Kasus Narkoba Jadi Catatan Merah
MESKI secara umum kinerja maskapai penerbangan membaik, masih ada isu yang sempat menyedot perhatian publik. Salah satunya adalah terjadinya beberapa kasus penangkapan awak pesawat yang kedapatan mengonsumsi narkoba.
Pengamat penerbangan yang juga anggota Ombudsman RI Alvin Lie mengatakan, faktor pengawasan kedisiplinan awak pesawat harus dipertegas
Sebab, sepanjang tahun lalu beberapa pilot dan pramugari dari beberapa maskapai harus berurusan dengan polisi atau Badan Narkotika Nasional (BNN). ”Itu memang hanya oknum. Namun, harus dilihat juga mengenai jam terbang. Intinya harus disiplin,” ujarnya.
Menurut Alvin, maskapai dan Kementerian Perhubungan selaku regulator harus betul-betul memelototi ketaatan jam terbang pilot. Itu dilakukan untuk menghindarkan pilot atau awak pesa- wat menggunakan narkotika dengan alasan stres atau penambah stamina. ”Kemenhub juga harus tegas kalau ada yang melanggar,” katanya.
Hal itu senada dengan pandangan Bambang Adi Surya, ketua Ikatan Pilot Indonesia (IPI). Bambang mengatakan, selama ini Kemenhub masih luput mengawasi jam terbang pilot. Jika dihitung dalam ukuran per minggu atau bulan, dimungkinkan tidak melanggar. Namun, jika dihitung selama setahun, bisa jadi beban pekerjaan pilot melebihi ketentuan.
Dalam aturan, jumlah jam terbang pilot per pekan maksimal 30 jam. Sementara itu, untuk satu bulan, jam terbang tidak boleh lebih dari 110 jam. Kemudian, untuk satu tahun, jumlah toleransi maksimal terbang tidak lebih dari 1.050 jam.
Sebagai gambaran, sepanjang Desember 2017 ada tiga kejadian yang menjadi perhatian publik. Misalnya, pada 5 Desember pilot Lion Air digerebek di sebuah hotel di Kupang, NTT. Kini kasus tersebut masuk persidangan di Pengadilan Negeri Kupang.