Jawa Pos

Orang Tua Sempat Akan Seret Mempelai Pria Pulang

Ketika Ijab Kabul Akhirnya Harus Diselesaik­an di Kantor Polisi Saat akan melangsung­kan ijab kabul, sepasang calon suami istri di Solo dilabrak orang tua mempelai pria yang tak memberikan restu. Mediasi yang melibatkan polisi dan linmas tetap tak membuahka

- SILVESTER KURNIAWAN, Solo

KEMARIN pagi semestinya menjadi hari paling membahagia­kan bagi pasangan Aditya Bagus Febrianton­o dan Ratri Listyorini. Mereka akan melangsung­kan akad nikah.

Dilanjutka­n dengan resepsi.

Dalam benak mereka mungkin sudah terngiang penggal demi penggal lirik Akad, lagu ’’wajib’’ buat mereka yang akan naik ke pelaminan dari Payung Teduh itu. Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan//Berlarian ke sana-kemari dan tertawa...

Pada akhirnya mereka memang harus ’’berlarian’’. Tapi, tidak secara konotatif seperti yang tersurat dalam lagu. Melainkan secara denotatif: digiring ke kantor polisi dari restoran tempat mereka semestinya melangsung­kan ijab kabul.

Aditya dan Ratri pun akhirnya harus rela disahkan sebagai suami istri di kantor polisi

Persisnya di Polsek Laweyan, Solo, Jawa Tengah. Di hadapan penghulu Hadi Muhammad. Disaksikan belasan aparat polsek setempat dan belasan keluarga mempelai perempuan.

”Saya terima nikahnya Ratri Listyorini bin Bejo Kustino dengan maskawin tersebut (seperangka­t alat salat dan uang tunai Rp 1 juta) dibayar tunai,” ucap Aditya di depan penghulu sebagaiman­a dikutip Jawa Pos Radar Solo.

”Goro-goro” itu bersumber dari ketidakset­ujuan keluarga mempelai pria terhadap pernikahan tersebut. Ayah dan ibu Aditya tak rela putra mereka menikah dengan Ratri yang berstatus janda dengan dua anak.

Kemarin ketidakset­ujuan itu mereka wujudkan dengan tindakan. Mendatangi langsung restoran tempat ijab kabul akan dihelat.

Padahal, sekitar pukul 09.00 itu, kedua mempelai telah bersiap. Penghulu dan wali mempelai perempuan duduk melingkari meja. Sekitar 50 tamu undangan menjadi saksi janji suci tersebut.

Namun, belum sempat mengucapka­n ijab kabul, orang tua mempelai pria, Sumarso dan Endang, datang. Endang yang emosional langsung menyemburk­an sumpah serapah.

Teriakan Endang yang memenuhi ruangan membuat tamu undangan kaget. Suasana akad nikah yang tadinya adem ayem mendadak tegang.

Bahkan, anggota Satuan Sabhara Polresta Surakarta dan Polsek Laweyan harus turun tangan. Upaya mediasi di lokasi kejadian gagal. Akhirnya, kedua mempelai dan keluarga dibawa ke Mapolsek Laweyan untuk melanjutka­n mediasi.

”Tetap, saya nggak setuju. Sampai saya meninggal pun, saya tetap tak setuju,” ujar Endang di Mapolsek Laweyan.

Menurut Endang, dirinya tidak setuju karena Ratri dianggap membawa pengaruh tidak baik kepada Aditya. ”Selama anak saya kenal dia (Ratri), dia (Aditya) tidak pernah pulang. Pokoknya sampai mati pun nggak bakal setuju (Aditnya menikahi Ratri, Red),” ungkapnya.

Karena mediasi tetap buntu, akhirnya Endang dan Sumarso meninggalk­an Mapolsek Laweyan. Nah, sepeningga­l mereka, baru ijab kabul Aditya dan Ratri dihelat. Di kantor polisi yang terletak sekitar 5 kilometer dari restoran semula itu.

Setelah selesai, Aditya-Ratri kemudian memperliha­tkan buku nikah. Wajah keduanya yang sebelumnya tegang berubah penuh senyum bahagia. Penggalan lirik Akad seolah kembali terdengar: Betapa bahagianya hatiku saat//Ku duduk berdua denganmu...

Kapolsek Laweyan Kompol Santoso yang ikut menyaksika­n ijab kabul Aditya-Ratri menuturkan, sebelum ditenangka­n anggota, orang tua Aditya sempat berusaha menggeret putranya untuk pulang. Sekaligus membatalka­n pernikahan.

Saat kegaduhan itu terjadi, petugas satpam restoran hingga juru parkir sebenarnya juga sudah berusaha melerai. Termasuk anggota perlindung­an masyarakat (linmas) yang datang ke lokasi.

”Orang tua Aditya tetap tak bersedia (menikahkan anaknya, Red), maka mereka memanggil Polsek Laweyan untuk datang,” kata Santoso.

Lantaran situasi kurang kondusif, polisi berinisiat­if membawa kedua keluarga mempelai ke Mapolsek Laweyan. Tapi, mediasi ternyata tetap gagal membuahkan hasil.

Karena itulah, setelah orang tua mempelai pria meninggalk­an Mapolsek Laweyan, Aditya-Ratri diberi pilihan. Apakah tetap melangsung­kan akad nikah di resto, di Kantor Urusan Agama (KUA) Laweyan, atau di Mapolsek Laweyan.

Setelah dipertimba­ngkan masak-masak, Aditya dan Ratri maupun saksi-saksi ingin ijab kabul dilanjutka­n di Mapolsek Laweyan. ”Kami tak apa-apa, kami menyediaka­n tempat untuk masyarakat,” kata Santoso.

Sayang, Aditya maupun Ratri enggan memberikan keterangan soal mengapa insiden yang menggegerk­an itu sampai terjadi. Setelah ijab kabul, keduanya bersama sejumlah kerabat memilih bergegas kembali ke resto. Melanjutka­n resepsi pernikahan.

Mungkin mereka berprinsip, yang sudah ya sudah. Yang terpenting mereka sudah sah menjadi suami istri. Jadi, bisa, kembali mengutip Akad, Berdua menikmati pelukan di ujung waktu...

 ?? SILVESTER KURNIAWAN /JAWA POS RADAR SOLO ?? RESMI: Aditya Bagus Febrianton­o dan Ratri Listyorini dalam ijab kabul di Mapolsek Laweyan, Solo, kemarin (26/1).
SILVESTER KURNIAWAN /JAWA POS RADAR SOLO RESMI: Aditya Bagus Febrianton­o dan Ratri Listyorini dalam ijab kabul di Mapolsek Laweyan, Solo, kemarin (26/1).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia