Rekam Irama Dulu di Handphone biar Tidak Hilang
Sumarji; Pertahankan Budaya dengan Ciptakan Lagu Tayub
Pada zaman serbadigital saat ini, hanya ada segelintir individu yang eksis mempertahankan seni budaya tradisional. Sumarji salah satunya. Dia sudah menciptakan puluhan lagu tayub.
DHARAKA R. PERDANA, Tulungagung
ATAP rumahnya diberi tulisan Duta Swara. Itu merupakan penanda tempat tinggal seseorang bernama Sumarji. Saat didatangi kemarin, Sumarji alias Jithul kebetulan tidak sedang bepergian. Sebab, kalau sedang ramai tanggapan, dia nyaris hanya hitungan hari ada di rumah.
”Januari dan Februari jarang ada tanggapan. Meskipun begitu, alhamdulillah rezeki tetap ada dari menciptakan lagu tayub,” katanya.
Menurut Sumarji, kemampuannya saat ini tidak dimiliki melalui pendidikan formal atau ada yang mengajari. Semua didapatkannya dari kemampuan alami. Meskipun sebenarnya ayah dan kakeknya juga sempat berkecimpung sebagai penabuh gamelan.
”Istilahnya, saya ini kewahyon (dapat anugerah, Red) karena diberi langsung oleh Yang Mahakuasa. Bahkan, pencipta lagu tayub merupakan sesuatu yang langka,” jelasnya.
Jika ditarik ke masa mudanya, Jithul memang menyukai seni budaya sejak kecil. Bahkan, dia pernah menjadi pemain ludruk maupun penabuh gamelan.
Kendati demikian, untuk membuat irama lagu, Jithul tidak pernah melibatkan gamelan atau alat musik lainnya. Dia hanya menyusun irama dengan mengandalkan pikiran dan suara mulut yang direkam di handphone (HP) biar tidak hilang.
Kebiasaannya itu justru membuat rekan-rekannya geleng- geleng karena menganggapnya tidak biasa. Padahal, umumnya membuat lagu harus menggunakan alat, entah itu saron atau gender.
Wajar saja jika Jithul lebih mengandalkan rekaman di handphone. Sebab, inspirasinya justru didapat sewaktu-waktu. Entah itu saat ngopi, bepergian, dan sebagainya. Meskipun belum diberi lirik, semua harus direkam dulu sebelum diberi lirik yang pas sesuai harapan ayah satu putra itu. Apalagi, setiap lirik yang berbentuk mirip puisi tersebut didapatkannya dari pengalaman pribadi maupun orang lain yang dianggapnya pas mengisi lagu tayub ciptaannya.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan pria berambut gondrong itu tidak bisa disepelekan. Sampai saat ini sudah 72 lagu tayub yang dapat diciptakannya. Namun, hanya sekitar 40 yang dianggap berhasil. Namanya pun cukup terkenal di antara seniman lagu Jawa, baik di Jatim maupun Jateng. ”Itu sudah jadi ila-ila (perkataan) orang tua. Dari sepuluh lagu, pasti hanya tiga atau empat yang berhasil,” ujarnya lalu tersenyum.
Dari kemampuannya yang terhitung langka tersebut, Jithul bisa mendapatkan pemasukan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Meskipun Februari seperti saat ini sepi tanggapan, dia masih bisa mendapatkan rezeki dari lagu tayubnya. Entah itu yang dibeli perusahaan rekaman maupun pesanan sesama seniman.
”Paling mahal saya menjual karya Rp 1,5 juta. Selama ini saya memang tidak pernah menerapkan royalti. Kalau tertarik silakan dibeli. Meskipun sebenarnya saya kadang juga harus menawarkan dulu ke perusahaan rekaman,” ungkapnya.
Disinggung apakah tidak ingin melebarkan sayap hingga luar Jawa, bahkan luar negeri, Sumarji mengaku tidak berminat. Dia lebih memilih bertahan di Tulungagung daripada harus hidup di kota besar.
Bagi Sumarji, lebih baik tetap berada di desa. Sebab, semua dianggap sudah mencukupi dan ditunjang lingkungan sosial yang bisa mendukung untuk terus berkarya. ”Lebih baik saya tetap di kabupaten ini. Toh, saya juga masih tetap bisa tanggapan hingga luar daerah,” tuturnya.