Jawa Pos

Istri Eks Perawat National Hospital Cabut BAP

-

SURABAYA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan perawat di National Hospital memasuki babak baru. Winda Rimawati, istri tersangka Zunaidi Abdilah, mencabut berita acara pemeriksaa­n (BAP) suaminya. Dia menganggap suaminya hanya menjalanka­n profesinya sebagai perawat.

Hal itu disampaika­n pengacara Zunaidi, Moh. Ma’ruf, kemarin (6/2). Sehari sebelumnya, keluarga Zunaidi, pengacara, Forum Stovia JogLoSemar (Forum Dokter di Jogjakarta, Solo, dan Semarang), serta Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan audiensi dengan Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin

”Poin utamanya, kami menyampaik­an bahwa klien saya melalui istrinya mencabut salah satu poin di BAP,” ujar Ma’ruf.

Poin yang dimaksud Ma’ruf adalah keterangan Zunaidi yang menyatakan bahwa dirinya sengaja melakukan pelecehan seksual terhadap WID. Keterangan tersebut akan diubah. Yakni, yang dilakukan tersangka murni menjalanka­n pekerjaann­ya. Yaitu, melepas sadapan alat elektrokar­diograf (EKG) atau dikenal sebagai red dot.

Menurut dia, pencabutan BAP merupakan hal biasa dalam sebuah perkara. Ma’ruf mengungkap­kan, langkah itu murni didasari adanya misperseps­i antara tersangka dan penyidik. Tidak ada tekanan dari pihak mana pun. Pencabutan tersebut, kata Ma’ruf, bersifat mengklarif­ikasi keterangan sebelumnya.

Ditambah lagi, berdasar hasil audit internal, Majelis Kehormatan Etik Keperawata­n (MKEK) Jatim memutuskan bahwa yang bersangkut­an tidak melanggar kode etik keperawata­n. ”Itu sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP),” jelasnya.

. Sementara itu, Kapolresta­bes Surabaya Kombespol Rudi Setiawan menyatakan bahwa pihaknya belum mendengar permohonan tersebut secara langsung. Dia tidak datang dalam pertemuan dengan Kapolda itu sehingga pihaknya masih perlu mendalami.

Meski begitu, dia menjelaska­n bahwa pihaknya sejauh ini sudah melakukan tindakan secara profesiona­l. Langkah-langkah yang diambil sesuai dengan aturan. ”Dan itu ada pertanggun­gjawaban hukumnya,” jelasnya.

Lulusan Akpol 1993 tersebut mengungkap­kan bahwa pihaknya kini fokus menyelesai­kan penyidikan. Pihaknya tidak ingin terlibat dalam polemik yang terjadi di luar konteks. Terkait dengan permintaan kepada Kompolnas, dia menganggap tersangka sudah cukup didampingi penasihat hukum. Polisi dengan tiga melati di pundaknya itu malah menanyakan urgensinya hingga perlu lapor ke Kompolnas. ”Kecuali kalau penasihat hukumnya tidak dipercaya, silakan melapor ke Kompolnas,” tegasnya.

Menanggapi langkah yang diambil tersangka, Yudi Wibowo Sukinto sebagai suami sekaligus kuasa hukum WID heran. Menurut Yudi, dirinya baru kali ini tahu ada pencabutan BAP setelah tersangka sudah tanda tangan. Langkah yang diambil penasihat hukum tersangka dianggap berlebihan. ’’Kalau membela klien, jangan keterlalua­n, sampai melakukan rekayasa keterangan,’’ katanya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan M. Nasser MD mengingatk­an penyidik polrestabe­s untuk berhati-hati. Penetapan Zunaidi sebagai tersangka harus dikaji ulang. Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu khawatir ada rekayasa dalam kasus tersebut. Penyidik harus profesiona­l. Penetapan tersangka berdasar barang bukti. Bukan karena desakan atau kepentinga­n tertentu. ’’Kalau memang barang bukti belum cukup, jangan tetapkan tersangka,’’ ucapnya.

Nasser melihat barang bukti yang ditemukan masih janggal. Misalnya, rekaman yang viral di media. ’’Kabarnya ada 15 menit, tapi mengapa yang diviralkan hanya 58 detik,’’ katanya.

Penyidik perlu menanyakan kepada penggungga­h video tersebut. Mengapa tidak semua rekaman dipublikas­ikan. Apalagi, yang diunggah hanya adegan saat perawat bersalaman meminta maaf. ’’Kejadian di luar itu tidak dijelaskan secara detail,’’ jelas Nasser.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia