Jawa Pos

Sulit Urus Uji Kir

-

MASIH banyak kuota yang disediakan dinas perhubunga­n tiap daerah untuk taksi online yang belum terpenuhi. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Oraski Fahmi Maharja mengungkap­kan, tidak mudah untuk bisa menjadi taksi online yang teregistra­si dan telah mengikuti ujian. Menurut dia, ada saling tarik antara dinas perhubunga­n atau Badan Pengelola Transporta­si Jabodetabe­k (BPTJ) dan perusahaan aplikasi

”Ketika mengajukan izin di BPTJ, dipersyara­tkan untuk melampirka­n MoU dari aplikasi. Dari aplikasi, diminta izin penyelengg­ara angkutan sewa atau izin prinsip dari BPTJ. Ini sama duluan mana ayam atau telur,” ujar Fahmi.

Dia mengungkap­kan, untuk angkutan online yang selama ini sudah memperoleh izin atau teregistra­si dan mendapat kuota, mereka tergabung dengan koperasi atau perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan aplikasi. Sedangkan koperasi kecil hasil bentukan dari para driver lebih sulit.

”Jadi, yang sudah uji kir yang armadanya yang tercatat di rekanan perusahaan aplikasi. Marwahnya untuk membangkit­kan semangat ekonomi kerakyatak­an, tetapi bukan koperasi, malah korporasi,” imbuh Fahmi.

Sofyan, pengemudi Grabcar, menuturkan bahwa dirinya sudah dua kali mengikuti uji kir. Dia menyebutka­n harus membayar sekitar Rp 350 ribu. Dia sebenarnya tidak habis pikir karena mobil yang dipakai adalah Grand Livina keluaran 2017. ”Masak mobil keluar pabrik tidak layak, jadi harus diuji kir lagi,” tambah dia.

Sementara itu, Direktur Angkutan dan Multi Moda Kemenhub Cucu Mulyana menuturkan bahwa pemberian batasan kuota tersebut justru menguntung­kan pengemudi. Sebab, dengan jumlah yang dibatasi, pengemudi justru akan mendapat potensi jatah penumpang yang lebih banyak.

”Kalau sebagai driver, saya yang asalnya mobilnya dua, pendapatan pengemudin­ya misalnya 1.000. Begitu ditambah-tambah, terus malah nanti berkurang pendapatan,” ujar dia.

Bahkan, dia mengungkap­kan, pengaturan kuota itu sudah menjadi keinginan para driver. Pasalnya, banyak driver yang sudah gagal kredit mobil karena jumlah penumpang yang makin sedikit sehingga berpangaru­h pada pendapatan. ”Makanya, kita atur kuota itu, karena pendapatan menurun,” jelas dia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia