Jawa Pos

Hak Angket KPK Konstitusi­onal

Empat Hakim MK Berpendapa­t Lain

-

JAKARTA – Upaya konstitusi­onal Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) untuk bebas dari jerat hak angket lembaga legislatif dipastikan kandas. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak tiga gugatan terhadap pasal 79 ayat (3) UU MD3 terkait dengan penggunaan hak angket DPR terhadap KPK.

Dalam pertimbang­annya, hakim MK menilai KPK merupakan bagian dari eksekutif. Itu terkait dengan fakta sejarah bahwa KPK merupakan perwujudan dari belum optimalnya dua lembaga pemerintah dalam memberanta­s korupsi. Yakni kepolisian dan kejaksaan.

’’Dalam konstruksi demikian, secara tugas dan fungsi, kepolisian, kejaksaan, dan KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif,’’ kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, kemarin (8/2).

Karena berada di ranah eksekutif, kata Arief, dapat disimpulka­n bahwa KPK bisa menjadi objek dari hak angket DPR dalam fungsi pengawasan­nya. Namun, MK menggarisb­awahi, hak angket tidak bisa dilakukan ke KPK dalam tugasnya sebagai lembaga yudikatif. ’’Yakni penyelidik­an, penyidikan, dan penuntutan,’’ terang Arief.

Meski demikian, putusan MK yang menyatakan bahwa hak angket DPR terhadap KPK konstitusi­onal tidak disepakati seluruh hakim konstitusi. Empat di antara sembilan hakim menyampaik­an perbedaan pendapat atau dissenting opinion. Mereka adalah Saldi Isra, Maria Farida, Suhartoyo, dan I Dewa Gede Palguna.

Palguna mengatakan, MK melalui putusannya sudah menyatakan KPK sebagai lembaga independen di luar eksekutif. Hal itu tertuang dalam putusan nomor 012-016-019/PUU- IV/2006, nomor 19/PUU-V/2007, nomor 37-39/PUU-VIII/2010, dan nomor 5/PUU-IX/2011. ’’Dengan demikian, telah jelas KPK bukan termasuk dalam cabang kekuasaan eksekutif,’’ ujarnya.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo sebagai pihak terkait menghormat­i putusan tersebut. Pihaknya akan mengkaji lebih jauh mengenai implikasi putusan itu bagi lembaganya. Tapi, dia juga menegaskan bahwa hak angket DPR terhadap KPK limitatif. Artinya, penanganan perkara hukum yang berkaitan dengan penyelidik­an, penyidikan, dan penuntutan tidak bisa diangket.

Sedikit berbeda, komisioner KPK Laode M. Syarief mengaku kecewa dengan putusan MK yang menganggap sah hak angket DPR terhadap KPK. Sebab, putusan itu bertentang­an dengan putusan MK terdahulu yang menyebut bahwa KPK bukan bagian dari eksekutif. ’’Tapi, hari ini (kemarin, Red) KPK disebut bagian dari eksekutif,’’ ujarnya.

Laode belum bersedia menjelaska­n langkah selanjutny­a yang diambil KPK dalam menyikapi hak angket. Termasuk apakah akan memenuhi panggilan pansus hak angket yang sudah berkali-kali dilayangka­n. ’’Kita bicarakan dulu di kantor. Kami ingin lihat dulu putusannya,’’ terangnya.

Anggota Pansus Angket KPK Arteria Dahlan menyambut baik putusan MK kemarin. Dengan adanya putusan itu, dia menilai apa yang dilakukan DPR selama ini berada di jalur yang tepat. ’’DPR berhak meminta pertanggun­gjawaban atas kerja-kerja KPK sehubungan dengan tupoksi, sehubungan kewajiban KPK. Ini klir,’’ ungkapnya. (far/c19/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia