Terpidana Mati Dua Kali Selundupkan 87,7 Kg Sabu
Pernah Dijerat TPPU Hampir Rp 10 Miliar
JAKARTA – Status terpidana mati dan jeruji besi tidak menghalangi Togiman alias Toge dalam mengedarkan narkotika. Kemarin (7/2) Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap penyelundupan 87,7 kg sabusabu dan 18 ribu pil ekstasi yang dilakukan Toge beserta komplotannya.
Kepala BNN Komjen Budi Waseso menjelaskan, ada sembilan kaki tangan Toge yang ditangkap karena menyelundupkan narkotika di Sumatera Utara (Sumut). Mereka menjalankan bisnis sesuai dengan perintah Toge yang meringkuk di Lapas Tanjung Gusta. ’’Toge ini sudah dua kali divonis mati,’’ ujarnya.
Bahkan, Toge juga pernah dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hasilnya, ada uang lebih dari Rp 10 miliar yang merupakan hasil penjualan narkotika. ’’Tapi, sekarang dia kembali menjalankan bisnisnya,’’ tuturnya.
Buwas –panggilan akrab Budi Waseso– menyatakan, selama di dalam lapas Toge bahkan memiliki peralatan antisadap. Ada fasilitas untuk bisa berganti-ganti nomor handphone. ’’Kalau tidak ada oknum yang bantu, gak mungkin,’’ jelas jenderal bintang tiga tersebut.
Menurut Buwas, kondisi seperti itu pernah terjadi pada Freddy Budiman, terpidana mati yang juga masih bisa menjalankan bisnis narkoba. Dengan fakta-fakta itu, bisa disimpulkan ada masalah dengan UndangUndang Narkotika saat ini. ’’Apa yang kami kerjakan ini semua nanti menjadi masukan untuk perubahan regulasi,’’ paparnya.
Masukan itu, lanjut Buwas, bisa terkait dengan perlakuan khusus terpidana kasus narkoba dalam mekanisme banding, kasasi, peninjauan kembali, dan grasi. Misalnya, kasus narkotika yang merupakan kejahatan luar biasa tidak perlu menerapkan mekanisme tersebut. ’’Mereka manusia yang mentalnya seperti binatang. Hanya berpikir keuntungan meski banyak korban yang menderita,’’ tegasnya.
Buwas mengingatkan bahwa banyak terpidana mati kasus narkoba yang berkalikali mengulangi perbuatannya dari dalam penjara. Bahkan, mereka mampu menahan eksekusi mati dengan memanfaatkan proses yang berbelit-belit. Misalnya, dalam hal mengajukan PK, terpidana mati terkesan menunggu detik-detik akhir. ’’Ya biar bisa lama dan selamat dari eksekusi,’’ katanya.
Sementara itu, anggota Komisi III Arteria Dahlan berjanji mendukung BNN dan Kemenkeu dalam memberantas narkotika. Tidak hanya soal memperbaiki regulasi, tetapi juga perbaikan secara keseluruhan. ’’BNN ini hanya ditarget selesaikan 120 kasus, tapi kasus yang diungkap bisa sampai seribu,’’ paparnya.
Menurut dia, perbaikan terhadap lembaga pemasyarakatan juga penting dilakukan. Apalagi setelah komisi III melakukan inspeksi mendadak dan menemukan adanya narkotika di lapas. ’’Ganja ditanam di lapas, lalu penanamnya tiap malam pulang ke rumah. Di penjara hanya siang,’’ tuturnya.