Paling Suka Manggung dengan Biola Ular
Ramadhan Ghifari, Pemain Sekaligus Pembuat Biola Elektrik
Usia boleh belia. Ramadhan Ghifari sudah pintar memainkan sekaligus membuat biola elektrik sendiri. Hasil desainnya yang beda kerap dipakai saat manggung.
ANEKA peralatan tampak berserakan di teras rumah Ramadhan Ghifari di kawasan Pilang, Wonoayu. Saat itu remaja 19 tahun tersebut menyelesaikan pembuatan biola elektrik keempat. ’’Harus selesai secepatnya,’’ ujarnya saat ditemui Minggu (4/2).
Ketertarikan putra pasangan M. Sholeh dan Wina Winarti itu terhadap biola bermula saat dirinya manggung. Saat itu pemuda yang akrab disapa Rama tersebut berkolaborasi dengan grup band. Ternyata, suara biola klasik yang MAYA APRILIANI
dimainkan kalah dengan suara band. Hingga ada rekan yang menyarankan untuk menggunakan biola elektrik agar suara tetap terjaga.
Bisa disetel sesuai dengan keinginan. Jadi, suara tidak akan hilang meski disandingkan dengan alat musik lain di grup band. Sejak saat itu ABG kelahiran 28 Desember tersebut bertekad untuk bisa membuat biola elektrik sendiri. ’’Saya belajar membuat biola dari para perajin di dekat rumah,’’ katanya. ’’Saya juga dibantu ayah yang untuk tempat senar. Warnanya hitam dan merah maroon. Bagian ujung biola tanpa ’’kepala’’.
Tidak ada tunning peg yang digunakan untuk mengatur senar biola. Alat pengatur itu diletakkan di badan biola, berdekatan dengan lingkaran. ’’Kata teman-teman seperti gitar milik Rhoma Irama,’’ ucap Rama, lantas tertawa.
Sukses menciptakan biola perdana, Rama tertantang untuk membuat biola lagi. Anak ketiga dari lima bersaudara itu membuat biola kedua dengan bentuk yang lebih rumit. ’’Temanya ular bertengkar,’’ ucapnya. Badan biola menyerupai angka delapan tidak sempurna, mirip ular. Melingkari kayu bagian tengah biola. Lengkap dengan ekor dan kepalanya. Ular hijau itu juga menampilkan ukiran sisik dengan ukuran yang cukup besar.
Di bagian atas terdapat kepala ular naga. Di sisi kanan dan kirinya ada alat untuk mengatur senar biola. Menurut Rama, pembuatan biola ular paling lama. Dia membutuhkan waktu hingga enam bulan untuk menyelesaikannya. Sebab, tingkat kesulitannya sangat tinggi. ’’Kalau biola lainnya selesai dalam waktu dua minggu,’’ paparnya.
Meski begitu, Rama paling sering tampil dengan biola ularnya. ’’Modelnya lebih aneh dan menarik perhatian,’’ kata penggemar Idris Sardi itu. Dia senang bisa memainkan biola dari hasil karyanya sendiri. Dia juga bangga bisa menghasilkan karya yang suaranya dinikmati banyak orang.
Kini jerih payahnya membuahkan hasil. Violinis muda dari Kota Delta itu semakin sering tampil di panggung. Bukan hanya di dalam kota. Dia juga manggung di luar kota. Salah satunya dalam ajang pembukaan Lomba Kompe- tensi Siswa (LKS) SMK di Banyuwangi tahun lalu. Job untuk September pun sudah di tangan.
Rama mengatakan, ’’perjumpaannya’’ dengan biola berawal dari keinginannya untuk pindah jalur belajar di bidang musik. Sejak SD Rama memainkan drum. Kemudian, dia ingin memainkan alat musik yang tidak umum atau yang jarang menekuninya. Hingga akhirnya orang tua Rama menyarankan untuk memiliki biola. ’’Selama dua tahun saya belajar biola secara privat,’’ ungkapnya.
Kini semua ilmu yang telah dipelajari tidak ingin disimpan sendiri. Rama memiliki cita-cita mulia ingin membagikannya pada banyak orang. ’’Ingin jadi guru biola sekaligus pembuatnya,’’ paparnya. Paket lengkap yang bisa membawa manfaat.