Pemkot Ngotot Denda, Dewan Ubah PP
Peraturan Warga Memilah Sampah
SURABAYA – Pembahasan raperda terkait sanksi terhadap warga yang tidak memilah sampah berujung perdebatan. Dinas kebersihan dan ruang terbuka hijau (DKTRH) dan DPRD dalam rapat di gedung dewan kemarin (5/2) saling mempertahankan argumen. DKTRH menganggap perlunya sanksi bagi pelanggar pemilahan sampah dari hulu. Di sisi lain, pansus anggota Komisi B DPRD Surabaya menolak mengakomodasi usul pemkot tersebut.
Anggota Komisi B Ahmad Zakaria mempertanyakan dasar hukum sanksi. Sesuai PP Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengolahan Sampah, kewenangan pemda hanya sampai tempat pembu- angan sampah sementara (TPS). Pengelolaan sampah di tingkat RW atau RT selama ini dikelola warga. ”Kalau pemkot mau mengambil alih pengelolaan sampah sampai tingkat RT, ya silakan beri sanksi,” ujar politikus PKS itu.
Usulan pengambilalihan pengelolaan sampah hingga ke tingkat RT sudah diajukan pekan sebelumnya. DKRTH tak dapat melakukan itu karena PP 81/2012. Zakaria menyinggung kembali masalah tersebut. Ketika masa reses akhir Januari 2018, dia menyampaikan bahwa pemkot bakal menjatuhkan sanksi ke- pada warga yang tidak memilah sampahnya. Warga spontan memprotes. Alasannya, retribusi sampah yang dikelola swadaya sudah memberatkan. Tarifnya Rp 30 ribu–Rp 50 ribu per bulan.
Zakaria kembali mengusulkan agar pemkot bisa mengelola persoalan sampah hingga ke rumah warga. Dia mendorong pemkot untuk melakukan perubahan PP tersebut. ”Itu tergantung kemauan pemkot,” lanjut Zakaria yang juga anggota badan anggaran (banggar).
Jawa Pos sempat menanyai salah seorang warga Kalianak Nur Fainy yang hadir di gedung dewan. Fainy melayangkan protes karena kini di kampungnya tidak ada tarikan iuran sampah. Warga harus membuang sampah sendiri ke TPS. Ada juga yang membakar, tetapi terancam sanksi denda Rp 300 ribu sebagaimana dalam perwali pembakaran sampah. ”Kalau bisa, pemkot bantu kami lah. Biar enggak jauh-jauh buang sampahnya,” harap ibu satu anak itu.
Kepala DKRTH Surabaya Chalid Buhari menerangkan, pemkot tetap tidak bisa mengelola sampah hingga tingkat RT. ”Kami sebar ratusan tong sampah di berbagai perkampungan,’’ jelas Chalid. Dia menyebutkan, pemilahan sampah diatur dalam Perda 5 Tahun 2014. Namun, belum ada sanksi denda yang bersifat perseorangan. Hukumannya hanya berupa teguran, surat peringatan, denda, hingga pencabutan izin bagi badan usaha.
Menurut Chalid, sanksi denda lebih pas diterapkan kepada warga. Sebelumnya, tentu ada surat peringatan. Dalam rapat tersebut, pejabat eselon II-b itu menceritakan keberhasilan Kampung Jambangan dalam mengelola sampah. Kampung yang banyak menerima penghargaan tersebut dianggap perlu ditiru oleh banyak kampung lainnya. ”Di Jambangan saja bisa kok. Saya yakin kampung lainnya bisa mengikuti,” jelasnya.