Gelapkan Rp 2,8 M, Dihukum 32 Bulan
Karyawan Palsukan Tanda Tangan Nasabah Bank
SURABAYA – Jajuk Lestari Ningsih tersedu saat mendengarkan hakim membacakan vonis 2 tahun 8 bulan. Karyawan sebuah bank itu terbukti memalsu tanda tangan dan mengambil uang Rp 2,8 miliar milik nasabah.
Vonis tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (1/2). Putusan tersebut lebih ringan dari tuntuan jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menuntut Jajuk dengan hukuman empat tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti memalsu tanda tangan nasabah sebuah bank. Terdakwa terbukti melanggar pasal 263 KUHP. ”Mengadili terdakwa dengan hukuman penjara selama 2 tahun 8 bulan,” kata hakim.
Dalam putusannya, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah faktor yang meringankan terdakwa. Mulai sikap yang kooperatif hingga tak pernah terlibat kasus hukum sebelumnya. Jajuk diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan tim pengacaranya terkait vonisnya. ”Saya pikir-pikir,” kata Jajuk.
Perempuan berkerudung itu tersangkut kasus pemalsuan dokumen sejak Maret 2013. Saat itu dia masih bekerja di sebuah bank swasta di kawasan Sidoarjo. Awalnya dia tergiur keuntungan besar dari kawannya jika berhasil mencari nasabah investasi berjangka sebuah perusahaan yang beregerak di bidang investasi.
Dia teringat salah seorang kenalannya yang bisa diproyeksikan sebagai nasabah. Pada Maret 2013 dia bertemu Sri Wahyuni Diharjo. Saat itu terdakwa mengaku sebagai senior manager sebuah bank swasta dengan brand berbeda dari bank tempatnya bekerja.
Korban sempat menolak saat ditawari investasi meski diimingimingi keuntungan bersih 9 persen tanpa pajak. Terdakwa tidak menyerah. Dia kembali datang ke rumah korban sembari mengaku sebagai petinggi sebuah bank swasta. Dia menawarkan program deposito. Dari tawaran itu, korban akhirnya tertarik dan menyerahkan uang Rp 200 juta.
Saat jatuh tempo, korban meminta uang itu dicairkan. Pelaku kemudian menawarkan agar memperpanjang deposito dan menambah nilai. Terdakwa menyalin dokumen deposito asli dan membuat seolah-olah milik korban untuk meyakinkannya.
Korban yang tertarik akhirnya menyetorkan uang Rp 2,8 miliar secara bertahap. Uang tersebut tidak dimasukkan deposito. Melainkan digunakan untuk investasi. Kasus itu terungkap saat korban hendak mengganti buku. Saat datang ke kantor bank tersebut, korban tidak tercatat sebagai nasabah. Uangnya pun hilang.