Tiga Minggu Tuntas, Pakai Detektor Cahaya dan Boks Suara
Yoga Adi Wijaya Cs, Penemu Kacamata Pendeteksi Nominal Uang untuk Tunanetra
Kepedulian terhadap penyandang tunanetra membuat Yoga Adi Wijaya cs menemukan kacamata ”ajaib”. Dengan memakai kacamata tersebut, para tunanetra bisa membedakan nominal uang.
SILVIA LIGAN VIANI, Malang
NADA bicaranya pelan. Kalimatnya tersusun sistematis. Itulah kesan yang tampak saat Yoga Adi Wijaya menjelaskan inovasinya, kacamata pengidentifikasi nominal uang bagi para penyandang tunanetra. Kacamata ajaib tersebut memang bukan inovasi Yoga seorang diri. Melainkan hasil penelitiannya bersama empat temannya di Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka adalah Noor Muhamad Sukri Fadholi, Bagus Arif Dwi Winarko, Larossafitri Larasati, dan Candra Putra Pamungkas.
Inovasi itu dihasilkan karena Yoga cs tidak berpikir pragmatis. Biasanya mahasiswa mengerjakan tugas dari dosennya karena ingin mendapatkan nilai bagus. Namun, tidak demikian Yoga dan kolega. Mereka tidak sekadar memburu nilai. Mereka ingin tugas yang dikerjakan juga bermanfaat bagi masyarakat.
Akhirnya muncullah ide membuat kacamata pengidentifikasi nominal uang. Sebab, Yoga cs menyadari keterbatasan penyandang tunanetra. Yoga melihat para tunanetra di panti pijat kerap kesulitan mengidentifikasi uang dari pelanggannya.
Yoga cs tidak butuh waktu lama untuk membuat kacamata tersebut. ”Karya ini kami selesaikan dalam kurun waktu tiga minggu,” ucap mahasiswa angkatan 2015 itu.
Meski karyanya masih berupa prototipe dan perlu pengkajian mendalam, inovasi yang ditonjolkan patut diacungi jempol. ”Alat kami tergolong sederhana karena baru prototipe. Nanti dibantu kampus dan jurusan untuk penyempurnaannya sehingga bisa diproduksi masal,” terang Yoga.
Bahan yang digunakan pun tergolong simpel. Yakni kacamata hitam, mikrokontroler, jack audio, USB, sensor warna, baterai, tujuh lampu LED, dan headset. Semua alat tersebut akan dimasukkan ke dalam boks kecil berukuran sekitar 14 sentimeter. ”Tujuh LED berfungsi untuk mendeteksi tujuh jenis uang kertas yang digunakan di Indonesia,” terangnya.
Kacamata itu kemudian dihubungkan dengan boks yang diikatkan di pinggang sehingga bisa dibawa ke mana-mana. ”Ketika sensor mendeteksi warna uang, secara otomatis akan terkirim pesan suara ke pengguna kacamata melalui headset,” katanya. ”Ke depan, kami ingin mengembangkan lagi. Cukup memakai kacamata, tanpa disertai boks,” tambah pemuda asal Papua itu.
”Paling sulit ya mengendalikan sensor warna. Pasalnya, rangsangan cahaya dari luar bisa mengubah nominal uang yang sebelumnya Rp 10.000 menjadi Rp 20.000 atau Rp 50.000.”