IMF Ingatkan Risiko Kegagalan Pajak
Harga komoditas andalan kita, batu bara dan sawit, meningkat. Ini bagus buat ekspor dan secara umum juga daya beli. Hal ini bisa mendorong pertumbuhan konsumsi dan selanjutnya pertumbuhan ekonomi.”
TONY PRASETIANTONO
Ekonom UGM Kita hanya mencoba membuat APBN kita makin consolidated sehingga saat ekonomi mengalami shock yang berasal dari luar, kita masih memiliki space untuk intervensi.”
SRI MULYANI INDRAWATI
Menteri Keuangan
Ketidakpastian perekonomian global masih menjadi risiko yang mengemuka pada tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) juga mengingatkan ancaman tidak tercapainya target penerimaan pajak.
JAKARTA – IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh 5,3 persen. Prediksi itu lebih pesimis jika dibandingkan dengan target pemerintah, yakni 5,4 persen.
Lembaga keuangan yang berkantor pusat di Washington tersebut mengungkapkan bahwa risiko domestik masih akan membayangi Indonesia. ”Antara lain, kekurangan penerimaan pajak dan pembiayaan fiskal yang lebih besar karena suku bunga yang tinggi,” kata Luis E. Breuer, ketua misi IMF untuk Indonesia, dalam artikel IV atau tinjauan yang menilai negara-negara anggota.
IMF menyambut baik kemajuan Indonesia untuk meningkatkan investasi infrastruktur. Namun, upaya tersebut harus disesuaikan dengan pembiayaan yang tersedia serta kemampuan ekonomi untuk menyerap investasi baru.
Sementara itu, risiko eksternal yang perlu diwaspadai adalah lonjakan volatilitas keuangan global, ketidakpastian seputar kebijakan ekonomi AS, serta penurunan pertumbuhan di Tiongkok dan ketegangan geopolitik. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menuturkan, pemerintah berupaya menjaga defisit anggaran.
Tujuannya, APBN memiliki bantalan fiskal yang lebih luas sehingga ekonomi Indonesia akan lebih tahan terhadap guncangan ketidakpastian global. ”Saya rasa kita dengan defisit financing yang lebih rendah itu tujuannya menciptakan fis- cal buffer karena kondisi ekonomi tidak selalu easy,” ujarnya.
Ekonom UGM Tony Prasentiantono menuturkan, proyeksi yang disampaikan IMF lebih mendekati realistis daripada target yang ditetapkan pemerintah. Sebab, menurut dia, belum cukup banyak faktor yang bisa mendorong perekonomian tumbuh lebih cepat lagi di tahun ini.
Tony menguraikan, sekalipun di tahun ini terdapat event-event besar seperti Asian Games dan pilkada, hal itu tidak akan memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian domestik, khususnya konsumsi. ”Pilkada di hitungan saya hanya menambah konsumsi Rp 34 triliun. Asian Games saya duga tidak besar. Dibandingkan PDB kita Rp 13.500 triliun, APBN Rp 2.200 triliun, dan penerimaan pajak Rp 1.400 triliun, angka puluhan triliun itu kan tidak banyak,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.
Dia menguraikan, modal Indonesia pada 2018 adalah investasi yang mulai tumbuh pada 2017. Hal itu bisa menjadi energi bagi kenaikan konsumsi agar tumbuh lebih dari 5 persen.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menerima sejumlah penilaian IMF. ”Mereka (IMF) merekomendasikan peningkatan government revenue melalui reformasi fiskal,” katanya.
IMF juga mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan beberapa revisi UU terkait dengan penerimaan negara. ”Apakah KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan, Red), pajak penghasilan, pertambahan nilai, dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) juga didiskusikan IMF,” lanjut Agus.
Pandangan IMF, kata dia, sejalan dengan hasil penilaian BI yang meyakini bahwa resiliensi perekonomian semakin membaik. Hal itu ditandai dengan neraca transaksi berjalan yang sehat, aliran masuk modal asing yang tinggi, serta nilai tukar rupiah yang stabil.