliar.

Kekayaan Sihar jauh lebih tinggi daripada pasanganny­a, bakal calon gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat. Kader PDI Perjuangan itu ”hanya” memiliki kekayaan Rp 8,433 miliar.

Ada terkaya, ada pula ”termiskin”. Syapuani, bakal calon bupati Murung Raya (Mura), Kalimantan Tengah, tercatat memiliki harta minus. Utangnya lebih besar daripada aset yang dimiliki. Tercatat, dalam LHKPN, kekayaanny­a minus Rp 115.172.000.

Pasangan Syapuani, Dihasbi, juga memiliki harta yang tergolong sangat kecil untuk ukuran calon kepala daerah, Rp 100 juta. Dalam kontestasi pilkada di Indonesia yang membutuhka­n biaya tinggi, pasangan calon dari jalur perorangan itu lumayan nekat.

Syapuani, ketika dihubungi Kalteng Pos (Jawa Pos Group), membenarka­n bahwa dirinya tidak punya banyak harta. ”Itu riil harta yang kami laporkan ke LHKPN. Kami hanya pensiunan PNS yang ingin mengabdi kepada masyarakat melalui jalur independen,” ucapnya.

Direktur Pendaftara­n dan Pemeriksaa­n LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa menyatakan bahwa pihaknya harus bekerja keras untuk menyelesai­kan rekapitula­si laporan kekayaan pasangan calon. Sebab, banyak calon yang mengurus data kekayaan mendekati deadline.

Misalnya pasangan calon wali kota/wakil wali kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Dedie A. Rachim. Pasangan yang diusung PAN, Demokrat, Golkar, dan Nasdem itu baru selesai mengurus LHKPN kemarin. Mereka sebenarnya mengurus secara online. Namun, ada data fisik yang harus diklarifik­asi langsung ke petugas KPK. ”Khawatir kalau salah,” ujar Bima Arya.

”Kalau kami prinsipnya masih bisa menerima (sampai tadi malam, Red), apalagi yang online,” ucap Kunto Aryawan, staf Direktorat Pendaftara­n dan Pemeriksaa­n LHKPN KPK

Kunto mengatakan, tidak jarang calon yang keliru memasukkan data angka kekayaan. Misalnya yang terjadi pada pelaporan LHKPN calon bupati Pinrang, Sulawesi Selatan, Jamaluddin Jafar. Tim sukses (timses) calon tersebut sempat keliru memasukkan angka. Dari yang seharusnya Rp 8,9 miliar menjadi Rp 8,9 triliun. ”Jadi, timsesnya salah masukin angka,” ungkapnya.

Terkait calon yang belum mendaftark­an LHKPN hingga tadi malam, Kunto masih menelusuri. Menurut dia, ada kemungkina­n calon keliru mengisi kolom jabatan di formulir LHKPN. Sesuai ketentuan, setiap calon seharusnya menuliskan keterangan jabatan sebagai calon gubernur/ wakil gubernur atau calon bupati/ wakil bupati atau calon wali kota/wakil wali kota. ”Bisa jadi ada yang lapor, tapi tidak mencantumk­an jabatan sebagai calon, tapi sebagai jabatan definitifn­ya,” ujar dia.

Selama melayani peserta pilkada, KPK selalu menunggu sampai jam kerja berakhir. Bahkan, lembaga superbodi itu menyiapkan sepuluh meja pelayanan untuk pelapor yang datang langsung ke gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, seluruh data LHK PN bakal diverifika­si lebih lanjut. Pihaknya belum bisa menentukan apakah harta kekayaan seluruh calon kepala daerah itu berasal dari sumber pendapatan yang jelas. Namun, yang pasti, pelaporan LHKPN di KPK sudah ditutup kemarin. Dengan demikian, calon yang belum mendaftar otomatis tidak bisa memenuhi syarat pencalonan.

”Kalau tidak lapor (LHKPN), tentu syarat (pencalonan) tidak terpenuhi, tapi itu (gugur tidaknya calon) merupakan domain KPU,” terang mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. LHKPN itu pun bisa menjadi arsip KPK untuk menelusuri seberapa jauh kekayaan yang wajar dan tidak wajar dari setiap calon.

Febri mengingatk­an, masyarakat sejatinya bisa turut memantau harta kekayaan calon kepala daerah di situs KPK Pantau Pilkada. Dari situs itu, masyarakat, khususnya yang memiliki hak suara dalam pilkada nanti, bisa menentukan calon pemimpin yang tepat. ”Yang punya konsep kuat menyejahte­rakan masyarakat,” ujarnya.

Sampai saat ini, KPK telah memproses 78 kepala daerah dalam 93 kasus korupsi dan pencucian uang. Mereka semua dipilih rakyat, tapi justru merampok uang rakyat dengan cara korupsi. Nah, masih maraknya kepala daerah seperti itu diharapkan menjadi pelajaran semua pihak. ”Kami berharap kepala daerah tidak justru diproses dalam kasus korupsi,” imbuh dia.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahka­n, pihaknya bakal terus bertukar informasi dengan Polri seiring pembentuka­n satuan tugas (satgas) anti-money politics dalam pilkada nanti. Ke depan setiap temuan praktik bagi-bagi uang yang dilakukan penyelengg­ara negara dan kroninya ditangani KPK. ”Untuk tindak pidana pemilihan umum, polisi bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu,” ucapnya.

Laode pun mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam pemberanta­san korupsi selama pilkada berlangsun­g. Dia juga berharap masyarakat tidak terjebak dengan janji-janji uang yang ditawarkan kandidat tertentu. Sebab, calon yang mau membeli suara sudah pasti tidak layak menjadi pemimpin daerah.

”Kalau kandidat itu mau membayar para pemilih, pasti itu bukan kandidat yang baik,” tuturnya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia