Perangkat RT dan RW Ingin Payung Hukum
Sering Ditolak Warga saat Pendataan
SURABAYA – Petugas gabungan kembali mendata penduduk nonpermanen kemarin (7/2). Kali ini lokasinya di Kelurahan Dukuh Setro, Tambaksari. Sasaran utamanya adalah para penghuni kos dan kontrakan di wilayah itu.
Kegiatan tersebut sekaligus mendengar keluhan para perangkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) saat kedatangan warga non-KTP Surabaya. Sebanyak 20 ketua RT dan RW dikumpulkan di aula Kelurahan Dukuh Setro.
Mereka mendapatkan pengarahan dari dispendukcapil. Dinas mengimbau seluruh perangkat memperketat pengawasan dan pendataan warga nonpermanen di wilayah masing-masing.
Kasi Pindah Datang dan Pendataan Dispendukcapil Relita Wulandari mengatakan, tindakan itu bertujuan menertibkan administrasi penduduk yang keluar masuk Surabaya. Orang baru yang masuk ke suatu wilayah harus betul-betul diawasi. ”Kita juga tidak tahu bagaimana latar belakangnya, jadi pendataan seperti ini amat penting,” katanya.
Dalam pendataan tersebut, tercatat 40 orang tinggal tidak tetap. Rata-rata mereka bermukim lebih dari dua tahun di kos atau kontrakan. Beberapa di antara mereka mengaku sudah melaporkan kepada ketua RT. ”Lapor dan menyertakan KK serta KTP ke RT,” ujar salah seorang penghuni kos yang baru dua bulan di sana, Khoiriah.
Para ketua RT dan RW meminta wewenang lebih untuk menindak penduduk nonpermanen. Selama ini mereka mengeluh soal aturan hukum yang memayungi mereka. ”Kalau mau mendata warga tidak tetap, kami terkadang ditolak dan mereka tidak mau menunjukkan identitas,” kata Ketua RW 6 Suyanto.
Padahal, mereka banyak yang bandel. Misalnya, membawa teman tanpa lapor ke RT atau RW. ”Kalau ada peraturan wali kota enak, kami punya acuan hukumnya,” ujar Yanto.