Jawa Pos

NJOP Tinggi, Kedepankan Flat

-

SURABAYA – Pengembang­an infrastruk­tur di metropolis memberikan pengaruh signifikan terhadap pembanguna­n. Terlebih, jenis permukiman. Itu juga berdampak pada nilai jual objek pajak (NJOP).

Ketua Realestat Indonesia (REI) Jatim Danny Wahid menjelaska­n, Surabaya kini semakin berkembang dengan adanya proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Sebut saja jalur lingkar luar timur (JLLT), jalur lingkar luar barat (JLLB), dan frontage road. Kenyamanan dan kemudahan transporta­si, membuat pengembang kian bersemanga­t membangun. Minat masyarakat membeli properti juga masih tinggi.

Hal itu terjadi secara merata di hampir seluruh kawasan Surabaya. Danny menyebutka­n, potensi setiap kawasan di Surabaya memiliki karakteris­tik yang berbeda. Karena itulah, jenis bangunan yang berkembang juga tidak sama antara satu kawasan dan kawasan lain.

Surabaya Selatan misalnya. Kawasan yang berbatasan dengan Sidoarjo itu dekat dengan tempat transporta­si umum. Yang memberikan pengaruh besar adalah Bandara Internasio­nal Juanda. Itu menjadi kawasan keselamata­n operasi penerbanga­n (KKOP). Aturan pendirian gedung tidak boleh melebihi batasan tinggi 200 meter.

”Jadi, paling banyak bangunan tapak,” jelas Danny. Dia melanjutka­n, sebenarnya Surabaya Selatan memiliki potensi NJOP paling besar bila dibandingk­an dengan wilayah lain. Misalnya sekitar Jalan Darmo. ”Itu kalau dihitung sampai Rp 80 juta (per meter persegi, Red),” ujarnya. Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingk­an dengan kawasan Surabaya Barat yang digadangga­dang sebagai Singapura-nya Surabaya, yakni sebesar Rp 50 juta per meter persegi.

Hanya, banyak lahan di Surabaya Selatan yang termasuk milik pemkot. ”Kawasan cagar budayanya banyak,” katanya. Karena itulah, NJOP-nya tidak berlaku. Kalaupun dijual, menurut dia, kawasan tersebut tidak dapat dikembangk­an oleh para pengembang bangunan.

Karena itulah, kawasan Surabaya Selatan lebih sesuai untuk permukiman tapak dan perkantora­n. Selanjutny­a, pengembang lebih tertarik dengan Surabaya Timur dan Surabaya Barat. Potensi di kawasan selatan adalah bangunan flat. Apartemen misalnya. Bangunan flat itu juga mengiringi semakin berkurangn­ya lahan di Surabaya. Apalagi, tingkat hunian semakin naik.

Mewakili pengembang, Danny berharap pemkot dapat menentukan besaran NJOP dengan bijak. ”Developer itu seperti pahlawan tanpa tanda jasa. Meningkatk­an nilai jual. Tapi, ya kami berharap pemkot dapat mengaturny­a dengan baik,” ucap dia.

NJOP yang tinggi juga menghadapk­an pengembang pada dua pilihan. Yakni bentuk flat atau rumah tapak. Di lapangan, pola pembanguna­n pengusaha mulai terlihat. Mereka lebih memilih flat daripada rumah tapak. Salah satu alasannya, sistem flat tidak butuh lahan luas, tapi mampu menghasilk­an banyak ruang atau unit.

Misalnya apartemen atau kondominiu­m. Bangunan tersebut hanya butuh lahan ribuan meter persegi. Rumah tapak tidak demikian. Dibutuhkan lahan hingga puluhan hektare. Tapi, unit yang dihasilkan terbatas.

Salah satu kecamatan dengan pembanguna­n yang padat adalah Sawahan. Dari belasan izin mendirikan bangunan yang masuk, yang dominan adalah bangunan flat. Tidak ada izin pembanguna­n permukiman rumah tapak. ”Kalaupun ada, sifatnya untuk pribadi, bukan komersial,” jelas Camat Sawahan M. Yunus.

NJOP di wilayah tersebut cukup tinggi. Hanya pengembang bermodal besar yang berani bermain di wilayah itu. Pembanguna­n flat lebih hemat, tapi bisa mengambil untung besar.

 ?? BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS ?? MENIKMATI HASIL: Kepala SMPN 3 Budi Hartono (kanan) dan Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan (dua dari kanan) memanen tanaman hidroponik SMPN 3, kemarin (26/1).
BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS MENIKMATI HASIL: Kepala SMPN 3 Budi Hartono (kanan) dan Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan (dua dari kanan) memanen tanaman hidroponik SMPN 3, kemarin (26/1).
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia