Berobat Tak Perlu Lagi Mondar-mandir
JIngin memberikan pelayanan terbaik, RSUD dr Soetomo terus berbenah. Kini mereka memiliki integrated practice unit (IPU). Melalui sistem pelayanan itu, paramedis membentuk tim khusus untuk menangani sebuah penyakit. Selain lebih fokus, pembiayaan semakin hemat.
DWI WAHYUNINGSIH
JIKA punya pilihan, mungkin pasien akan memilih rumah sakit yang lebih nyaman ketimbang RSUD dr Soetomo. Bukan hanya karena jumlah pasiennya yang membeludak setiap hari, tapi juga lokasi pelayanannya yang tersebar berjauhan di berbagai titik rumah sakit milik Pemprov Jatim tersebut.
Adalah hal lumrah bagi pasien berkeliling dari satu penjuru ke penjuru lain untuk bisa mendapatkan pelayanan. Selain membuang waktu dan tenaga, hal itu tentu memberatkan pasien yang datang sendiri tanpa pendamping. ’’Melihat hal itu, kami dari rumah sakit mencoba untuk memperbaiki sistem pelayanan. Salah satunya dengan membentuk tim integrated practice unit (IPU),’’ ujar Dr dr Joni Wahyuhadi SpBS saat ditemui pada Rabu (7/2)
MAKSIMALKAN LAYANAN: Gedung pusat pelayanan jantung terpadu (PPJT) saat diresmikan Gubernur Soekarwo pada Desember lalu. Foto atas, Wadir Pelayanan Medis Dr dr Joni Wahyuhadi SpBS.
Tim tersebut terdiri atas berbagai dokter spesialis yang tergabung untuk melakukan perawatan terpadu terhadap pasien. Mereka memiliki guideline khusus yang dijadikan panduan untuk melakukan tindakan terhadap pasien. Masing-masing tim itu dipimpin satu dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Meski begitu, setiap akan dilakukan tindakan, DPJP selalu berdiskusi dahulu dengan tim untuk menentukan langkah terbaik.
Sudah ada empat departemen yang menerapkan sistem itu. Yakni, ginjal, jantung, kanker, dan yang terbaru saraf. Tiga di antara departemen tersebut sudah memiliki gedung sendiri. ’’Nanti untuk saraf juga dibuatkan gedung seperti yang lainnya. Jadi, pasien tidak perlu ke sana kemari ketika berobat,’’ lanjut pria yang juga menjabat wakil direktur pelayanan medis RSUD dr Soetomo tersebut.
Keberadaan gedung itu nanti disinergikan dengan pelayanan unit gawat darurat (UGD). Sama dengan para pasien jantung. Sejak diresmikan awal Desember, semua pasien dengan keluhan jantung menjadi satu di gedung pusat pelayanan jantung terpadu (PPJT). Berbagai kebutuhan pasien tersedia di gedung enam lantai tersebut. Mulai ruang operasi, ruang rawat, hingga UGD yang terletak di lantai dasar.
Begitu juga pasien penyakit ginjal. Sebenarnya pelayanan terpadu untuk ginjal itu sudah lama ada. Namun, peralatannya belum lengkap. Di ruang intensive care unit, belum ada alat hemodialisis. Padahal, ruangan itu sangat dibutuhkan pasien pasca menjalani transplantasi ginjal. Sejak tiga bulan lalu, akhirnya mesin untuk mencuci darah tersebut datang sehingga ruang ICU bisa dimanfaatkan secara optimal. ”Untuk yang integrated neurological disease, unitnya masih kami bentuk. Gedung khususnya belum ada. Meski begitu, saat ini pelayanannya sudah mulai berjalan,’’ imbuhnya.
Setiap Rabu para dokter yang tergabung dalam tim terpadu itu mengadakan rapat untuk membahas tata laksana salah satu jenis penyakit. Sementara itu, setiap Jumat diadakan pertemuan untuk membicarakan kasus-kasus yang sudah ditangani.
Hingga saat ini, sudah ada tiga jenis penyakit yang memiliki guideline penanganan di bidang saraf. Yakni, stroke, trauma kepala, dan parkinson. Penyempurnaan pedoman perawatan masih terus dilakukan. ”Embrio dari sistem ini sebenarnya sudah lama ada di rumah sakit kami. Namun, baru empat tahun terakhir mendapat perhatian khusus dan kemudian dikembangkan,” papar Joni.
Sistem IPU tersebut sebetulnya sudah diterapkan rumah sakit di luar negeri dan menjadi unggulan. Hal itu juga menjadi salah satu daya tarik orang Indonesia berobat ke sana. Joni berharap dengan diterapkannya sistem tersebut, masyarakat bisa memiliki lebih banyak pilihan untuk berobat.
Selain itu, dengan diterapkannya sistem IPU, pasien merasa lebih nyaman. Kualitas pelayanan pun akan meningkat karena penanganan dilakukan secara komprehensif, mulai diagnosis hingga rehabilitasi medis jika diperlukan.
Dengan adanya diskusi bersama sebelum tindakan, angka kesalahan juga bisa ditekan. ”Ini menguntungkan pasien dan rumah sakit dari segi pembiayaan. Dengan sistem ini, bisa hemat 25 hingga 35 persen. Jadi, pelan-pelan nanti semua diarahkan ke sana,” jelas Joni.