Sanksi Terlalu Ringan, Perusahaan Pilih Mokong
SURABAYA – Masih banyak perusahaan yang enggan melaporkan kondisi tenaga kerjanya kepada dinas tenaga kerja (disnaker). Minimnya perusahaan yang tidak melapor terjadi karena denda dari pemerintah dianggap terlalu kecil.
Kondisi itu terlihat dari data disnaker Surabaya pada 2017. Pengusaha yang melaporkan kondisi perusahaannya baru mencapai 12.782. Padahal, jumlah perusahaan di Surabaya mencapai ratusan ribu.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya 2015, jumlah industri mencapai 255.102 lokasi. Untuk bidang konstruksi, jumlahnya mencapai 94.234 tempat.
Kabid Hubungan Industrial Syarat Kerja dan Jamsostek Rizal Zainal Arifin menjelaskan, minimnya jumlah perusahaan yang melapor tidak terlepas dari ringannya sanksi. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, yang melanggar hanya dikenai sanksi kurungan maksimal tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta.
Ringannya sanksi tersebut membuat pelanggar tidak acuh. Terus mengulangi. Sebab, dendanya terlalu rendah. ’’Kalau hanya satu juta dan itu diterapkan kepada perusahaan besar, mereka bakal meremehkan wajib lapor,’’ jelasnya.
Rizal memaparkan, tidak patuhnya perusahaan jelas merugikan pemerintah. Sebab, tidak transparansinya perusahaan itu membuat pemerintah tidak bisa memetakan kondisi ketenagakerjaan secara nasional.
Misalnya, soal kesejahteraan buruh. Di wajib lapor tersebut, perusahaan diminta mencantumkan biaya upah setiap bulan yang diterima seluruh buruh.