Singapura Sanksi Berat Pengguna Vape
Indonesia Seharusnya Bisa Lebih Tegas
JAKARTA – Rencana pemerintah mengenakan tarif cukai 57 persen untuk rokok elektrik alias vape dinilai Komnas Pengendalian Tembakau (PT) sebagai kebijakan tanggung. Seharusnya pemerintah bisa lebih berani seperti Singapura
Yakni, melarang penuh penjualan semua produk turunan tembakau. Termasuk rokok elektrik.
”Masak pemerintah RI kalah cara mikir dengan Singapura,” kata Ketua Umum Komnas PT Dr dr Prijo Sidipratomo SpRad(K) saat dihubungi Jawa Pos kemarin (28/1). ”Langkah kita kurang efektif untuk mengendalikan rokok elektrik,” lanjutnya.
Pemerintah Singapura akan melarang konsumsi produk turunan tembakau mulai 1 Februari mendatang. Rokok tanpa asap, permen tembakau, shisha, dan rokok elektrik adalah sebagian di antaranya. Siapa pun yang kedapatan mengonsumsi produk itu akan dikenai denda 2 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 20 juta). Penjualnya pun diancam hukuman penjara.
Menurut Prijo, menaikkan pajak untuk menekan peredaran produk hasil tembakau bertolak belakang dengan upaya pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat. Produk tembakau akan meningkatkan risiko kesehatan. Efeknya, beban BPJS Kesehatan semakin tinggi. Padahal, sekarang saja defisit sistem jaminan kesehatan nasional itu sudah mencapai triliunan rupiah.
”Sudah saatnya bangsa ini move on,” ucapnya.
Seperti diketahui, rokok elektrik mengandung beberapa bahan berbahaya bagi tubuh. Misalnya saja nikotin yang memberikan dampak adiktif atau kecanduan. Selain itu, nikotin berbahaya bagi penderita gangguan jantung dan ibu hamil.
Bahan kimia lain yang dihasilkan adalah propilen glikol dan gliserol. Bahan kimia tersebut jika dibakar dapat berubah menjadi formaldehida, yaitu bahan kimia yang sering digunakan dalam bahan bangunan dan dapat menyebabkan kanker. Terakhir, zat kimia diasetil yang mengakibatkan kerusakan paru-paru juga dihasilkan oleh vape.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deny Surjantoro mengatakan, esensi utama dalam pengenaan tarif cukai terhadap esens tembakau yang ada dalam vape bukanlah jumlah penerimaannya. Melainkan pengendalian konsumsi dan pengurangan peredaran. ”Sebab, dengan dikenakan cukai, diharapkan produk itu tidak terjangkau lagi oleh anak-anak. Beberapa waktu ini banyak anak SD yang bisa memiliki akses terhadap produk tersebut,” katanya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Dia membeberkan, potensi penerimaan dari cukai esens tembakau itu terbilang kecil bila dibandingkan dengan cukai rokok konvensional. Menurut dia, perkiraan angka optimistis penerimaan cukai esens tembakau tersebut mencapai Rp 100 miliar per tahun. Sedangkan perkiraan angka pesimistis Rp 70 miliar per tahun. Angka itu memang relatif kecil jika dibandingkan dengan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) 2017 yang sebesar Rp 145,48 triliun.
CHT masih mendominasi angka penerimaan cukai sebesar 75,65 persen dari total Rp 192,3 triliun. ”Jadi, bukan penerimaan yang utama dikejar pemerintah, melainkan pengawasan dan pengendalian. Konsumsi dan pangsa pasarnya terus meningkat,” papar Deny. Selama ini pemerintah memang belum pernah mengenakan tarif cukai terhadap esens tembakau yang ada dalam vape. Namun, tahun ini, rencananya, tarif cukai tersebut mulai dikenakan per 1 Juli.