Jelang Imlek, Order Meningkat
Produksi Mi dan Misoa
– Masyarakat Tionghoa percaya mi dan misoa memiliki makna tersendiri. Dipercaya membuat panjang umur dan lancar rezeki. Tak heran jika permintaan mi dan misoa pun meningkat. Terutama menjelang Imlek.
Hal itu diakui Soebiyanto Djajawikarta. Generasi ketiga perusahaan mi dan misoa CV Marga Mulya itu mengatakan, produksinya bertambah menjelang Imlek yang jatuh pada 16 Februari mendatang. Jika pada hari biasa mengolah 800 kg hingga 1 ton tepung terigu, menjelang Imlek seperti saat ini produksi naik menjadi 1,2–1,3 ton tepung terigu per hari.
Agar tidak kewalahan, pihaknya mempersiapkan sejak jauh-jauh hari. ’’Antisipasi sejak Desember,’’ katanya. Dengan 20 karyawan, Soebiyanto tetap mempertahankan produksi dengan cara tradisional.
Adonan tepung terigu dimasukkan mesin penggiling. Mesin tersebut memanjang dengan enam tahapan penggilingan. Pada tahap penggilingan keenam, keluar bentuk misoa yang diharapkan. Lalu, ada karyawan yang bertugas memotong misoa dengan panjang sekitar 1,5 meter.
Misoa tersebut lantas diangin-anginkan. Dibiarkan di udara terbuka dan dibantu kipas angin. Tujuannya, misoa tidak menggumpal. ’’Supaya antarmisoa tidak berdempetan,’’ katanya.
Setelah diangin-anginkan, misoa dijemur. Penjemuran dilakukan selama tiga hari. Hal itu dilakukan untuk memastikan misoa benar-benar kering. ’’Lalu, dipilah dan di-packing. Satu bungkus 300 gram dan 400 gram,’’ jelasnya.
Hujan memang menjadi kendala ketika penjemuran. Solusinya, dilakukan pengovenan selama dua hari dengan suhu 50 derajat Celsius. Soebiyanto menyatakan, perusahaan yang didirikan pada 1948 itu diawali oleh sang kakek, Nio Hok Ing. Dia bersyukur hingga saat ini perusahaan tetap eksis dengan mempertahankan produksi yang masih tradisional.
Meski begitu, dia mengakui produksi tradisional itu memiliki tantangan tersendiri. ’’Butuh tenaga banyak dan berat di ongkos,’’ tuturnya. Karena itu, dia menambahkan sentuhan teknologi. Terutama untuk pengemasan.
Menurut dia, satu kali produksi membutuhkan 10–15 orang untuk pengemasan. ’’Kalau mesin, tiga orang cukup. Speed tiga jam selesai. Juga lebih rapi,’’ terangnya. Soebiyanto mengaku sudah tujuh tahun ini menggunakan mesin dalam packaging.
Laki-laki berusia 56 tahun itu menyatakan sebisa-bisanya mempertahankan kealamian produk. Sebab, misoa adalah bahan untuk makanan manusia. Karena itu, tidak menggunakan hal-hal yang akibatnya tidak jelas. ’’Tidak bisa sembarangan kasih obat. Karena produk kering, tidak pakai pengawet,’’ katanya.
Soebiyanto memberi produknya dua nama. Yakni Cong dan Shuang Shi. Artinya adalah pusat dan kebahagiaan berlipat. ’’Permintaan banyak misoa karena lebih lembut dan alami,’’ ujarnya.