Inginkan Dolly Tetap Ditutup
Warga Bisa Beraktivitas Normal saat Listrik Mati
SURABAYA – Penolakan terhadap penutupan eks lokalisasi Dolly masih berlangsung hingga sekarang. Posko pelaporan dari warga yang ingin Dolly kembali seperti masa lalu juga masih berdiri. Namun, mereka yang menginginkan penutupan Dolly juga tidak tinggal diam.
Keinginan membangkitkan kembali Dolly terlihat dengan dilayangkannya gugatan class action kepada PN Surabaya oleh segelintir warga. Mereka menuntut pemkot memberikan ganti rugi sebesar Rp 2,7 triliun. Sebab, setelah Dolly ditutup, kehidupan warga kian suram.
Pengasuh Pesantren Jauharotul Hikmah di Putat Jaya M. Rofiudin menjelaskan, forum yang melakukan class action itu dianggap tidak mewakili masyarakat. Sebab, yang dia amati selama ini, sebagian besar warga di kawasan Jarak dan Dolly menentang adanya pembukaan kembali rumah musik. Bahkan juga praktik prostitusi di Dolly. ’’Mereka yang menentang itu para pendatang yang memiliki usaha karaoke di sini. Makanya, mereka tidak suka usahanya ditutup,” ucapnya.
Padahal, sudah banyak warga yang resah. Terutama Rofiudin sebagai pengurus pondok pesantren. Dia menjelaskan, banyak sekali keluhan yang disampaikan santrinya terkait rumah musik di sekitar mereka
Tetapi, ini juga butuh proses. Tidak bisa kemudian pemerintah langsung menyelesaikan dalam waktu singkat.”
HIDAYAT SYAH
Asisten Administrasi Umum Pemkot Surabaya
’’Anak-anak itu, kalau listrik mati, sampai sorak-sorai dulu. Sebab, musiknya berhenti. Pada saat itu mereka baru bisa belajar, tidur, dan beraktivitas seperti biasa,” beber Rofi, panggilan Rofiudin.
Gangguan suara hanyalah satu di antara sekian banyak keluhan warga selama ini. Selain itu, Rofi mengeluhkan adanya suplai minuman keras yang keluar masuk wilayah di kampungnya. Hal tersebut, kata dia, juga merupakan gangguan yang dialami masyarakat sekitar jika rumah musik dibuka. ’’Belum lagi kalau ada praktik prostitusi di rumah musik tersebut,” tambah alumnus Pondok Pesantren Darus- salam Gontor, Ponorogo, itu.
Selama ini usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) warga sekitar sudah berjalan. Rofi menganggap mereka yang menentang itu kurang beradaptasi dengan lingkungan baru. ’’Usaha warga sekitar sudah berjalan kok. Ada yang membuat telur asin dan usaha-usaha lainnya,” kata pria asli Putat itu.
Hanya, usaha yang dijalankan warga masih awal sehingga keuntungannya belum maksimal. Terlebih bagi warga yang tidak memiliki skill apa pun untuk memulai usaha. Otomatis proses bangkit tersebut masih membutuh- kan waktu yang tidak sebentar.
Sementara itu, pemkot menerima masukan terkait pengendalian dan pembinaan di sekitar wilayah Dolly. Berdasar data Polrestabes Surabaya, setidaknya ada 26 perkara prostitusi selama semester kedua 2017. Menurut mereka, kurangnya pengendalian itu disebabkan tidak teridentifikasinya praktik prostitusi.
Ketua Kelompok Pengabdian Masyarakat Polrestabes Surabaya Dhanar Dhono menjelaskan, saat ini pemkot perlu membuat peguyuban atau asosiasi tempat usaha di kawasan tersebut. ’’Ini untuk mempermudah pembinaan dan pengendalian,” jelasnya. Mereka juga menyarankan optimalisasi tenaga kerja dari penduduk yang terdampak.
Di sisi lain, pemkot berharap warga tidak hanya menuntut pemerintah memberikan ganti rugi yang besar. Asisten Administrasi Umum Pemkot Surabaya Hidayat Syah menerangkan, pemkot sudah mengupayakan untuk mendayagunakan tenaga kerja semaksimalmaksimalnya. Salah satunya lewat UMKM. ’’Tetapi, ini juga butuh proses. Tidak bisa kemudian pemerintahlangsungmenyelesaikan dalam waktu singkat,” terangnya Jumat (9/2).