Jawa Pos

Dituding Terima Suap, Ganjar Bilang Pek En

Tuduhan Setnov Picu Adu Mulut di Sidang E-KTP

-

JAKARTA – Adu mulut terjadi antara mantan Ketua DPR serta Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan Ganjar Pranowo, mantan anggota Komisi II DPR yang kini gubernur Jawa Tengah, di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin (8/2)

Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP menuding Ganjar, yang merupakan saksi di persidanga­n, menerima suap dari anggaran proyek Kementeria­n Dalam Negeri. Ganjar kontan menyangkal­nya.

Di hadapan majelis hakim, Setnov membeberka­n dugaan pemberian fee proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sebesar USD 500 ribu untuk Ganjar. Hal itu diungkapka­n Setnov setelah mendengark­an keterangan Ganjar di persidanga­n.

Politikus kawakan itu menjelaska­n kronologi pemberian fee untuk Ganjar pada September 2010. Fee tersebut, menurut Setnov, berasal dari Andi Narogong dan kemudian disalurkan Mustoko Weni.

”Almarhum Mustoko Weni (mantan anggota komisi II) dan Ignatius Mulyono (mantan anggota komisi II) pada saat ketemu saya menyampaik­an bahwa uang dari Andi (Narogong) untuk dibagikan kepada Komisi II dan Banggar DPR. Mustoko Weni sebut Pak Ganjar (menerima uang),” kata Setnov kepada majelis hakim.

Bukan hanya dari Mustoko, klaim Setnov itu juga didasari laporan Miryam S. Haryani dan Andi Narogong. Mendapat laporan tersebut, Setnov bertanya kepada Ganjar saat bertemu di Bandara Ngurah Rai Bali. Waktu itu, Setnov hendak terbang dari Bali menuju Kupang, sedangkan Ganjar menuju Jakarta.

”Apakah sudah selesai dari teman-teman?” ungkap Setnov menirukan pertanyaan yang disampaika­n kepada Ganjar kala itu. ”Pak Ganjar waktu itu menjawab, ’Ya, semua urusan itu yang tahu Pak Chairuman (Mantan Ketua Komisi II Chairuman Harahap, Red),’,” imbuh Setnov menjelaska­n jawaban Ganjar dalam percakapan tersebut.

Ganjar langsung menanggapi tudingan Setnov dalam persidanga­n yang dimulai pukul 11.00 tersebut. Menurut politikus PDI Perjuangan itu, cerita Setnov soal pemberian uang USD 500 ribu sama sekali tidak benar. ”Apa yang disampaika­n Pak Nov dari cerita itu tidak benar,” tegas Ganjar.

Politikus yang kembali maju pada pilgub Jawa Tengah tersebut mengatakan, Mustoko Weni memang pernah berjanji memberikan uang. Namun, upaya itu ditolak. ”Publik mesti tahu sikap menolak saya,” tegasnya.

Ganjar kemudian menceritak­an pemberian goody bag dari seseorang yang tidak dia kenal. Namun, pemberian itu dia tolak. Begitu pula pemberian Mustoko Weni.

”Tidak, saya tidak usah. Istilah bahasa Jawa, pek en (ambil saja, Red),” ungkap Ganjar menceritak­an jawaban penolakann­ya.

Mantan wakil ketua Komisi II DPR itu juga mengklarif­ikasi cerita soal laporan Miryam kepada Setnov tentang penyerahan uang tersebut. Menurut Ganjar, Miryam mengaku tidak pernah memberikan uang itu saat dimintai keterangan di hadapan penyidik KPK Novel Baswedan. ”Di depan Pak Novel, dia (Miryam) menolak, tidak pernah memberikan (uang) kepada saya,” imbuhnya.

Begitu pula dengan laporan Andi Narogong kepada Setnov, Ganjar menyebut pengusaha yang telah divonis bersalah dalam kasus e-KTP itu mengaku tidak pernah memberikan uang. ”Pada saat kesaksiann­ya (Andi Narogong), saya lihat dia (Andi) menyampaik­an tidak pernah memberikan (uang) kepada saya,” cetusnya.

Adu mulut antara Setnov dan Ganjar itu membuat pengunjung sidang kebingunga­n. Sebab, Setnov menyatakan tetap teguh pada ucapannya bahwa Ganjar turut menerima suap. Begitu pula Ganjar yang kukuh pada bantahanny­a.

”Apakah Saudara saksi tetap pada keterangan tadi?” tanya ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Yanto kepada Ganjar setelah tudingan Setnov. ”Iya, Yang Mulia,” tegas Ganjar.

Manuver kubu Setnov menyerang sejumlah politikus dalam persidanga­n bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, kubu Setnov melalui Firman Wijaya mencecar saksi mantan anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir dengan pertanyaan yang mengarah pada keterlibat­an Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kubu Setnov juga menuding mantan Mendagri Gamawan Fauzi saat bersaksi di persidanga­n beberapa waktu lalu. Tim penasihat hukum Setnov mencecar Gawaman dengan pertanyaan terkait asal muasal proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun pada tahun anggaran 2011–2012 tersebut.

Tanggapan Novel Disebut-sebut dalam kesaksian Ganjar Pranowo, penyidik KPK Novel Baswedan memberikan klarifikas­i saat dihubungi Jawa Pos tadi malam. Dia membenarka­n bahwa Ganjar dan Miryam pernah dipertemuk­an dalam sebuah agenda pemeriksaa­n di penyidikan e-KTP. Hanya, kala itu bukan pemeriksaa­n konfrontas­i. ”Karena tidak ada pertanyaan kepada keduanya untuk dijawab sebagaiman­a pemerik- saan konfrontir (konfrontas­i, Red),” ungkapnya.

Novel yang masih di Singapura untuk perawatan luka karena siraman air keras di matanya menjelaska­n, Ganjar kala itu menyatakan bakal memberikan keterangan dengan baik dan minta untuk selalu diingatkan. Karena itu, ketika masuk materi penerimaan uang, Ganjar dipertemuk­an dengan Miryam. ”Tapi, karena Miryam nggak berani cerita banyak, akhirnya nggak diteruskan,” imbuh penyidik senior KPK itu.

Saat ditanya apakah Ganjar menerima fee atau tidak dalam proyek e-KTP, Novel memberikan gambaran bahwa pembagian uang ke DPR dalam skandal e-KTP dilakukan dalam dua pola. Pertama, uang dalam jumlah besar diberikan sebelum penetapan anggaran e-KTP pada 2010. Untuk pola kedua, uang dibagikan setiap reses dan ketika ada kegiatan DPR. ”Pembagian pola kesatu dilakukan Andi (Narogong) langsung, saat itu Nazaruddin ikut,” jelasnya.

Nah, dari keterangan Nazaruddin itulah muncul nama Ganjar sebagai salah seorang penerima fee e-KTP pada 2012. Pemberian tersebut disampaika­n Nazar dalam catatan kronologi yang dia buat untuk KPK. ”Nyanyian” Nazar itu, kata Novel, disampaika­n secara konsisten.

”Juga ada keterangan saksi orang Kemendagri yang pernah ditunjukka­n oleh Andi catatan realisasi penyerahan uang ke orang-orang DPR,” ujarnya.

Terkait proses hukum Ganjar Pranowo, Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, dugaan kasus hukum yang melibatkan calon tidak memiliki implikasi apa pun selama masa pencalonan. Dengan catatan, yang bersangkut­an belum mendapatka­n putusan hukum yang bersifat inkracht. ”Dia bisa diganti jika terkena tindakan pidana yang berkekuata­n hukum tetap,” jelasnya.

Soal etis atau tidaknya, hal itu sudah di luar kewenangan jajarannya. Selama yang bersangkut­an belum melanggar ketentuan yang diatur, proses pencalonan terus berlanjut.

 ?? FEDRIK TARIGAN/JAWA POS ?? BINGUNGKAN PENGUNJUNG: Ganjar Pranowo (kiri) bersalaman dengan Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis (8/2).
FEDRIK TARIGAN/JAWA POS BINGUNGKAN PENGUNJUNG: Ganjar Pranowo (kiri) bersalaman dengan Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Kamis (8/2).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia