NAPAK TILAS PENJELAHAH SAMUDRA
Menikmati Akhir Musim Semi di Lisbon
Bayu Adi Persada mengunjungi Lisbon, ibu kota Portugal, akhir tahun lalu. Kota yang terkenal di era penjelajahan samudra itu begitu eksotis. Menawarkan keindahan alami khas kota-kota yang sudah maju di abad lampau.
LANGIT cerah sekali pagi itu. Awan putih bergumul serasi mengundang siapa pun untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Meski sinar matahari tak tersamar, hawa dingin tetap terasa. Suhu di luar tercatat 11 derajat Celsius menurut telepon pintar yang saya bawa. Musim dingin menjelang sebulan lagi. Ya, Lisbon sedang berada di pengujung musim gugur.
Membawa tas ransel kecil di punggung, saya berjalan melewati permukiman penduduk untuk menuju ke Patung Yesus Sang Raja. Seperti layaknya di Rio de Janeiro atau Manado, Patung Yesus Sang Raja dibangun di dataran tinggi sehingga bisa terlihat dari sudut kota mana pun. Pemandangan Sungai Targus yang memisahkan Kota Lisbon dengan kapal-kapal pesiar menyusurinya sungguh menenangkan hati. Bangunan kota yang tersusun rapi di sisi seberang menambah ornamen visual yang juga berkesan. Tak percuma saya membayar EUR 5 (setara Rp 82 ribu) untuk sampai ke kaki patung yang menjadi salah satu titik tertinggi di Lisbon itu.
Saya melanjutkan perjalanan ke Kastil Sao Jorge. Dibangun pada abad kelima oleh bangsa Visigoth, kastil tersebut kemudian dikembangkan oleh bangsa Moors pada awal abad ke-11. Kastil itu dikelilingi tembok tinggi dan terdiri atas bangunan utama atau castelejo, bangunan untuk persenjataan termasuk beberapa meriam yang masih utuh. Juga terdapat taman dan teras di mana pengunjung bisa melihat panorama Kota Lisbon dari atas bukit.
Matahari mulai condong ke barat. Saya harus cepat bergegas ke Carmo Convent sebelum gelap. Bergaya Katolik Roman, Carmo Convent sempat runtuh saat gempa bumi menghantam Lisbon pada 1755. Dengan berbagai upaya restorasi, beberapa bagian utama biara bisa tetap berdiri dengan baik. Hanya atapnya yang tidak terselamatkan. Gereja di dalam biara digunakan sebagai museum arkeologi yang menyimpan patungpatung, pusara, dan pernik-pernik ibadah yang sarat sejarah. Saya menutup hari itu dengan berjalan di sekitar Alfama, salah satu kawasan tertua di Lisbon. Saya amat menikmati gang-gang kecil di sini. Meresapi keingintahuan diri yang siap dengan kejutan-kejutan baru.
Arsitektur kota tua yang masih asri dan terjaga. Trem klasik No 29 yang tersohor itu pun melewati kawasan tersebut. Hanya dengan membayar EUR 2 (Rp 37 ribu), saya bisa ikut menikmati kota dari dalam trem. Namun, saya mesti berhati-hati karena cukup banyak pencopet di trem dengan trayek padat itu menurut beberapa orang lokal.
Keesokan harinya, saya mengawali pagi dengan mengunjungi Katedral Lisbon yang bersejarah. Arsitektur Roman Katolik amat kental terpatri di setiap sisi gereja tua ini. Gereja Santa Maria, nama katedral ini dalam bahasa Portugis, merupakan gereja tertua di Kota Lisbon yang dibangun pada pertengahan abad ke-12.
Masuk melalui gerbang utama, saya mendapati sebuah ruang doa yang dibangun Bartolomeu Joanes, seorang bangsawan pada masa pemerintahan Roman. Beberapa makam kuno Gotik tersebar di beberapa sudut gereja. Makam-makam tersebut dikhususkan untuk figur-figur yang dihormati di masa itu seperti raja, prajurit, pastur, dan bangsawan. Saya merasa familier dengan langitlangit gereja karena ornamen dan bentuk oval melintang juga saya dapati di semua gereja kuno di Inggris Raya.
Hari sudah sore. Lekaslah saya mengambil rute metro menuju Stasiun Mosteiro dos Jeronimos, menuju Jeronimo Monastery. Sebuah biara tua nan cantik yang terletak di Distrik Belem di pesisir Sungai Targus. Tak hanya bangunannya, taman-taman di sekitarnya dan juga pemandangan pesisirnya mengundang banyak pejalan untuk singgah di sana.
Sebelumnya biara itu diperuntukkan sebagai gereja yang dibangun pada pertengahan abad ke-15 hingga 16 di bawah pemerintahan Raja Manuel I. Arsitektur bangunan kental dengan pahatan patung di sisi dinding, menampakkan objek-objek angkatan laut dan kemaritiman. Jenis arsitektur ini pun akhirnya dikenal sebagai manueline, yang memang diambil dari nama raja.
Menyusuri pesisir Sungai Targus dimulai dari Padrao dos Descobrimentos, sebuah monumen yang dibangun untuk merayakan Zaman Penemuan (Age of Discovery) pada kejayaan para pelayar Portugis di abad ke-15 dan 16. Vasco de Gama, Ferdinand Magellan, dan Bartolomeus Dias adalah tiga di antara banyak namanama besar dari para petualang Portugis yang telah mengelilingi dunia.
Saya tiba di destinasi terakhir. Hanya lima menit berjalan kaki dari Padrao dos Descobrimentos. Menara Belem (Torre de Belem) yang sudah dinisbatkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO seperti juga Jeronimo Monastery dibangun sebagai benteng pertahanan dan memegang peranan penting di Zaman Penemuan yang merupakan abad keemasan dalam sejarah bangsa Portugis.