Jawa Pos

Ecoton: Waktunya Peduli Air

Limbah Detergen Berlebih di Kali Tebu dan Kali Pegirian

-

SURABAYA – Hamparan buih putih terlihat pada aliran sungai di Rumah Pompa Tambak Wedi. Buih itu muncul setiap kali mesin pompa bekerja. Muara yang menjadi pertemuan Kali Pegirian dan Kali Tebu tersebut nyaris tak kelihatan airnya karena tertutup lapisan putih itu. Jejak garis tercipta setiap kali perahu nelayan melintas.

Petugas Rumah Pompa Tambak Wedi Robi Al Imron mengatakan, rumah pompa menggunaka­n sistem kerja baling-baling. Buih yang muncul diprediksi merupakan imbas dari berputarny­a baling-baling tersebut. ”Juga akibat dari limbah sabun masyarakat yang masuk ke sungai, jadi berbusa,” ujarnya. Buih tersebut memang muncul setiap kali mesin pompa menyala dan mengalirka­n air dari Kali Tebu dan Kali Pegirian.

”Saat hujan, harus lebih waspada. Air kiriman dari kota lebih besar,” katanya. Dia kemudian menjelaska­n alasan dirinya kemarin (1/2) menyalakan pompa. Saat air laut pasang, pintu air ditutup. Air dari sungai akan dipompa untuk dialirkan menuju laut. Ketika air laut surut dan debit air sungai tinggi, empat pintu air di Rumah Pompa Tambak Wedi akan dibuka. ”Mesin pompa dimatikan,” terangnya.

Direktur Eksekutif Ecological Observatio­n and Wetlands Conservati­on (Ecoton) Prigi Arisandi menyatakan, air yang berbuih di dekat pintu air memang akibat kontaminas­i detergen.

Menurut dia, sudah saatnya pemerintah lebih memperhati­kan persoalan pencemaran air. ”Sepertinya, nyawa orang di Indonesia murah. Sehingga masalah lingkungan tidak menjadi penting selama tidak banyak yang mati,” katanya.

Dia menilai, pemerintah masih berfokus pada pertumbuha­n ekonomi, menarik investasi, dan membangun kawasan industri. Dia khawatir pemerintah akan kebablasan. ”Lingkungan rusak kok masih bangun industri. Artinya, lingkungan belum jadi prioritas,” ujarnya.

Menurut dia, urusan lingkungan harus tetap menjadi fokus utama. Lingkungan bukan hanya pepohonan atau penghijaua­n yang berada di daratan. Melainkan juga harus berfokus pada persoalan air.

Meski aliran air di Surabaya berasal dari Sungai Brantas yang notabene menjadi kewenangan Pemprov Jatim, pemerintah kota tetap harus ikut andil. ”Yang jadi korban bisa warga Surabaya juga. Bu Risma harus ambil peran,” tuturnya.

Caranya bisa dengan banyak langkah. Baik di tingkat hulu maupun hilir. Pada bagian hilir atau masyarakat, bisa dibuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. Masyarakat diedukasi. ”Air limbah dikumpulka­n di satu lokasi, diolah sehingga bisa dioptimalk­an lagi,” katanya.

Hanya, pembuatan IPAL komunal memang tidak murah. Pembuatann­ya kerap kali terkendala lantaran membutuhka­n biaya yang tidak sedikit sehingga dianggap merugikan secara ekonomi. Jika demikian, dia menyesalka­n karena perhitunga­nnya masih seputar untung-rugi. Ketika dianggap tidak menguntung­kan, upayanya tidak berlanjut.

Dia memiliki harapan besar agar pemerintah bisa menunjukka­n taringnya untuk mengatasi permasalah­an lingkungan air. ”Memang akan panjang. Tapi, harus seganas seperti ketika menghidupk­an taman,” ujarnya.

 ?? AKHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? KARENA LIMBAH: Nelayan Tambak Wedi menyandark­an perahunya di muara yang menjadi pertemuan Kali Tebu dengan Kali Pegirian.
AKHMAD KHUSAINI/JAWA POS KARENA LIMBAH: Nelayan Tambak Wedi menyandark­an perahunya di muara yang menjadi pertemuan Kali Tebu dengan Kali Pegirian.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia