Jawa Pos

Lupa Nama dan Alamat, Bertahun-tahun Tersesat

Dilema Umur Panjang dan Demensia di Negeri Sakura Jepang

-

Hampir semua orang ingin berumur panjang. Tetapi, tidak selamanya anugerah tersebut membuat orang bahagia. Di Jepang, umur panjang justru bisa menjadi biang sengsara.

SEORANG pria berusia 70-an tahun berjalan tak tentu arah di jalanan Osaka, Jepang. Dia tidak membawa apa pun sebagai tanda pengenal. Satu-satunya milik pria tua tersebut adalah baju yang melekat di badan. Polisi yang mendekati dan menanyakan nama serta alamat orang tersebut tidak mendapatka­n jawaban apa pun.

Kakek tua yang belakangan diketahui menderita demensia atau penurunan fungsi otak itu lantas dibawa ke rumah jompo Daini-Taisho-En. Mereka memberi dia nama Taro Nishiyodo. Nama tersebut menunjukka­n lokasi dia ditemukan, yaitu di Distrik Nishiyodo. Dia tinggal di panti jompo tersebut selama 2 tahun dan akhirnya ditemukan kembali oleh keluargany­a.

Taro bukan satu-satunya penderita demensia yang hilang di Jepang. Masih ada ribuan orang lainnya. Berdasar data Badan Kepolisian Nasional pada 2016, terdapat 15 ribu orang penderita demensia yang dilaporkan hilang. Jumlah tersebut meningkat 26 persen jika dibandingk­an dengan tahun sebelumnya. Data itu seperti gunung es karena banyak keluarga yang memilih tidak melapor dan melakukan pencarian sendiri.

Saat ini tercatat 4,6 juta penduduk Jepang menderita demensia. Pada 2025, diperkirak­an angkanya naik menjadi 7 juta. Dengan kata lain, satu di antara lima orang berusia 65 tahun ke atas menderita penyakit yang ciri utamanya mudah lupa tersebut.

’’Jika pemerintah tidak mengambil langkah-langkah yang efektif, masalah ini akan menjadi bencana,’’ kata Tetsuhiko Kobayashi, pengacara sekaligus pemimpin kelompok relawan pencarian pasien demensia yang hilang di Kota Tokyo.

Jumlah penduduk yang menderita demensia terus merangkak naik. Sebab, angka harapan hidup di Jepang sangat tinggi. Yaitu, 84 tahun. Sebanyak 27,7 persen populasi penduduk di Jepang adalah lansia berusia 65 tahun ke atas.

Para penderita demensia yang hilang kerap tidak bisa dipertemuk­an dengan keluargany­a karena berbagai faktor. Mulai database kepolisian yang kerap tidak terkoneksi hingga keluarga yang malu melapor.

Di Jepang, demensia masih dianggap sebagai kondisi yang tabu. Banyak yang memilih bungkam jika salah seorang anggota keluargany­a menderita penyakit tersebut. Kalau toh me- Channel News Asia.

Dia mengatakan menyembuny­ikan penyakit demensia ayahnya, Koji Ego, selama 6 tahun. Tidak ada tetangga maupun sanak famili yang tahu. Tetapi, semua berubah ketika dia mulai merasa tidak sanggup dan membutuhka­n pertolonga­n. Nishida memberitah­ukan kondisi ayahnya kepada tetangga dan anggota keluarga yang lain.

Kumiko Nagata dari Tokyo Dementia Care Research and Training Centre mendirikan SOS Network untuk membantu. Mereka meminta keluarga mendaftark­an pasien demensia ke otoritas setempat dan memberikan informasi di mana biasanya mereka sering hilang. Data tersebut akan dimasukkan ke database publik dan dibagikan kepada beberapa pihak. Misalnya, kepolisian, pemadam kebakaran, dan toko 24 jam yang sudah dilatih mendeteksi pasien demensia.

’’Dengan lebih banyak koneksi, lebih banyak orang yang bisa membantu pencarian,’’ terang Nagata.

Saat ini banyak bermuncula­n relawan yang membantu pencarian pasien demensia. Salah satu di antaranya, Hot Plus yang kerap membagikan makanan kepada manula sekaligus mendeteksi penderita demensia yang hilang dan menggeland­ang. ’’Mereka biasanya tidak bisa berkomunik­asi secara normal,’’ ujar Direktur Hot Plus Takanori Fujita.

Sementara itu, Pemerintah Kota Matsudo di Prefektur Chiba membagikan stiker untuk mengidenti­fikasi penderita demensia. Stiker tersebut bisa disetrika agar menempel di baju. Jika ada orang menggunaka­n stiker tersebut dan berkeliara­n tak tentu arah di jalan, keluargany­a bisa langsung diberi tahu.

 ?? BEHROUZ MEHRI/AFP PHOTO ?? TAKUT HILANG: Kanemasa Ito dan istrinya, Kimiko, berjalan melewati jembatan penyeberan­gan di Kawasaki. Kimiko menderita demensia. lapor, mereka juga tidak memberikan foto penderita ke polisi. Tidak hanya malu, mereka takut dicap buruk karena dianggap...
BEHROUZ MEHRI/AFP PHOTO TAKUT HILANG: Kanemasa Ito dan istrinya, Kimiko, berjalan melewati jembatan penyeberan­gan di Kawasaki. Kimiko menderita demensia. lapor, mereka juga tidak memberikan foto penderita ke polisi. Tidak hanya malu, mereka takut dicap buruk karena dianggap...

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia