Utak-atik Lagi Pasal Imunitas
Norma Dibatalkan MK, Kini Kembali Muncul
JAKARTA – Panja Revisi UU MD3 Badan Legislasi DPR berusaha menghidupkan kembali hak imunitas dalam pasal 245 yang sebelumnya diubah Mahkamah Konstitusi. Langkah itu dinilai sebagai upaya para anggota legislatif menghindari jeratan hukum.
Dulu pasal 245 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 memang dinilai sebagai tameng imunitas bagi anggota DPR. Pasal itu mengatur bahwa pemanggilan dan pemeriksaan penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tidak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun, pada 2015 MK mengubah isi pasal itu. Izin pemeriksaan anggota DPR untuk kasus pidana tidak berada di tangan MKD, tapi beralih menjadi wewenang presiden.
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, yang dibatalkan MK bisa saja dihidupkan kembali. Tapi, pengambilan keputusan harus sesuai dengan kaidah pemerintahan yang baik. ”Harus ada alasan yang kuat dalam menghidupkan kembali pasal tersebut,” ucap dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (9/2).
Dia berharap jangan sampai pengambilan keputusan tentang pasal itu didasari niat untuk melindungi anggota DPR dari jeratan hukum. Tapi, didasari pada perkembangan sosial dan kebutuhan tertib masyarakat. ”Baleg harus bisa menjelaskan secara akuntabel dan bertanggung jawab,” katanya.
Dossy Iskandar Prasetyo, wakil ketua Panja Revisi UU MD3, menjelaskan bahwa keputusan panja dalam mengubah kembali pasal 245 tidak menyalahi atau bertentangan dengan putusan MK. Menurut dia, pemeriksaan terhadap anggota tetap melalui izin presiden, tapi didahului pertimbangan dari MKD. ”MKD memberikan pertimbangan agar balance. Presiden tidak hanya mendapat informasi dari penegak hukum, tapi juga dari dewan,” tuturnya.
Menurut dia, suatu pertimbangan tidaklah mengikat. Presiden bisa menerima atau menolak. Yang penting, MKD memberikan pertimbangan kepada presiden.
Wakil Ketua Panja Revisi UU MD3 Firman Soebagyo juga menegaskan bahwa pasal 245 tidak berlaku pada proses pidana khusus seperti korupsi dan narkoba. ”Kalau korupsi, narkoba, perdagangan orang, itu pengecualian. Nggak ada perlakuan khusus. Kalau ketangkap tangan, ya langsung proses hukumnya berjalan. Tidak ada rekomendasi dari siapa-siapa,” ujarnya.