Rasanya seperti Bulu Kaki Dicabuti Berkali-kali
Menghapus tato permanen bukanlah perkara mudah. Selain itu, dibutuhkan biaya yang tak murah.
AMELIANA meringis kesakitan. Dia memandangi perban di atas pergelangan kaki kanannya. Luka itu dia dapatkan setelah keluar dari sebuah bilik operasi di halaman Masjid Cut Mutia, Jakarta, kemarin (27/1). Bukan luka biasa. Itu luka yang mengobati sesal. Sebuah tato bunga mawar yang dia buat pada 2011 baru saja dihapus dengan laser. ”Rasanya seperti bulu kaki dicabutin berkali-kali. Selama 30 menit,” ujar perempuan 25 tahun itu menahan perih.
M. Faisal Nur, suami Ameliana, tidak bisa banyak menghibur. Dia justru ikut merasa bersalah. Ternyata tato mawar tersebut adalah hasil eksperimennya yang saat itu sedang gandrung dengan dunia seni. Dia biasa membuat mural di temboktembok kota. Kaki Ameliana pun dijadikan kanvas oleh Faisal. ”Itu tato pertama yang saya bikin saat masih pacaran dulu. Sebagai suami, saya merasa bersalah,” ujar Faisal pelan. Dia sendiri tidak bertato.
Yang kena getah memang Ameliana. Saat orang tuanya mengetahui tato itu, ibunya marah besar. Tapi, tak bisa berbuat banyak karena tato sudah kadung jadi. Tidak bisa begitu saja dihapus. ”Saya juga merasa salat tidak diterima. Seolah tato ini jadi ganjalan,” ujar Ameliana.
Setelah menikah pada 2014, mereka sepakat menghapus tato tersebut. Berbagai cara dilakukan mulai menggunakan air susu, cairan penghapus seharga Rp 350 ribu, hingga obat serbuk. Tapi, hasilnya tidak memuaskan. ”Warnanya hanya memudar, tapi masih terlihat,” kata Ameliana.
Penghapusan tato dengan laser sebenarnya mereka pun tahu. Tapi, biayanya sungguh berat di kantong mereka. ”Hitungannya per sentimeter itu ratusan ribu hingga jutaan (rupiah),” katanya. Ameliana jadi peserta pengha- pusan tato yang diadakan Islamic Medical Service (IMS) yang berada di bawah Hidayatullah. Total ada 120 orang yang mendapat pelayanan penghapusan tato dengan mesin Nd: YAG laser kemarin. Sedangkan pendaftar program gratis itu mencapai 1.200 orang.
Ketua Panitia Ahmad Syahidin menuturkan, penghapusan tato gratis itu memang ditunggu banyak orang. Sebab, selama ini biaya penghapusan tato tersebut tergolong mahal, bisa puluhan juta. ”Kami tergerak untuk membantu mereka yang punya masa lalu kelam untuk hijrah,” ujar dia.
Karena biaya penghapusan gratis, mereka memberikan standar tinggi untuk penghapusan tato itu. Sebelumnya, peserta atau pasien harus menjalani tes kesehatan terlebih dahulu. Misalnya, mengecek tekanan darah, gula darah, cek HIV/AIDS, dan hepatitis.
Ada sebuah bilik yang disekat jadi dua untuk peserta laki-laki dan perempuan. Di dalamnya tersedia alat Nd: Yag laser yang biasa juga dipakai untuk terapi kecantikan. Tapi, memang tidak langsung bisa terhapus dengan sekali operasi dengan laser. Untuk tato bercat hitam, setidaknya dibutuhkan tiga kali tindakan. Sedangkan untuk tato warna, diperlukan sekitar lima kali laser. Namun, bagi para peserta penghapusan tato, itu bukan masalah. Sakit yang dirasa itu tak sebanding dengan rasa malu dan penyesalan yang mereka alami.
Cerita-cerita penyesalan itu memang sangat mewarnai penghapusan tato tersebut. Dokter Delfina Keumalasari yang turut memeriksa kesehatan peserta pun mendengarkan banyak curahan hati para pasien. ”Rata-rata menyesal. Apalagi sudah berkeluarga,” ujar dia.