Belum Tentu Turunkan Transaksi
Dampak Ditjen Pajak Intip Data Kartu Kredit
JAKARTA – Perbankan tak ingin berspekulasi mengenai kebijakan baru dari Kementerian Keuangan yang mewajibkan penerbit kartu kredit melaporkan data kartu kredit dengan nominal transaksi minimal Rp 1 miliar dalam setahun. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya masih meminta pendapat dari konsumen terkait dengan pembukaan data tersebut.
Selanjutnya, dia tak ingin meramalkan pola konsumsi nasabah lebih jauh. ”Ini belum dapat masukan dari nasabah. Kalau sudah ada komplain dari nasabah, baru kami bisa komentar,” katanya kemarin (5/2).
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Suprajarto menuturkan, pada prinsipnya, perbankan harus patuh pada aturan pemerintah. Namun, jika masih ada ruang untuk perubahan kembali, dia mendukung.
Sebelumnya pun, pemerintah sempat mewacakan hal serupa tahun lalu, namun ditunda. ”Mudah-mudahan pemerintah bisa memikirkan kembali untuk tidak menerapkan dalam waktu dekat,” ujarnya.
Dalam aturan Kemenkeu, ada 23 penyelenggara jasa kartu kredit yang wajib menyetor data transaksinya kepada pemerintah. Ke-23 institusi meliputi 22 bank dan satu perusahaan kredit konsumer, yakni PT AEON Credit Services. Data tersebut maksimal disetor perbankan kepada pemerintah pada April 2019.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Erwin Rijanto mengungkapkan, saat ini ada banyak pilihan untuk melakukan transaksi nontunai. Meski transaksi tidak berupa utang, masyarakat bisa memilih, apakah tetap ingin bertransaksi dengan kartu kredit, debit, atau uang elektronik.
Menurut Erwin, pembukaan data kartu kredit itu tidak akan menurunkan jumlah dan nilai transaksi kartu kredit.