Nggak Masalah Dibilang Old Soul
Ardhito Pramono yang Berani Beda lewat Musik Sosok cowok berkacamata dengan bakat bermusik yang menonjol ini jadi idola baru. Ardhito Pramono namanya. Selera musiknya tergolong nggak pasaran untuk anak muda seusianya. Tapi, di situlah letak keunikan Dhito
SAAT kebanyakan anak muda sedang menggandrungi musik EDM, Latino, atau hiphop, Ardhito Pramono muncul membawakan musik easy jazz yang penuh ”rasa” dan menghadirkan perasaan tenang bagi pendengarnya. Pengikut channel YouTube-nya bisa menikmati karya-karya Dhito –sapaannya– maupun cover lagu yang dia buat. Misalnya The Bitterlove, Perlahan Menghilang, BULB, The Sun, I Can’t Stop Loving You, juga Bila yang jadi soundtrack film Susah Sinyal.
Pria kelahiran Jakarta, 22 Mei 1995, itu mendefinisikan musik jazz lebih kepada perasaan. ”Semua yang ingin diceritakan kepada pendengar,” ucapnya. Dhito mengenal musik sejak duduk di kelas III SD. Ketika itu dia mendapat guru bimbel privat ke rumah yang ternyata juga guru musik. ”Jadinya bukan belajar matematika, malah belajar musik,” katanya, lantas tertawa.
Dari situ berlanjut hingga SMP, Dhito belajar memainkan gitar dengan berbekal panduan chord dari majalah musik. Dia pernah menjadi DJ dan tampil di acara ultah ataupun prom night. Juga
perform sebagai pemain perkusi dan drum di beberapa event musik di Jakarta. Ketika SMA, dengan bermodal laptop yang bisa digunakan buat merekam, Dhito mulai membuat cover lagu.
Saat dia berkuliah di Jurusan Film JMC Academy, New South Wales, Australia, kegiatan bermusiknya sempat off. ”Sampai di satu titik, saya mikir, kok musiknya nggak dilanjutin?” ucap Dhito, yang kali pertama menulis lagu di usia 12 tahun. Mulailah dia kembali berkarya di musik.
Dia mengakui, kebanyakan lagu yang diciptakannya lahir dari momen sedih. ”Lagi sakit hati, lagi sedih, itu lebih gampang
ciptain lagu,” ujarnya saat dijumpai di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta. Meski begitu, bukan berarti Dhito harus sedih terus dong. Cowok yang punya lebih dari 55 ribu pengikut di Instagram itu senang menghibur followers-nya. Dia sering live di Instagram dengan memainkan lagu-lagu yang meluluhkan hati.
Warna musiknya cenderung dipengaruhi musisi-musisi oldies seperti Frank Sinatra, Billie Holiday, dan Nat King Cole. ”Dari dulu suka koleksi vinil sampai akhirnya menemukan ini roots musik saya,” ungkap anak ketiga di antara lima bersaudara itu.
Dia juga mengagumi karya-karya legendaris tanah air seperti milik Sam Saimun, Bing Slamet, dan Ismail Marzuki sehingga membuat konten Jasmerah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) di channel YouTube-nya. Isinya adalah cover lagu legendaris yang dibawakan dengan ”warna” Dhito. Di antaranya, ada Tjumbuan
Kasih Rimba Lara karya Ismail Marzuki, Layang-Layang milik Sam
Saimun, serta Ketjapi Malam-nya Theresa Zen.
Meski selera musiknya sering dibilang tua banget, old soul, dan semacamnya, Dhito tak mempermasalahkannya. ”Sebenarnya menyayangkan, musik-musik itu sudah nggak pernah didengar anak muda. Padahal, arti, progresi, dan musiknya keren banget,” tuturnya. Misi Dhito, bagaimana membawakan kembali lagu yang tidak mainstream di telinga anak muda agar bisa dinikmati. Dia merasa sayang kalau musik-musik itu ditinggalkan.