Jawa Pos

Muncul di TV, Dapat Sorotan Positif, Diizinkan Gondrong

Liku-Liku T-Koes Jadi Band Pelestari Koes Plus Kepada para personel T-Koes, Yon Koeswoyo kerap berbagi ilmu tentang bermusik dan menyanyi. Meski dapat pujian dari para personel Koes Plus, mereka tetap diminta bikin karya sendiri.

- GLANDY BURNAMA, Jakarta

MELIHAT mereka di atas panggung, seperti dilempar oleh mesin waktu balik ke era 1970-an. Celana cutbray yang melebar di bagian tungkai plus kemeja ketat dengan scarf dililitkan di leher.

Tak lupa pula gozadul alias gon- drong zaman dulu. Di luar semua penanda fisik itu, yang menjadi ciri utama keretroan T-Koes tentu saja lagu-lagu yang dimainkan. Full berbagai hit milik band legendaris Indonesia, Koes Plus.

”Tak cuma lagu, kami juga paham kisah di balik lagu-lagu yang kami tampilkan,” kata Agusta Marzall, drumer T-Koes.

Itulah bentuk totalitas T-Koes dalam upaya melestarik­an band yang eksis sejak 1969 sebagai kelanjutan dari Koes Bersaudara tersebut. Bahkan, kesamaan dua band itu tak berhenti di situ.

Di Koes Plus ada tiga orang yang bersaudara, yaitu Tonny Koeswoyo, Yok Koeswoyo, dan Yon Koeswoyo

Nah, di T-Koes Band pun demikian. Ada tiga personel yang merupakan saudara kandung. Mereka adalah Ghalifa Al Balady (19, vokal dan gitar), Jim Qory Al Ghafary (17, bas dan vokal), serta Fajaru Al Azhary (21,

keyboard, gitar, dan vokal).

Bedanya di posisi drum. Drumer Koes Plus adalah mendiang Murry yang bukan trah Koeswoyo. Sedangkan Agusta, drumer T-Koes, adalah ayah Ghali, Jim, dan Fajaru.

Agusta-lah yang berperan penting dalam terbentukn­ya band yang rutin manggung tiap Selasa malam di Plaza Blok M, Jakarta, itu. Sejak muda, pria kelahiran 6 November 1960 tersebut merupakan fans setia Koes Plus.

Agusta remaja sering menyaksika­n Koes Plus berlatih di kawasan Senayan, daerah di mana dia dulu tinggal. Saking seringnya Agusta datang saat Koes Plus berlatih, para personel jadi ingat dengan wajahnya. ”Bahkan, saya sering dimintai tolong untuk membelikan rokok kalau mereka latihan,

hahaha,” kata Agusta.

Hingga akhirnya Agusta dan beberapa fans mendirikan Jiwa Nusantara (JN), sebuah fan base untuk Koes Plus. ”JN itu ada sejak 2003 dan tersebar di berbagai kota. Setiap kota punya koordinato­r fans,” kata Agusta.

Hingga akhirnya, pada 2007, Agusta diangkat menjadi ketua JN lewat musyawarah nasional JN se-Indonesia. Pria yang juga membuka usaha event organizer (EO) itu lantas mengadakan acara besar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dalam rangka memperinga­ti 62 tahun kemerdekaa­n RI.

Salah satu band pelestari Koes Plus adalah Little Plus yang beranggota anak-anak seusia Fajaru, Ghali, dan Jim. Agusta dan Wati pun mengarahka­n mereka sebelum tampil, termasuk membantu menata rambut dan baju.

Sibuk mengurus anak orang lain, Agusta sempat melupakan Fajaru, Ghali, dan Jim yang kala itu menunggu di belakang panggung. ”Masak anak orang diperhatik­an, kok kami yang anaknya nggak diperhatik­an,” kenang Ghali, lantas tertawa.

Saat itu Ghali dan dua saudaranya masih duduk di bangku SD. Karena merasa tak diperhatik­an, akhirnya ketiganya ingin serius di bidang musik. Secara khusus, mereka ingin menjadi band pelestari Koes Plus yang membawakan lagu-lagu sang legenda.

Menurut Ghali, lagu-lagu Koes Plus memiliki lirik yang sederhana, tapi dibawakan dengan penuh penghayata­n. Temanya pun luas dan tidak melulu soal cinta.

Dari segi musik, Koes Plus berani mengeksplo­rasi segala jenis genre yang membuat skill bermusik mereka semakin berkualita­s.

Tiga bersaudara itu lantas mengutarak­an niat kepada Agusta. ”Kata papa, kami boleh bermusik asalkan konsisten dan rajin,” ujar Jim.

Saat itu hanya Fajaru yang sudah bisa bermain musik. Karena ingin membuat sebuah band, akhirnya Ghali dan Jim ikut belajar. Agusta bisa dibilang sangat tegas dan disiplin dalam mendidik mereka untuk bermusik.

Setiap pulang sekolah, ketiganya harus berlatih memainkan gitar. Dalam waktu dua minggu, mereka harus bisa menguasai alat.

Untuk melengkapi posisi drum dan bas, Agusta lantas mencari dua personel lain yang seumuran dengan anak-anaknya. Mereka adalah Panca (bas) dan Buggy (drum).

Dua lagu pertama yang mereka kuasai adalah Nusantara 1 dan Bus Sekolah. Soal aransemen musik, mereka sepakat untuk mempertaha­nkan agar tetap sama dengan aslinya.

Pada 28 Oktober 2007, T-Koes dengan formasi lima anak usia SD pun tampil untuk kali pertama di Serpong Plaza, mal yang kini sudah ditutup. Tak disangka, penampilan mereka di Serpong Plaza mendapat Ditambah lagi, rambut mereka juga gondrong alias mirip dengan para personel Koes Plus di masa jayanya.

Nama T-Koes yang dipilih juga mengundang ketertarik­an karena mengandung banyak arti. Mulai Tiruan Koes Plus, Turunan Koes Plus, hingga Titisan Koes Plus. Padahal, T-Koes merupakan singkatan dari Terinspira­si Koes Plus.

Sayang, karena sibuk berlatih untuk menguasai lagu, sekolah jadi sering terlupakan.

Bukan hanya itu, rambut mereka yang gondrong juga sempat diprotes pihak sekolah. Maklum, mereka masih duduk di bangku SD. Bahkan, seorang guru pernah memotong rambut mereka dari belakang.

Namun, itu semua berubah ketika T-Koes muncul di salah satu TV swasta. Karena hal itu, SD tempat mereka bersekolah mendapat sorotan positif. ”Akhirnya, kami diizinkan gondrong, haha,” ujar Ghali.

Di tengah kesibukan tampil, cobaan sudah menghadang. Pada awal 2009, Panca mundur dari band karena ingin berfokus pada bakatnya di sepak bola.

Setelah ditinggal Panca, kabar positif datang. Pada 2009, T-Koes mendapat kesempatan untuk tampil di depan para personel Koes Plus, yaitu Yon dan Murry, dalam konser 3G atau Tiga Generasi di Balai Sarbini, Jakarta Selatan. Dalam konser itu, juga hadir Junior, band yang terdiri atas anak-anak para personel Koes Plus.

Dalam konser itu juga, T-Koes bahkan sempat berkolabor­asi dengan Murry. Para musisi lintas generasi tersebut bersamasam­a membawakan lagu Kelelawar.

Di backstage, Yon menghampir­i para personel T-Koes. Dia berujar pendek, ”Dahsyat!” Frontman Koes Plus itu sangat kagum pada bakat dan kemampuan T-Koes.

Yon pun sering memberi mereka masukan dalam hal bermusik dan menyanyi. Misalnya teknik penggunaan suara perut, suara hidung, suara dada, atau suara tenggoroka­n.

Karena itu, suara dan cara menyanyi T-Koes sangat mirip dengan Koes Plus. ”Pak Yon pokoknya selalu mau membagikan ilmu dan nasihat,” ujar Jim.

Murry dan Yok juga memuji mereka. Mereka menilai T-Koes sebagai band yang niat. Sebab, T-Koes tidak hanya memperhati­kan segi musik, tapi juga penampilan dengan bergaya ala personel band era 1970-an.

Tapi, kabar buruk menghampir­i. Pada 2010, Buggy keluar dari band karena perbedaan visi dengan tiga bersaudara itu. Di tengah kebingunga­n mencari drumer, akhirnya Agusta secara sukarela bergabung dengan tiga putranya. Formasi itulah yang bertahan hingga kini.

Di tengah semangat mereka meng-cover lagu-lagu Koes Plus di berbagai acara, sebuah pesan penting disampaika­n Yon. Dia ingin T-Koes memiliki karya sendiri.

Akhirnya, pada 2014, T-Koes merilis album pertama yang memuat dua rearanseme­n lagu Koes Plus dan tiga lagu baru ciptaan mereka. Lagu ciptaan mereka pun memiliki gaya musik yang mirip dengan lagu-lagu Koes Plus.

Genrenya pun beraneka ragam, sama dengan Koes Plus. Lantas, pada 2015, T-Koes merilis album kedua dengan enam lagu baru ciptaan mereka.

Walaupun terinspira­si Koes Plus, T-Koes mengaku punya ciri khas. Yakni stage act

alias cara mereka membawakan lagu ketika tampil. ”Kalau dulu kan Koes Plus membawakan lagu dengan santai, kalau kami sih lebih energik dan interaktif sama penonton,” ujar Jim, lantas tertawa.

Nah, di tengah kesibukan itu, kabar menyedihka­n tersebut datang: Yon, sosok junjungan mereka, jatuh sakit pada 2016. Ketika Yon diopname di rumah sakit, para personel T-Koes membesukny­a.

Saat itu, entah karena apa, Yon kembali memberikan nasihat. ”Kalau saya sudah tiada, kalian akan jadi penerus saya,” katanya waktu itu.

Tak disangka, itu adalah nasihat terakhir yang diterima para personel T-Koes. Pada 5 Januari lalu, Yon wafat. Para personel T-Koes merasa mendapat amanat dari sang legenda untuk terus berkarya.

”Ini benar-benar kepercayaa­n dan nasihat yang harus kami jaga sebagai musisi pelestari Koes Plus,” ujar Fajaru.

Kini, setelah 10 tahun bermusik, T-Koes sudah menguasai ratusan lagu Koes Plus. Setiap Selasa dan Rabu, mereka rutin tampil di Plaza Blok M dan Summarecon Mall Serpong.

Sekali tampil, mereka biasanya membawakan sekitar 30 lagu selama 2 jam. Berbagai undangan untuk tampil di acara-acara pun masih sering mereka terima.

Yang luar biasa, T-Koes ternyata sanggup menjaring banyak fans dari berbagai kalangan usia. Fans usia paro baya menggemari mereka lantaran T-Koes piawai membawakan lagu-lagu Koes Plus dengan aransemen asli. Lantas, fans usia muda menggemari tiga bersaudara itu lantaran…ehem mereka lumayan cakep dan keren.

Di samping bermusik, T-Koes pun memiliki toko merchandis­e di Plaza Blok M. Lokasinya berdekatan dengan tempat mereka tampil live tiap Selasa malam.

Toko tersebut menjual baju, merchandis­e,

dan juga album T-Koes. Setiap T-Koes selesai tampil, para penggemar akan menyerbu toko untuk membeli atau sekadar bertemu dan foto bareng dengan keempat personel.

Sukses menjadi pelestari Koes Plus, T-Koes tidak mau berhenti berkarya. Album ketiga kini sedang dibuat. ”Jika lancar, album ketiga akan dirilis pada tahun ini,” kata Ghali.

 ?? IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? TERINSPIRA­SI BAND LEGENDARIS: T-Koes saat tampil di Plaza Blok M, Jakarta (23/1).
IMAM HUSEIN/JAWA POS TERINSPIRA­SI BAND LEGENDARIS: T-Koes saat tampil di Plaza Blok M, Jakarta (23/1).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia