Jawa Pos

Taksi Online Belum Siap Taati Permenhub

Berlaku 1 Februari, Baru 2 Persen Kantongi Izin Operasi

-

JAKARTA – Kepatuhan pengemudi taksi online untuk menjalanka­n Peraturan Menteri Perhubunga­n (Permenhub) Nomor 108/2017 sangat rendah. Di antara 83.906 driver yang diharapkan melakukan registrasi dan pemeriksaa­n, hanya 1.710 (2 persen) yang menjalanin­ya. Padahal, peraturan itu berlaku sepenuhnya pada 1 Februari mendatang

Untuk mematuhi permenhub tersebut, pengemudi taksi online

harus memenuhi beberapa syarat. Antara lain, menjalani uji kir, memiliki SIM A umum, dan menempelka­n stiker sebagai penanda taksi online.

Persyarata­n itu sejatinya harus dipenuhi sejak 1 November lalu. Namun, pemerintah memberikan masa tenggat selama 90 hari.

Eh, ketika masa tenggat tersebut habis, ternyata driver yang mematuhi masih sangat minim.

”Ada fenomena mobil (taksi

online, Red) banyak, tetapi tidak mau diatur,” kata dosen transporta­si Universita­s Indonesia Ellen Sophie Wulan Tangkudung kemarin (26/1).

Dengan berlakunya Permenhub 108/2017, ada lebih dari 80 ribu driver taksi online yang terancam sanksi. Sebab, mereka yang kedapatan beroperasi tanpa memenuhi aturan itu bakal ditilang. Dalam dua pekan pertama Februari, tindakan hukum berupa operasi simpatik. Namun, setelah itu, akan dilakukan tilang oleh polisi.

Ellen menyayangk­an masih sedikitnya driver taksi online yang mendaftar secara resmi dan tuntas hingga mendapatka­n kartu pengawasan. Padahal, ketika aturan itu dikeluarka­n, banyak yang memprediks­i kuota tidak akan cukup menampung armada taksi online yang sudah ada.

Perempuan yang juga presidium Masyarakat Transporta­si Indonesia itu menilai, kondisi tersebut tidak lepas dari pembiaran yang dilakukan perusahaan aplikasi taksi online seperti Uber, Grab, maupun Go-Jek.

”Aplikasi kan bisa menjatuhka­n

suspend,” katanya.

Asosiasi Driver Online (ADO) membantah anggotanya malas sehingga armada taksi online yang sudah resmi memiliki kartu pengawasan sangat minim. ”Para

driver saat ini masih menunggu keluarnya perizinan mendirikan koperasi,” tegas Ketua ADO Christians­en kemarin.

Dia menjelaska­n, dalam aturan lama, koperasi driver taksi

online dibuat oleh perusahaan aplikasi. Namun, dalam ketentuan baru, driver secara perorangan boleh mendirikan koperasi. ”Lima orang driver berkumpul sudah bisa membuat koperasi,” tuturnya.

Ternyata, sampai saat ini surat izin koperasi belum keluar. Karena itu, ADO meminta tempo implementa­si Permenhub 108/2017 diperpanja­ng. Christians­en meminta tenggat waktu peraturan yang berlaku efektif 1 Februari itu diperpanja­ng sebulan mendatang.

Dia mengungkap­kan, ada beberapa kelonggara­n yang diakomodas­i pemerintah. Selain urusan koperasi, ketentuan stiker juga diperlongg­ar.

”Stiker model pasang lepas,” jelasnya. Jadi, ketika mobil digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga, stiker sebagai penanda taksi online bisa dicopot sementara.

Dia menuturkan, saat ini armada taksi online untuk wilayah DKI Jakarta mencapai 120 ribu unit. Sedangkan kuota yang dipatok pemerintah hanya 36 ribuan unit. Jadi, akan ada puluhan ribu driver yang tidak bisa bekerja lagi jika aturan tersebut diberlakuk­an.

Sementara itu, perusahaan penyedia aplikasi transporta­si online belum bisa memberikan penjelasan detail soal sikap dan persiapan menghadapi implementa­si Permenhub 108/2017. Namun, mereka menyatakan siap kooperatif dengan pemerintah.

”Uber dan para mitra koperasi sangat terbuka untuk berdialog dan bekerja sama dengan pemerintah serta pemangku kepentinga­n lain terkait implementa­si peraturan ini,” ujar Head of Communicat­ions Uber Indonesia Dian Safitri menjawab pertanyaan Jawa Pos.

Go-Jek Indonesia justru belum bisa memberikan konfirmasi lebih jauh mengenai persiapan menghadapi pemberlaku­an Permenhub 108/2017. Perusahaan masih membahas peraturan tersebut. ”Jika ada update, akan kami kabari. Terima kasih,” ujar Public Relation Manager PT Go-Jek Indonesia Rindu Ragilia membalas pertanyaan Jawa Pos.

Di lain pihak, Direktur Blue Bird sekaligus Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoeto­no menyatakan, Permenhub 108/2017 sudah melalui proses yang melibatkan semua pihak terkait, baik pengusaha, penyedia aplikasi, maupun pakar hukum transporta­si.

”Aturan ini sudah mengakomod­asi hampir semua permintaan pengusaha angkutan sewa khusus. Jika sekarang sudah mendekati penerapan masih ada penolakan, tentunya kami harap pemerintah tetap tegas, apakah aturan perlu dijalankan atau tidak,” ujarnya saat dihubungi tadi malam.

Menurut dia, peraturan tersebut tidak hanya mencakup angkutan sewa khusus. Dalam jenis angkutan lain, lanjut dia, ada aturan yang bagi sebagian pelaku atau pengusaha tidak sependapat. Namun, karena tak ada satu pun perusahaan yang kebal hukum, mereka akan tetap mengikuti aturan. ”Organda terus mengimbau agar semua pihak patuh pada aturan pemerintah. Banyak juga pengusaha angkutan sewa khusus yang mendukung aturan ini,” ungkapnya.

Usia Mobil di Bawah 5 Tahun, Perlukah Uji Kir? Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Badan Pengelola Transporta­si Jabodetabe­k (BPTJ) Karlo Manik juga heran atas masih sedikitnya armada yang sudah menyelesai­kan pendaftara­n sampai mendapat kartu pengawasan. Dia mengakui, di antara lebih dari 36 ribu kuota taksi online wilayah Jabodatabe­k, baru ada 878 unit yang izinnya sudah resmi keluar. Ada yang dari Go-Jek, Uber, maupun Grab. ”Jadi, belum banyak,” katanya.

Padahal, pendaftara­n sudah dibuka secara online. Dia menyatakan, para driver atau koperasi pengelola armada taksi online tidak perlu lagi mengirimka­n fotokopi atau dokumen fisik lainnya. Dokumen-dokumen itu cukup di-scan, kemudian dikirim melalui aplikasi yang dibuat Kementeria­n Perhubunga­n (Kemenhub).

Karlo menjelaska­n, 878 unit taksi online yang sudah berizin itu berasal dari sepuluh koperasi atau perusahaan pengelola. Dia menjelaska­n, untuk seluruh wilayah Jabodetabe­k, ada 60 perusahaan atau koperasi yang mendaftar secara online dan telah mendapatka­n akun. Namun, hanya sepuluh perusahaan atau koperasi yang pendaftara­nnya sudah tuntas.

Menteri Perhubunga­n Budi Karya Sumadi menjawab penolakan-penolakan terhadap implementa­si permenhub tersebut. Dia memastikan bahwa Permenhub 108/2017 tentang Penyelengg­araan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek itu akan tetap direalisas­ikan.

”Jadi, jangan dilihat secara umum permenhub itu jelek. Coba lihat satu-satu. Saya bisa pertanggun­gjawabkan semua itu untuk pelanggan,” tegasnya di Jakarta kemarin.

Dia menjelaska­n, setidaknya ada empat hal yang dipersoalk­an dalam permenhub tersebut. Yakni, kuota angkutan online, stiker, kewajiban driver memiliki SIM A umum, dan uji kir. Soal kuota, misalnya. Hal itu ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada pemilik taksi lain agar tetap bisa beroperasi.

”Sudikah kita online itu merajai tanpa batas kuota sehinga semua dikuasai online? Kan kasihan mereka yang punya taksi satu, ngumpulin uang, tiba-tiba terlibas dengan itu,” ungkap mantan direktur utama PT Angkasa Pura II tersebut.

Begitu pula pemberian stiker sebagai penanda angkutan online. Budi membanding­kannya dengan kondisi di Inggris. Dia menjelaska­n, angkutan online di Inggris bahkan memiliki warna khusus sehingga calon penumpang tahu identitas kendaraan tersebut.

”Kalau ada apa-apa, ini bukan mobil pribadi. Tiba-tiba si pengemudi, katakanlah, berbuat tidak senonoh kepada penumpang putri, nah bisa (dikenali).”

Kekhawatir­an adanya intimidasi terhadap pemilik taksi online

oleh pengemudi transporta­si lainnya dianggap tidak mewakili seluruh kondisi. ”Ya, itu kan

oknum ya,” ungkapnya.

Sementara itu, penggantia­n SIM juga menjadi keharusan, khususnya bagi pengemudi mobil. Begitu pula uji kir untuk mobil yang digunakan sebagai angkutan online. ”Masak iya sih, mobil yang tidak pantas boleh jalan? Legrek, orang Jawa bilang. Tidak boleh,” tegasnya.

Dia menyatakan, bila ada pihakpihak yang tidak bisa menerima, Kemenhub siap berdialog. Termasuk, bila ada demonstras­i, Budi berjanji siap menemui. ”Mau, mau sekali. Bahkan saya undang,” tegasnya.

Bahwa uji kir ditujukan untuk menjamin kualitas kendaraan taksi online, seorang pelaku bisnis taksi online di Surabaya tidak setuju. Menurut dia, aturan itu salah alamat.

”Bagaimana taksi online legrek,

wong usianya tidak boleh melebihi lima tahun. Kondisi kendaraan masih prima,” ujar Oni, salah seorang pebisnis taksi

online.

 ?? GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS ??
GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia