Mulai Bermunculan Kasus Vape Narkotika
ADA yang bilang, vape lebih aman daripada rokok. Lainnya bilang, rokok tidak seburuk rokok elektrik yang mengandung lebih banyak bahan kimia.
Pertentangan itu harus segera dijawab pemerintah. Kontroversi akan menjadi ”peluru” untuk menyerang kebijakan pengendalian vape
Telepas dari kontroversi baik atau tidak vape, yang jelas, rokok elektrik menjadi salah satu media baru penyebaran narkotika. Sepanjang 2017, ada dua kasus vape menjadi ”kendaraan” jualan narkotika yang diungkap Polda Metro Jaya. Bareskrim pun mengungkap satu kasus serupa.
Kasus vape narkotika pertama diungkap Polres Metro Jakarta Selatan pada Maret 2017. Saat itu total 150 botol cairan vape yang mengandung ganja disita.
Berikutnya, pada Agustus 2017, Ditresnarkoba Polda Metro Jaya menggulung sindikat penjual vape narkotika. Dalam pengungkapan itu, diamankan 3 orang dan 27 botol cairan vape yang berisi narkotika jenis 5-Fluoro ADB.
Terakhir, November lalu, giliran Bareskrim yang mengamankan beberapa cairan botol vape.
Pengawasan akan vape memang masih rendah di Indonesia. Hal tersebut tidak lepas dari minimnya undangundang yang mengatur hal itu. Munculnya kasus-kasus narkotika tersebut diharapkan bisa membuat pihak berwenang lebih ketat lagi dalam mengatur peredaran vape.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menegaskan, vape narkotika mendapat atensi tersendiri dari jajarannya. ”Kami akan memberantas siapa pun yang menjual narkotika. Dalam bentuk apa pun. Termasuk cairan vape,” tegasnya.
Polisi perwira menengah itu mengungkapkan, pelaku yang terlibat dalam kasus penjualan cairan vape mengandung narkotika telah diproses secara hukum. ”Berkas perkara sudah diselesaikan,” ucapnya.
Jangka Panjang, Vape Sama dengan Rokok Sementara itu, dokter spesialis paru RSUD dr Soetomo dr Ariani Permatasari SpP mengatakan, vape boleh digunakan tapi dalam jangka waktu tertentu. Durasi yang diperbolehkan adalah dua hingga empat minggu saja.
”Sebenarnya untuk terapi saja,” katanya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (27/1).
Terapi yang dimaksud Ariani adalah untuk mereka yang tergantung dengan rokok. Pada umumnya, mereka yang sudah ketergantungan rokok akan sulit untuk berhenti. Hal itu disebabkan nikotin.
Namun, jika vape digunakan dalam jangka waktu lama, efeknya sama dengan rokok. Bisa merusak paru-paru dan berdampak pada janin pada ibu hamil. ”Sebenarnya kandungan vape dan rokok ini sama,” katanya.
Vape, menurut Ariani, juga belum mendapatkan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga bisa dikatakan ilegal.