Merasionalkan Tarif Tol
Langkah Gubernur Jatim Soekarwo berkirim surat ke Kementerian PUPR terkait dengan tarif jalan tol telah mewakili aspirasi banyak orang. Realisasi pernyataan Kementerian PUPR yang mempertimbangkan penurunan tarif di sejumlah ruas jalan tol juga sangat ditunggu banyak pihak.
Sebab, tarif tol yang sekarang ini menyimpan kontradiksi pembangunan jalan tol itu sendiri. Memang benar, percepatan pembangunan jalan tol yang melibatkan swasta memakan cost yang cukup tinggi. Pada gilirannya, tarif tol juga menjadi tinggi (karena swasta tentu ingin investasinya kembali dengan cepat).
Namun, di sisi lain, tarif tol yang terlalu tinggi tidak terjangkau oleh masyarakat. Nilai ekonomisnya jadi rendah. Contohnya, tarif tol untuk truk di ruas Surabaya–Kertosono sepanjang 97 km mencapai Rp 225 ribu atau lebih dari Rp 2 ribu/km-nya. Besarnya tarif itu tak terjangkau oleh pengusaha angkutan yang rata-rata hanya mematok sekitar Rp 600 per ton-nya. Tarif transportasi akan membubung tinggi dan pada akhirnya para pengusaha truk tentu mengarahkan sopirnya untuk tetap lewat jalan biasa.
Di sini terjadi kontradiksi. Jalan tol yang seharusnya bisa memudahkan dan membuat murah transportasi justru tidak terpakai karena tarif yang terlalu tinggi. Di sini, tujuan awal pembangunan jalan tol tak tercapai.
Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur merupakan hal yang sangat bagus. Tapi, harus dipertimbangkan pula nya. Mempunyai jalan tol yang membentang dari Banten hingga Banyuwangi memang sangat bagus. Tapi, nilai ekonomisnya juga harus dipertimbangkan.
Jadi, ketika mempertimbangkan skema pembiayaan, bisa dilakukan perjanjian yang lebih panjang. Dengan demikian, tarif tol yang dipatok mencapai titik keseimbangan yang ideal. Tidak terlalu murah agar investor bisa mendapatkan kembali uangnya lebih cepat, tetapi juga tidak terlalu mahal agar masyarakat bisa menjangkaunya.
Sebab, percepatan pembangunan infrastruktur dimaksudkan pemerintah untuk mengungkit pembangunan. Diharapkan, dengan akses jalan yang lebih mudah, kawasan baru bisa terjangkau sekaligus ongkos transportasi bisa ditekan. Sebab, kemacetan menjadi salah satu faktor penting yang menyumbat pembangunan.
Hanya, sekali lagi, pemerintah perlu membuat kajian lebih matang sebelum menetapkan tarif tol. Jangan sampai jalan tol yang terbangun hanya menjadi museum beton kosong yang tak dilalui pengendara karena tarif yang tak terjangkau.