Nazaruddin Urung Bebas Lebih Cepat
JAKARTA – Harapan M. Nazaruddin untuk bebas lebih cepat dipastikan kandas. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak untuk memberikan rekomendasi atas usulan bebas bersyarat yang merupakan syarat asimilasi atau kerja sosial untuk mantan bendahara umum Partai Demokrat itu.
”Kami tidak akan memberikan rekomendasi (asimilasi Nazar, Red),” kata Ketua KPK Agus Rahardjo kemarin (10/2). Sebelumnya, surat resmi permohonan rekomendasi ke KPK tersebut dikirim Tim Pengamat Pema- syarakatan (TPP) Ditjen Pemasyarakatan pada Senin (5/2). Surat itu menyebutkan bahwa Nazar bakal menjalani masa asimilasi di sebuah pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.
Asimilasi itu merupakan syarat yang harus dipenuhi terpidana korupsi wisma atlet Palembang tersebut agar bisa mendapat pembebasan bersyarat (PB) dari Kementerian Hukum dan HAM. Agus tidak menjelaskan secara detail alasan KPK tak memberikan rekomendasi kepada Nazar. Komisioner KPK dari Magetan itu hanya menyebutkan bahwa pengurangan masa hukuman (remisi) yang diterima Nazar selama ini sudah cukup banyak. ”Kalau minta pertimbangan
Ketua KPK
KPK, KPK tidak akan berikan rekomendasi itu,” tegasnya.
Menurut Agus, meski sudah banyak membantu KPK dalam pengungkapan sejumlah kasus korupsi dengan menjadi justice collaborator (JC), tidak berarti Nazar bisa bebas lebih cepat.
”Harus imbang juga dengan kesalahannya,” ujarnya. Nazar memang diketahui mengeruk keuntungan pribadi dan kelompok dari korupsi sejumlah proyek. Dia pun divonis total 13 tahun penjara.
Di tempat terpisah, Kasubbag Analisis & Strategi Komunikasi Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti mengatakan, pihaknya menunggu surat resmi dari KPK terkait dengan penolakan rekomendasi itu. Berikutnya, pihaknya akan membuat surat ke Kakanwil Kemenkum HAM Jawa Barat sebagai tindak lanjut penolakan itu. ”Isinya (surat ke Kakanwil, Red) terkait tidak dilanjutkan proses usulan karena alasan penolakan dari KPK,” ucapnya.
Kalau minta pertimbangan KPK, KPK tidak akan berikan rekomendasi itu. Harus imbang juga dengan kesalahannya.”
AGUS RAHARDJO,