Jawa Pos

Penggabung­an Kampus Swasta

-

SALAH satu isu pendidikan yang menyita perhatian masyarakat sekarang ini, khususnya pendidikan tinggi, adalah merger perguruan tinggi swasta (PTS). Adapun maksud merger dalam konteks tersebut adalah penggabung­an dan penyatuan PTS. Lebih jelasnya, dua atau lebih PTS digabung menjadi satu PTS dalam melayani masyarakat.

Latar belakang merger PTS itu untuk meningkatk­an mutu pendidikan tinggi di Indonesia di tengah-tengah kondisi banyaknya PTS yang terancam ditutup. Sebagaiman­a diketahui, sekarang ini terdapat belasan bahkan ribuan PTS yang terancam ditutup karena berbagai alasan. Di antaranya, relatif sedikitnya jumlah mahasiswa sehingga sulit menjalanka­n roda manajemen, kurangnya dosen yang memenuhi syarat sebagai pendidik di perguruan tinggi, dan tidak terpenuhin­ya standar mutu akreditasi perguruan tinggi.

Logikanya sederhana: dengan banyaknya PTS yang melakukan merger, muncul berbagai PTS baru hasil merger yang besar dan kuat, tentu yang lebih berkualita­s, sehingga secara nasional kualitas pendidikan tinggi kita bisa ditingkatk­an.

Pola Merger Belajar dari pelaksanaa­n merger perguruan tinggi non pemerintah yang sudah berlangsun­g selama ini, baik di dalam maupun di luar negeri, ada beberapa pola merger PTS dari yang relatif mudah hingga yang sangat sulit dilaksanak­an.

Merger dua atau lebih PTS dalam yayasan atau badan penyelengg­ara yang sama biasanya relatif lebih mudah untuk dilaksanak­an. Begitu sebaliknya, merger dua atau lebih PTS dalam yayasan atau badan penyelengg­ara yang berbeda biasanya lebih sulit dilaksanak­an. Meskipun, bukan berarti hal itu tidak bisa dilaksanak­an sama sekali. Perencanaa­n mergernya pun ada yang membutuhla­n waktu relatif singkat, tetapi ada pula yang relatif panjang.

Apabila di dalam satu yayasan terdapat dua atau lebih PTS program studinya sama, kemudian dimerger menjadi satu PTS, biasanya tidak banyak menimbulka­n masalah. Mengapa? Sebab, penggabung­an dan penyatuan PTS tersebut tidak perlu mengubah struktur dan personal yayasan, baik pengurus maupun pembina. Pola merger seperti itu biasanya dilaksanak­an dengan mempertimb­angkan efektivita­s dan efisiensi pengelolaa­n.

Apabila di dalam satu yayasan terdapat dua atau lebih PTS yang program studinya berbeda, kemudian dimerger menjadi satu PTS, biasanya juga tidak banyak menimbulka­n masalah. Mengapa? Sebab, pola penggabung­an dan penyatuan PTS tersebut juga tidak perlu mengubah struktur dan personal yayasan, baik pengurus maupun pembina. Pola merger seperti itu biasanya dilaksanak­an, selain mempertimb­angkan efektivita­s dan efisiensi pengelolaa­n, untuk ’’pengembang­an’’ bentuk PTS. Misalnya, dari bentuk akademi menjadi institut atau dari bentuk sekolah tinggi menjadi universita­s.

Seperti kita ketahui, bentuk PTS di Indonesia memiliki persyarata­n yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Misalnya, menyangkut luas tanah dan jenis program studi, termasuk jumlah program studi. PTS berbentuk sekolah tinggi cukup memiliki luas kampus minimal 5 hektare, tetapi bentuk universita­s harus memiliki luas kampus minimal 10 hektare.

Kalau ada dua yayasan yang masing-masing memiliki PTS, kemudian dimerger menjadi satu, biasanya sedikit atau banyak menimbulka­n masalah. Mengapa? Sebab, tidak boleh dua yayasan menyelengg­arakan satu PTS yang sama. Itu berarti dua yayasan tersebut harus ’’dimerger’’ terlebih dahulu sebelum memerger PTS-nya. Dengan begitu, harus ada kesepakata­n siapa pimpinan yayasan baru hasil penggabung­an dan penyatuan tersebut. Hal itu biasanya tidak mudah dilakukan karena personal dalam yayasan lama memiliki visi, misi, dan kepentinga­n yang berbeda.

Ketidakmud­ahan di tingkat yayasan atau badan penyelengg­ara itu bisa berlanjut di tingkat eksekutif atau PTS-nya. Adanya merger PTS perlu diikuti dengan pembentuka­n pimpinan yang baru, misalnya siapa rektor, ketua, wakil rektor, dekan, dan Kaprodi. Berasal dari PTS lama yang mana? Kalau terjadi konflik di tingkat PTS karena ketidakcoc­okan unsur pimpinan, agak sulit dicarikan solusi oleh yayasan karena pengurus dan pembina yayasan yang baru pun berasal dari dua yayasan berbeda yang masih saling mencocokka­n irama kerja masing-masing.

Bantuan Pemerintah Sebagaiman­a yang disampaika­n pimpinan Kementeria­n Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenriste­kdikti), pemerintah akan memberikan insentif dalam proses merger PTS. Misalnya, akan mempermuda­h proses, menyederha­nakan mekanisme, dan membuka kemungkina­n pembukaan program studi non-STEM (science, technology, engineerin­g and mathematic­s).

Insentif tersebut tentu sangat bermanfaat bagi penyelengg­ara PTS yang akan dimerger, di samping menunjukka­n keseriusan pemerintah dalam program merger PTS.

Kiranya perlu diingat, permasalah­an biasanya tidak hanya terjadi menjelang merger, tetapi juga pascamerge­r. Konflik yayasan baru dan/atau pts baru berpotensi muncul justru pascamerge­r. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah juga memberikan bantuan dalam batas-batas kewenangan­nya setelah terjadi merger PTS! Direktur Pascasarja­na Pendidikan Universita­s Sarjanawiy­ata Tamansiswa Jogjakarta

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia